PENGUATAN PETUGAS PERIKANAN

image: kkp.go.id
image: kkp.go.id

Penguatan Petugas Perikanan
Oleh Said Muniruddin

Dampak yang ditimbulkan bencana 26 Desember 2004 silam terhadap sarana dan prasarana perikanan, ekosistem pesisir, maupun sumber daya manusia amatlah besar. Mengingat luasnya area dan cakupan pekerjaan pemulihan, maka kapasitas sumber daya manusia merupakan salah satu kunci pembangunan sektor perikanan. Penting untuk menyiapkan sumber daya manusia yang memahami peran dan fungsinya, adanya data base kapasitas yang tersedia serta program pengembangan staf ke depan.

Untuk itu, perlu adanya pemahaman terhadap visi dan misi DKP yang dikaitkan dengan Visi Aceh Hijau yang harus tergambar dalam dokumen panduan dan persyaratan jabatan (job description and job spesification) masing staf, guna mendukung peningkatan kesejahteraan nelayan dan masyarakat perikanan.

Sadar akan hal ini, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Aceh sepanjang tahun 2008-2009 mengimplementasikan projek Analisa Jabatan dan Evaluasi Sumber Daya Manusia untuk 9 DKP kabupaten di Aceh. Kegiatan yang dilaksanakan oleh Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi Unsyiah ini didukung oleh  Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (UN-FAO) dan Palang Merah Amerika (ARC) bidang perikanan dan kelautan. Koordinasi selanjutnya dilakukan dengan Gubernur Aceh, melalui Tim Asistensi Gubernur Bidang Sumber Daya Manusia dan Biro Organisasi dan Tata Laksana (Ortala), serta Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Aceh.

Metode Asessmen. Asessmen ini dilakukan pada 9 DKP Kabupaten: Aceh Besar, Pidie, Pidie Jaya, Bireuen, Aceh Utara, Lhokseumawe, Nagan Raya, Aceh Barat, dan Aceh Jaya. Tahap pertama difokuskan pada analisa uraian jabatan dan lingkungan pekerjaan DKP, termasuk mengevaluasi visi, misi, tujuan dan struktur organisasinya. Tahap kedua menganalisa persyaratan jabatan, program pengembangan kapasitas staff, serta metode pelatihan yang disukai. Penelitian ini diimplmentasikan oleh Jeliteng Pribadi, Said Muniruddin dan beberapa angota tim lainnya dari Fakultas Ekonomi Unsyiah. Turut terlibat dalam pekerjaan ini adalah Chris Grose, konsultan UNFAO bidang manajemen dan pengembangan organisasi dari IMA Internasional.

Asessmen dilaksanakan dengan metode partisipatif. Seluruh staf DKP dilibatkan secara aktif dalam setiap tahapan kegiatan mulai dari mengisi kuesioner, diskusi kelompok terfokus (FGD), diskusi pleno, dan lokakarya. Kuesioner digunakan untuk memperoleh informasi tentang status pegawai DKP saat ini meliputi: biodata, posisi, kegiatan sehari-hari di kantor, tingkatan kepentingan, rutinitas, dan kesulitan yang dialami dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, serta informasi tentang kapasitas, kebutuhan program dan metoda pengembangan kapasitas yang disukai staf. Sementara, FGD digunakan untuk mengembangkan pemahaman pegawai tentang pekerjaan ideal staf dalam mencapai visi dan misi organisasi.

Analisa jabatan staf DKP ini disusun secara sistematis dengan merujuk pada dokumen-dokumen resmi, studi literatur, hasil kuesioner dan FGD. Dokumen rujukan yang digunakan antara Tupoksi yang sudah di SK-kan oleh masing-masing Bupati, Peraturan Pemerintah (PP) No. 41 Tahun 2007, Strategi Perikanan Aceh Hijau, struktur DKP Provinsi Aceh, serta Rencana Strategis masing-masing DKP. Hasil kuesioner dan FGD digunakan sebagai masukan sekaligus perbandingan dalam menyusun uraian pekerjaan dan persyaratan jabatan staf DKP.

Uraian Jabatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar visi/misi, tujuan, serta Tupoksi DKP belum tersusun secara baik. Pernyataan visi/misi dan tujuan kurang menggambarkan cita-cita DKP ke depan, tidak memiliki jangka waktu dan indikator pencapaian. Hasil studi juga menemukan sebagian besar visi/misi dan tujuan DKP kurang berhubungan dengan ‘Strategi Perikanan Hijau Aceh’. Perbedaan pandangan tentang Tupoksi DKP berakibat pada perbedaan penjabaran penamaan bidang dan seksi pada Struktur Organisasi DKP. Tingginya variasi dalam struktur organisasi DKP dapat mengaburkan pencapaian tujuan organisasi. Dampaknya adalah, staf kurang respons terhadap peran dan tanggung jawabnya.

Sebagian besar DKP telah memiliki dokumen tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) yang berisi tentang uraian tugas untuk tiap-tiap jenjang manajerial. Namun, uraian tugas yang disusun bersifat umum dan tidak tersedia untuk semua posisi. Analisa terhadap Tupoksi dan hasil FGD menunjukkan adanya variasi pemahaman tentang tugas dan tanggungjawab manajerial antar bidang dan seksi. Hal ini tergambar dari perbedaan terminologi yang digunakan dan isi tugas utama untuk masing-masing posisi manajemen yang dituangkan dalam Tupoksi di atas.

Misalnya untuk posisi Kepala Dinas, sebagian DKP memaparkan tugas utamanya dengan menggunakan terminology ‘memimpin’. Sementara lainnya menggunakan kata ‘mengkooridinasikan’, ‘mengendalikan’ atau juga ‘melaksanakan’. Secara eksplisit, ini menunjukkan keterbatasan pemahaman DKP tentang konsep manajemen serta ketidaksamaan pandangan tentang tugas dan fungsi masing-masing posisi dalam organisasi.

Suasana kerja di kantor-kantor DKP relatif sama antara satu dan lainnya. Umumnya, motivasi staf dalam bekerja tidak tinggi. Pada hari-hari biasa, sebagian besar pegawai menghabiskan waktu kerja dengan santai, dan hanya sebagian kecil yang terlihat sibuk dengan pekerjaan administratif. Sebagian staf sangat antusias dalam bekerja, namun ada juga yang kurang antusias. Mereka yang antusias dalam bekerja umumnya merasa cocok dengan pekerjaan yang digelutinya saat ini karena beberapa alasan misalnya, sesuai dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman, memiliki kecocokan dengan teman-teman kantor dan atasan, atau rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan.

Beberapa isu lainnya yang turut mempengaruhi motivasi pegawai dalam bekerja yakni gaya kepemimpinan atasannya, sistem penghargaan dan hukuman, penempatan staf, pengawasan dan evaluasi staf, sarana dan prasarana, serta minimnya tunjangan.

Persyaratan Jabatan. Potensi sumber daya manusia (SDM) pada DKP sasaran belum di-manaje secara baik. Data base staf DKP masih sangat sederhana, didokumentasi secara manual, jarang diperbaharui, bahkan ada yang ditulis dengan tangan. Ada DKP yang bahkan tidak memiliki data pegawai secara lengkap, misalnya tentang jenjang pendidikan yang pernah ditempuh serta jenis pelatihan yang diperoleh, baik dalam bidang penjenjangan, administrasi, maupun pelatihan teknis perikanan dan kelautan. Sebagian besar budaya organisasi DKP dibangun  atas dasar hubungan informal antar staff, tidak melalui keputusan manajerial formal. Akibatnya, sistem jenjang karier dan kepangkatan tidak selalu dibangun atas dasar kompetensi dan kualifikasi, melainkan atas dasar kedekatan dan senioritas. Hal ini berdampak pada rendahnya inisiatif dan motivasi kerja para staf sehari-hari. Salah satu faktor utamanya adalah minimnya perencanaan Sumber Daya Manusia di semua kantor DKP.

Secara implisit, hal ini dapat dilihat dari rendahnya perhatian manajemen dalam mengarsip dan memperbaharui data-data pegawai berdasarkan kapasitas yang dimiliki (skill inventory). Tindak lanjutnya adalah membekali staf dengan peralatan dan keahlian yang memadai untuk memudahkannya menyelesaikan tugas-tugas sehari-hari. Dalam jangka panjang, idealnya terdapat pola pengembangan karier staf (career path) termasuk persiapan memasuki masa pensiun untuk para staff.

Hasil assessmen menunjukkan bahwa kapasitas sebagian besar staf DKP belum sesuai dengan tanggung jawab dan kebutuhan persyaratan jabatan yang ideal. Kondisi ini terjadi pada semua level manajemen, baik manajemen puncak, menengah dan juga bawah. Sebagian besar staf DKP berlatar belakang pendidikan pertanian, peternakan dan sosial politik. Secara administrasi, pengalaman kerja cukup memadai namun minim pengalaman teknis di bidang perikanan dan kelautan. Semua Kepala Dinas dan sebagian besar Kepala Bidang berasal dari luar DKP. Disamping keahlian teknis perikanan dan kelautan, kantor DKP memiliki keterbatasan keahlian teknis dalam hal manajemen, administrasi, manajemen perkantoran dan manajemen proyek.

Hasil asessmen juga menunjukkan bahwa sedikit sekali staf yang mampu mengoperasikan komputer perkantoran (MS-Office) dan mengolah data berbasis komputer, mengumpulkan data lapangan, menyusun program, mengevaluasi serta membuat laporan. Tambahan lagi, masing-masing DKP tidak memiliki staf dengan sertifikasi panitia pengadaan barang dan jasa pemerintah. Untungnya, para Sekretaris Dinas memiliki kualifikasi dalam bidang administrasi dan pengalaman yang memadai, meskipun keahlian manajerial dan teknis perkantoran juga masih lemah. Kapasitas staf DKP akan bertambah rendah bila dikaitkan dengan target Visi Perikanan Aceh Hijau, dimana pemahaman staf sangat minim.

Permasalahan staf DKP dapat dikategorikan dalam empat kelompok: manajerial, kepemimpinan, administrasi, dan teknis kelautan dan perikanan. Permasalahan ini dihadapi secara menyeluruh hampir di semua tingkatan manajerial. Hasil studi menunjukkan bahwa pada manajemen tingkat atas dan menengah sekalipun masih mengalami kesulitan dalam hal me-manage staf, dan penggunaan komputer untuk proses administrasi dan pengolahan data.

Studi juga menemukan bahwa kebutuhan peningkatan kapasitas staf dalam hal komputer merupakan sesuatu yang mendesak dan harus dilaksanakan segera, karena sangat mengganggu dalam perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan kegiatan DKP. Sedangkan permasalahan peningkatan kapasitas staf dalam hal-hal manajerial dan teknis kelautan dan perikanan masih dapat ditunda 2-3 tahun ke depan. Sejauh ini belum ada upaya DKP untuk mengatasi permasalahan-permasalahan ini, baik dengan memasukkannya dalam rencana program tahunan maupun meminta bantuan kepada lembaga-lembaga terkait.

Kesimpulan dan Rekomendasi. Beberapa hasil penelitian di atas menunjukkan adanya kelemahan pemahaman dan penerapan konsep manajemen di kantor DKP kabupaten, khususnya dalam lingkup manajemen sumber daya manusia. Bila hal ini berlangsung terus, maka dalam jangka panjang akan mengganggu kompetensi dan mempengaruhi nilai-nilai organisasi secara keseluruhan. Oleh sebab itu, koordinasi yang lebih baik dan komunikasi intensif antar kantor DKP kabupaten dan provinsi diperlukan untuk menentukan tujuan bersama sekaligus menghubungkan visi/misi dan tujuan organisasi untuk mencapai Strategi Aceh Hijau.

Untuk mencapai visi/misi dan tujuan organisasi sesuai amanah Strategi Perikanan Aceh Hijau, beberapa hal strategis yang perlu dilakukan ke depan antara lain: 1) Perlunya kesamaan pandangan tentang penamaan posisi staf pada masing-masing Bidang dan Seksi sesuai Peraturan Pemerintah (PP) No. 41 Tahun 2007, Strategi Perikanan Aceh Hijau, serta struktur DKP Provinsi NAD. Hal ini akan sangat membantu dalam pelaksanaan, koordinasi, dan pelaporan kegiatan kedinasan DKP. 2) Menyesuaikan posisi staf tertentu dengan kebutuhan masing-masing daerah.

Beberapa tanggung jawab yang relatif terabaikan antara lain: pengembangan sumber daya manusia, pemasaran hasil perikanan dan sumberdaya kelautan, pengawasan dan pengendalian mutu hasil perikanan dan sumberdaya kelautan, manajemen sarana dan prasarana perikanan dan kelautan, manajemen pesisir dan pengelolaan pulau-pulau kecil, penelitian dan pengembangan, kemitraan dan kelembagaan, serta penegakan hukum dalam sektor kelautan dan perikanan.

Merujuk pada 4 Komponen Strategi Perikanan Aceh Hijau dan Struktur DKP Provinsi, maka dapat disimpulkan bahwa hampir semua struktur organisasi DKP Kabupaten perlu dikembangkan. Posisi Jabatan Fungsional perlu diperjelas untuk tetap dimasukkan atau dihapuskan. Disamping itu perlu usaha serius untuk mengembangkan dan memfungsikan UPTD pada masing-masing DKP.

Program pengembangan kapasitas staf DKP diharapkan bevariasi antar tingkatan manajemen. Manajemen puncak DKP lebih menyukai program studi banding, sementara manajemen menengah dan bawah lebih bervariasi seperti studi banding, magang, orientasi, workshop, asistensi, penyedian buku panduan teknis perikanan dan kelautan serta administrasi. Sedangkan para staf umumnya lebih menyukai metode pengembangan melalui diklat (pendidikan dan latihan). Temuan ini membuktikan bahwa manajemen menengah, bawah dan para staf lebih membutuhkan keahlian operasional dibandingkan manajemen puncak. Sebaliknya, manajemen puncak lebih membutuhkan pengembangan wawasan dan pengalaman.

Oleh sebab itu, pengembangan kapasitas staf, manajemen menengah, dan bawah lebih ditekankan pada peningkatan keahlian teknis, sedangkan pengembangan manajemen puncak harus lebih ditekankan pada peningkatan wawasan dan pengalaman. Program pengembangan kapasitas untuk berbagai level manajemen DKP perlu dilakukan sekaligus ataupun beriringan. Sebab, bila pengembangan keahlian staf tidak diimbangi dengan peningkatan wawasan manajerial di tingkat manajemen puncak, staf juga tidak akan berkembang.*****

Next Post

PASRAH

Fri Dec 10 , 2010
“Pasrah” […]

Kajian Lainnya