“DISKOTIK ISLAMI”, TEMPAT MABUK DZIKIR DAN MENARI

“DISKOTIK ISLAMI”, TEMPAT MABUK DZIKIR DAN MENARI
Oleh Said Muniruddin | RECTOR | Suficademic

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIEM. Mendengar kata “diskotik”, mungkin akan terbayang sebuah ruang remang tempat muda mudi berjingkrak-jingkrak senang. Sambil mabuk dan menghisap narkoba. Pelacuran juga. Bagaimana jika semua sisi negatif ini diganti dengan elemen positif. Diskotik yang dipercayai sebagai jalan menuju neraka, disetting ulang menjadi media penghantar ke surga. Caranya mudah. Kita Islamkan diskotik!

Islamisasi Pengetahuan dan Praktik

Mengapa ide “diskotik islami” ini muncul? Kita sering mendengar “islamisasi pengetahuan.” Sebagian telah diterjemahkan dalam praktik. Dulu kita hanya mendengar tentang “ilmu ekonomi” tapi isinya “kapitalis”. Kini sudah ada konsep “ekonomi islam” yang berwujud dalam berbagai model institusi keuangan, perbankan dan produk-produk halal. Walau juga masih banyak kelemahan.

Di era 80an, ide-ide islamisasi dicemooh. Namun pakar dan praktisi ekonomi Islam berhasil melawan pesimisme. Lalu melahirkan sistem ekonomi dan bisnis yang ide dasarnya berlandaskan moralitas. Kalaupun masih ada kelemahan, ini dapat dipahami sebagai suatu kenyataan error yang selalu dimiliki oleh sebuah sistem yang dibangun oleh tangan manusia. Ditengah ketidak sempurnaan tersebut, praktik-praktik ekonomi dan bisnis Islam telah berhasil mendekati nilai-nilai yang diisyaratkan Tuhan dalam Qur’an. Tidak hanya di negara-negara berpenduduk muslim, negara-negara Eropa pun tertarik dengan ragam konsep dan produk syari’ah.

“Diskotik islami” adalah sebuah konsep islamisasi sarana hiburan. Kelihatannya feasible untuk dioperasionalkan. Kota Banda Aceh misalnya, pernah diproklamirkan sebagai “Bandar Wisata islami”, “Kota Madani”, dan sebagainya. Konsekwensinya, ia harus menawarkan tempat bersenang-senang yang memperkaya dimensi emosi dan spiritual. Di mana-mana, diskotik merupakan elemen utama dari realitas wisata. Turis adalah kelompok hedonis yang mencari pengalaman dan kenikmatan. Sementara budaya hedonisme senantiasa menyajikan musik dan minuman. Dengan tawaran yang sama, para pebisnis muslim dapat memanfaatkan peluang ini untuk menyajikan musik, tarian dan minuman yang dirancang semenarik mungkin yang bersesuaian dengan etika Islam.

Jika ini mampu dikemas, Islam akan lebih diminati oleh wisatawan sebagai sebuah agama yang mampu menawarkan kenikmatan duniawi, yang halalan thayyiban. Syariat Islam jangan lagi dipandang sebagai faktor utama penghambat sektor pariwisata. Oleh sebab itu, “diskotik Aceh” adalah sebuah konsep sarana hiburan yang berupaya memuaskan hedonisme turis baik dalam konteks kesenangan fisik (melalui makanan dan minuman yang halal), maupun kepuasan emosi dan spiritual (melalui musik dan tarian islami).

Disain “Diskotik Islami”

Bagaimana bentuk desain sebuah diskotik yang bernuansa Islam? Pertama, pengelolanya harus menguasai etika bisnis Islam. Memahami konsep “baik” dan “buruk”, “halal” dan “haram”. Meskipun diskotik dikelola oleh wirausaha swasta, keterlibatan pemerintah seperti Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) atau Dinas Syariat Islam (DSI) juga penting. Mereka terlibat dalam pengawasan. Memberi masukan perbaikan dan pengembangan. Dalam hal ini, para ulama dan agamawan tentu harus lebih dahulu berpikiran terbuka. Kalau masih bermazhab Taliban, tak ada potensi wisata yang bisa dikembangkan di daerah kita.

Kemudian, salah satu isu utama diskotik versi sekuler adalah bercampurnya laki-laki dan perempuan. Diskotik versi syariah adalah memisahkan keduanya. Ada diskotik untuk laki-laki. Ada diskotik untuk perempuan. Sementara pakaian pengunjung pun dapat diregulasi sehingga etis dan sopan.

Segala minuman yang memabukkan dilarang. Selain menyuguhkan minuman halal berstandar internasional seperti coca cola, perlu minuman alternatif khas lokal lainnya. Dalam hal ini, ie jok (air enau/nira) menarik untuk dikembangkan sebagai minuman khas diskotik lokal. Ingat, bukan ie jok masam. Dan penyajian ie jok ini, disamping termasuk minuman alamiah menyehatkan juga akan menumbuhkan usaha produksi enau masyarakat lokal.

Bagaimana dengan musik dan tarian? Aceh kaya tradisi menari. Masyarakat Gayo Lues misalnya, suka memainkan Rapa-i dan Saman ketika berkumpul pada malam-malam perayaan. Tradisi ini dapat dikembangkan dan diarahkan menjadi daya tarik diskotik. Tarian-tarian lokal yang enerjik dapat diformulasikan melalui  musik-musik alternatif. Meski masih ada sebagian ulama tradisional yang mengklaim haram dan bid’ah terhadap musik dan tarian, kita juga tidak boleh menutup mata bahwa musik dan tarian adalah bagian dari warisan peradaban Islam.

Al-Farabi misalnya, itu seorang ulama besar abad ke-9 yang sangat cinta kepada musik. Ia menulis Kitab al-Musiqi al-Kabir (“Buku Besar tentang Musik”). Kitab ini terkenal di Barat, bahkan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Hebrew. Al-Farabi juga menciptakan dan memainkan berbagai instrumen musik serta menyusun komposisi nada-nada yang masih dimainkan oleh musisi Islam sampai hari ini. Al-Farabi adalah salah satu diantara banyak ulama yang menggunakan musik sebagai media terapi bagi penyakit jiwa dan intelektual (Amber Haque, 2004. “Psychology from Islamic Perspective: Contributions of early Muslim Scholars and Challenges to Contemporary Muslim Psychologist”. Journal of Religion and Health, 43 (4): 357-377).

Dalam berbagai ordo tarikat, para sufi sangat hobi menari dan sering larut dalam irama musik ketika menempuh jalan menuju fana. Yaitu suatu kondisi spiritual yang mengalami transendensi ilahi. Beragam tarian ditemukan dalam tradisi Islam. Diantaranya tarian Rumi, Hadrah, Marawis, dan lainnya. Bahkan Saman pun disebut-sebut sebagai hasil kreasi para ulama yang mampu menghipnotis penarinya. Sehingga mereka ‘on’ atau ‘fly’ dalam gerakan dan bacaan-bacaan ketauhidan yang dipandu musik dan irama. Jadi, menari dan musik adalah salah satu warisan sufistik yang dapat ditranformasikan dalam diskotik-diskotik Islam.

Dzikir pun yang sudah umum kita praktikkan dapat diformulasikan menjadi produk wisata spiritual. Dzikir yang sering dilantunkan di masjid dan balai-balai pengajian dapat dimainkan dalam beragam ritme dan musik di keremangan diskotik. Gerakan fisik dan kepala ketika berdzikir akan merubah lantai diskotik menjadi arena relaksasi fisik dan ruhani, yang malaikat pun mungkin akan cemburu melihatnya. Al-Ghazali termasuk diantara syaikhul Islam yang toleran terhadap lagu dan tari-tarian. Sejauh memiliki konten dzikir serta mengasah dimensi emosi dan spiritual.

Penutup

Salah satu tantangan ide bisnis ini adalah kesamaan visi antara pebisnis dengan pemerintah sebagai regulator dan agamawan. Konsep ini mendukung visi “wisata halal”. Dalam konsep bisnis, kita dituntut inovatif untuk mengembangkan produk-produk yang beretika. Kita harus kreatif untuk mengislamkan produk-produk sekuler. Sebenarnya, perbankan Islam, itu juga produk sekuler yang diislamisasi. Diganti istilah “bunga” menjadi “margin”. Perbanyak istilah Arab. Islamlah dia. Maka konsep “diskotik islami” juga menarik untuk direalisasikan.

Sekilas ide ini kedengaran konyol. Sekonyol ide-ide ekonomi dan perbankan Islam awal tahun 80-an. Namun yakinlah, jika kita mampu mengkombinasikan antara tradisi spiritualitas ke dalam konsep entertainmen, maka bisnis diskotik alternatif ini akan melahirkan spiritualitas baru bagi masyarakat modern yang jiwanya gersang. Sebuah diskotik yang bisa membuat pengunjung ‘mabuk’ dalam dzikir dan tarian.

Masyarakat kita harus membuka kembali kajian-kajian sufistik dan seni dalam Islam. Termasuk lagu dan musik. Kalau kajiannya hanya kitab tauhid, kitab thaharah, kitab sembahyang, kita puasa, kitab nikah, kitab waris dan kitab haji; bisa-bisa kehilangan nilai estetika hidup kita. Jadi kaku kita. Orang Aceh banyak “pungo” mungkin karena kurang hiburan. Kita dilarang oleh otoritas-otoritas keagamaan lokal untuk menghibur diri. MPU seperti belum punya visi untuk mengembangkan potensi hiburan bagi masyarakat yang kini tercatat paling tinggi angka ODGJ se-Indonesia. Seringkali karena tidak menguasai sesuatu, kita menjadi minder, lalu mengharamkan itu.

Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa Aali Muhammad.*****

___________________
SAID MUNIRUDDIN
The Suficademic
YouTube: 
https://www.youtube.com/c/SaidMuniruddin
Web:
 saidmuniruddin.com
fb: http://www.facebook.com/saidmuniruddin/
Twitter & IG@saidmuniruddin

2 thoughts on ““DISKOTIK ISLAMI”, TEMPAT MABUK DZIKIR DAN MENARI

Comments are closed.

Next Post

SUBUH, SUNYI YANG HILANG

Mon Apr 11 , 2011
SUBUH, […]

Kajian Lainnya