38 TAHUN MEMIMPIN PERANG, LALU SYAHID DI TANGSE

image: saidmuniruddin.com

“38 Tahun Memimpin Perang, lalu Syahid di Tangse”
Oleh Said Muniruddin

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIEM. Lembaga Sejarah dan Pencatatan Nasab Asyraf Aceh kembali mengadakan seminar dan diskusi sejarah pada Jumat (28/7/2017), yang kali ini bertempat di aula Kantor Camat Tangse, Pidie. Kegiatan ini dihadiri oleh para Muspika dan sekitar 50 tokoh masyarakat.

Dalam paparan selama satu jam yang dilanjutkan tanya jawab, Sayed Murtadha dari Asyraf Aceh mengurai tentang salah satu panglima yang memimpin Perang Aceh selama 38 tahun (1873-1911) namun luput dalam pengetahuan publik. Padahal Belanda telah meninggalkan banyak sekali catatan tentang perlawanan beliau.

Dia adalah Habib Abdurrahman bin Hasan Assegaf, atau lebih dikenal dengan Habib Teupin Wan. Ulama ini bergerilya selama 38 tahun mulai dari Aceh Besar (tempat kelahirannya), Samalanga dan berakhir di Pidie. Ia menolak berdamai dengan Belanda, meskipun raja Aceh terakhir yang telah ditahan Belanda meminta beliau bersama Tgk. Mahyudin Tiro untuk “turun gunung.” Ia menolaknya dan memutuskan untuk memimpin sisa-sisa ulama Tiro untuk melanjutkan perang.

Snouck Hurgronje merekomendasikan pemerintah Belanda untuk segera menghabisi tokoh ini guna memuluskan berjalannya penjajahan dan pemerintahan kolonial di Aceh. Akhirnya Letnan Schemidt berhasil melacak keberadaan beliau bersama pengikutnya di daerah Gunung Halimon. Pada 5 Syawal 1329 atau bertepatan dengan 29 September 1911 ia syahid dalam penyergapan. Menurut pengakuan Tgk. Muhammad Rasyid, khadam makam, mayat Habib Teupin Wan dan pengikutnya diturunkan dari gunung oleh kakeknya yang bernama Pangmalem kemudian di kuburkan desa Blang Dalam, yang terletak di kaki gunung Tangse.

“Tidak banyak dari masyarakat kita yang mengetahui siapa beliau. Padahal dalam tradisi tutur warga Tangse beredar kisah serta taktik yang digunakan Belanda dalam penyergapan para pejuang Aceh di Gunung Halimon”, sebut T. M. Ali salah satu peserta. Hal ini juga diakui oleh Camat Tangse dan mengharapkan agar ini menjadi situs sejarah yang terpelihara. Ini menjadi ikon baru Tangse sebagai lokasi wisata sejarah, selain potensi agro wisatanya.

Sementara Danramil Tangse, T. Hasanuddin, dalam sambutannya mengajak warga Tangse menyadari bahwa di perut bumi daerah ini terkubur sosok mulia yang sangat berjasa melawan penjajahan Belanda. “Masyarakat kita minta memelihara ini demi keberkahan Tangse”, katanya.

Isafuddin Ketua KUA Tangse juga menyadari bagaimana pentingnya mengelola aset sejarah sehingga tidak hanya bernilai spiritual, tetapi juga ekonomi. Ia mencontohkan bagaimana situs dan makam para ulama di pulau Jawa menjadi sektor yang atraktif bagi wisatawan dan peziarah. Tangse atau Kabupaten Pidie diharapkan juga bisa melakukan hal serupa terhadap sejumlah situs yang ada.

Seminar sejarah Habib Teupin Wan ini juga direncanakan akan diadakan di Kota Sigli dengan menghadirkan lebih banyak peserta. “Pengetahuan sejarah seperti ini harus dikonsumsi lebih luas oleh semua elemen masyarakat di Pidie, sehingga semua meusigrak untuk melestarikan situs situs sejarah”, kata Fadhlullah T.M Daud Wakil Bupati Pidie kepada tim Asyraf Aceh.

Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa Aali Muhammad.*****

Next Post

PENYEBAB KEMISKINAN

Thu Aug 10 , 2017
Penyebab […]

Kajian Lainnya