“MANAJEMEN TASBIH”: PRINSIP-PRINSIP PEMBANGUNAN BERBASIS ETIKA

“Manajemen Tasbih”: Prinsip-Prinsip Pembangunan Berbasis Etika
Oleh Said Muniruddin

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIEM. Visi dan misi pemerintah daerah dapat dicapai melalui 4 kerangka manajemen yang berlandaskan nilai-nilai (spiritual functions of management). Prinsip-prinsip ini mendorong terwujudnya tatakelola pemerintahan yang baik dan bersih.

Pertama: SUBHANALLAH, Maha Suci Allah (Planning). Kata kuncinya “Suci.” Pembangunan dimulai dari kesucian hati dan pikiran para pelakunya. Yaitu dengan membebaskan ide, niat dan segala bentuk rencana dari kecurangan cara berfikir (bisikan setan), ego dan kepentingan personal yang sempit (nafsu kejahatan). Perencanaan diarahkan untuk memberi keadilan dan kebaikan bagi kemanusiaan (adil dan ihsan). Substansi tujuan dari pembangunan sebenarnya untuk memperoleh outcome yang lebih tinggi dari sisi Tuhan. Dalam khazanah kultural keislaman, sebelum memulai sesuatu, setiap pelaku pembangunan senantiasa diajarkan untuk mengucapkan: “Bismillahirrahmanirrahim”. Artinya, pembangunan diawali oleh pemahaman yang benar bahwa tujuan dan sasaran tertinggi adalah (ridha) Allah swt. Dalam Sholat juga diajarkan: “Inna shalati wanusuki wamahyaya wamamati lillahi rabbil ‘alamin.” Artinya, setiap gerak langkah perjuangan pemimpin daerah bersama aparaturnya semata-mata untuk Allah swt.

Nabi SAW juga memberi petunjuk kepada kita, “Innamal ‘amalu binniyat.” Maknanya, nilai amal dalam membangun daerah sangat tergantung dengan niat. Niatlah yang menentukan apakah aparatur pembangunan sejak awal merintis jalan kepada keberhasilan (surga) atau kepada azab dan kegagalan (neraka). Pembangunan yang bersih dan bebas korupsi adalah pembangunan yang berlandaskan kepada integritas: niat yang bersih (prinsip kesucian hati dan pikiran). Inilah bentuk aplikatif dari dzikir Subhannallah (Maha Suci Allah) dalam keseharian kita. Asma Allah yang Suci harus tercermin dalam kesucian hati dan pikiran sejak tahap perencanaan pembangunan.

Kedua: ALHAMDULILLAH, Segala Puji bagi Allah (Organizing). Kata kuncinya: “Puji.” Dalam manajemen moderen, prinsip Alhamdulillah dikenal dengan “appreciative inquiry”. Yaitu, sebuah pendekatan apresiatif dalam pengelolaan pembangunan. Prinsip Alhamdulillah ini menempatkan penghargaan (appreciation) terhadap semua potensi yang dimiliki daerah, organisasi dan individu. Ketika mengelola orang dan sumberdaya lainnya, yang harus dikedepankan adalah sikap positif seperti memuji, menghargai, menghormati dan mengakui sekecil apapun hal-hal terbaik yang sudah ada.

Melalui prinsip ini, interaksi sosial dalam pembangunan akan terhindarkan dari perilaku sirik (suka mengejek dan menyalahkan). Melalui prinsip ini, aparatur dan sumber daya di organize sedemikian rupa dengan cara penuh penghargaan, penghormatan, atau apresiasi; bukan dengan cara mengejek, mengkritik, meremehkan, menghina, dan sikap negatif lainnya. Sumberdaya pembangunan akan mudah digerakkan ketika diaktifkan dengan model-model manajemen yang apresiatif. Inilah bentuk aplikatif dari zikir Alhamdulillah, membangun dengan cara mendorong partisipasi dengan memberi apresiasi.

Ketiga: LA ILAHA ILLALLAH, Tidak Ada Tuhan Selain Allah (Directing). Kata kuncinya, “Kesatuan.” La Ilaha Illallah dikenal sebagai kalimah tauhid atau ke-Esa-an Tuhan. Pada level zikir, seseorang melafalkan kata-kata ini untuk membebaskan jiwa dari penyerahan diri kepada berbagai berhala dunia atau tuhan-tuhan palsu. Pada level aplikatif, zikir ini menyiratkan prinsip kesatuan gerak dan tujuan dalam pembangunan. Kalimah ini berfungsi sebagai penyatu arah dan tujuan organisasi. Setiap orang dalam pemerintahan harus bergerak pada tujuan yang sama (one direction), tidak bermain sendiri-sendiri. Semua elemen pembangunan (pemerintah/SKPD/badan/organ/masyarakat/swasta dan lainnya) pada prinsipnya satu, tidak boleh terpecah.

Pembangunan memang mengakui adanya keragaman, namun meniadakan individualisme. Prinsip La ilaha illa Allah juga mencerminkan kesatuan tindakan, kesatuan semua etnis dan ras. Ikatan “satu Tuhan” ini melampaui sekat-sekat agama dan kesukuan. Anggota organisasi adalah satu sebagai kelompok, satu sebagai tim, satu dalam semangat. Kalimah tauhied menyiratkan integrasi sistem. Prinsip Tauhid ini menjadi dasar untuk membangun the unity of governance, kesatuan tata kelola pembangunan. Dalam hal ini, visi dan misi pemerintahan menjadi pengikat kesatuan tujuan dan arah semua aktor pembangunan.

Keempat: ALLAHU AKBAR, Allah Maha Besar (Leading). Kata kuncinya “Besar.” Allahu Akbar memiliki makna bahwa semuanya kecil, tidak ada yang dapat menandingi kehebatan dan kekuatan yang diberikan oleh Tuhan. Fungsi takbir menunjukkan komitmen tertinggi untuk memenuhi misi pembangunan. Pada kalimat ini tergambar kebesaran, keberanian, komitmen, determinasi, tanggungjawab, keteguhan, sekaligus spirit untuk meraih kemenangan. Prinsip Allahu Akbar ini menjadi spirit ideologis bagi pemerintah untuk pencapaian tujuan pembangunan secara penuh tanggungjawab dan akuntabel. Tidak peduli bagaimanapun situasi yang dihadapi, baik pada waktu-waktu sulit ataupun pada saat-saat penuh tekanan, takbir merupakan fungsi manajemen yang memberi energi tidak terbatas bagi seluruh aparatur untuk melayani masyarakat.

Melalui prinsip ini, semua stakeholder pembangunan ikhlas berjihad untuk melaksanakan tugas-tugas kebaikan (amar makruf), serta mendedikasikan waktunya untuk memenuhi standar pelayanan terbaik bagi masyarakat. Takbir tidak hanya memberi pelakunya kekuatan, tetapi juga daya yang tidak terkalahkan. Pada prinsip “Allah Maha Besar” terkandung kekuatan yang tidak seorangpun dapat menghancurkan komitmen untuk mensukseskan pembangunan. Allahu Akbar adalah fungsi leading (memimpin), actuating (meng­aktualkan), atau implementing (mengimplementasikan) amanah rakyat tanpa kenal lelah. Pada prinsip takbir yang dahsyat ini tergambar persona diri terbaik dari pemerintah dan aparaturnya untuk mencapai misi pembangunan masing daerah.

KESIMPULAN. Fungsi-fungsi manajemen yang selama ini digunakan (planning, organizing, actuating, controlling, dsb) memang secar “rasional” mampu memberi arahan untuk melakukan sesuatu secara benar (to do the things right). Namun prinsip-prinsip tersebut tidak memiliki “ruh” yang mengarahkan untuk melakukan hal-hal benar (to do the right things). Akibatnya, berbagai tindak kecurangan dan kejahatan terjadi sepanjang proses pembangunan karena tidak terintegrasinya panduan moral. Sementara fungsi-fungsi “Manajemen Tasbih”, selain memberi arahan untuk membangun secara rasional juga memiliki pesan-pesan spiritual. Konsepsi manajemen ini menempatkan Tuhan pada semua fungsinya. Inilah model manajemen yang berdimensi ilahiah, membangun dengan basis etika.

Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa Aali Muhammad.*****

NOTE: Download disini PowerPoint “Manajemen Tasbih.”

Next Post

SEPATU WALED

Wed Sep 6 , 2017
SEPATU […]

Kajian Lainnya