PERIBUMI

image: merdeka.com

Peribumi
Oleh Said Muniruddin

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIEM. Terkait dengan hak-hak kepemilikan dan pengelolaan bumi, manusia terbagi dalam dua golongan: peribumi dan non-peribumi. Kata “bumi” menjadi pembuka diskusi kita. 

Tuhan menciptakan bumi lalu diserahkan hak pengelolaannya kepada orang-orang yang dapat diandalkan, atau yang disebut “khalifah”: Wakil Tuhan di bumi. Hanya khalifah Tuhan yang bisa membawa bumi kepada tujuannya, yaitu adil dan sejahtera. Oleh sebab itu, mereka yang diserahkan bumi disebut sebagai “peribumi.”

Sebagaimana halnya “peri”, peribumi atau pribumi adalah orang-orang sederhana yang hidup dengan fitrah (hati yang suci). Mereka punya nilai-nilai kearifan dalam mengelola bumi sehingga masyarakat dapat hidup makmur dan bahagia jika mereka yang memimpinnya.

Pada prinsipnya, semua manusia punya hak untuk mewarisi kepemimpinan di bumi. Tetapi sayangnya, ada dari kelompok manusia yang hidup dengan nafsu. Jika bumi diserahkan kepada mereka maka kehancuran hasilnya. Oleh sebab itu, mereka tidak boleh mewarisi bumi. Sehingga mereka disebut sebagai “non-peribumi.” Bahkan karena sifatnya yang cenderung jahat, mereka juga layak disebut “setanbumi.”

Setanbumi merasa dirinya lebih hebat dan lebih mulia dari kelas masyarakat lainnya. Mereka merasa powerful serta berusaha menguasai segalanya (rakus). Untuk mencapai tujuannya, mereka tak segan-segan untuk menindas dan menjajah (kolonialisasi). Politik dan perdagangan mereka sangat licik. Jika peribumi memimpin untuk memakmurkan umat manusia, setanbumi mencoba menguasai dunia guna akumulasi kekayaan pribadinya.

Sejak awal sejarah manusia sudah ada pertentangan antara peribumi dengan setanbumi. Habil misalnya, adalah sosok peribumi. Sementara Qabil adalah setanbumi. Qabil menghabisi Habil agar dapat menguasai berbagai sumberdaya di muka bumi.

Dan sepanjang sejarah manusia kita menyaksikan bagaimana si rakus senantiasa mendhalimi si shaleh. Si Muawiyah menggeser si Ali. Si Yazid memancung si Husain. Si Belanda memperbudak si Melayu. Si Zionis memerangi si Palestina, si Myanmar mengusir si Rohingya, dan sebagainya.

Meskipun si jahat berkuasa dimana-mana, alam semesta hanya percaya kepada si shaleh sebagai pewaris resmi kekuasaan di bumi. Agar hukum alam kembali seimbang, maka tugas kita adalah memperjuangkan agar dunia ini berada ditangan orang-orang shaleh (peribumi). Dan pada saatnya, sebagaimana janji Tuhan, mereka akan memperoleh hak-haknya untuk mewarisi dan memimpin bumi:

“Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi” (QS Al-Qashash, 28: 5). 

“Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang saleh” (QS Al-Anbiya, 21: 105).

Indonesia ini negeri amanah Tuhan. Suku bangsa apapun yang shaleh yang tinggal di dalamnya adalah pribumi dan layak memimpin serta mewarisi. Apakah dia itu Arab, Cina, Eropa, Hindi, ataupun Melayu; sejauh dia itu beriman dan beramal shaleh maka mereka itu pemilik sah bumi ini (pribumi). Tidak serta merta karena anda melayu tapi berperilaku korup, lalu menyebut diri sebagai pribumi (pewaris bumi). Pun anda para pendatang baru di negeri ini, jadilah pribumi yang shaleh. Jangan jadi cukong yang memiskinkan rakyat di negeri ini.

Maka sudah benar jika pembangunan fokus kepada hak-hak peribumi. Sebab, di sekeliling kita banyak sekali orang baik (peribumi) yang termarjinalkan. Mereka harus di up-grade, dididik dan diberdayakan agar menjadi para pemimpin dan pengelola yang sah berbagai sektor pembangunan di negeri ini. Hanya peribumi (orang beriman dan beramal shaleh) yang bisa memakmurkan negeri ini, apapun suku bangsanya.

Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa Aali Muhammad.*****

Next Post

HAPPY WHEELCHAIR

Thu Oct 19 , 2017
HAPPY […]

Kajian Lainnya