BINTANG ‘ARASY DI RANTAUPRAPAT

image: saidmuniruddin.com

Bintang ‘Arasy di Rantauprapat 
Oleh Said Muniruddin

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIEM. Kali ini saya kembali diundang berceramah pada forum leadership training mahasiswa di Sumatera Utara. Temanya “Leadership and Movement”, dengan durasi satu hari penuh, dari pagi sampai malam, pada Rabu 31 Januari 2018.

Pelatihan yang berlangsung selama seminggu ini (28 Januari – 3 Februari 2018) bertempat di kota Rantauprapat, Kabupaten Labuhanbatu. Kabupaten dengan 9 kecamatan dan total penduduk sekitar 500.000 jiwa ini memiliki populasi 80 persen muslim.

Supir F1

Setelah mendarat di Kualanamu, perjalanan ke Rantauprapat masih setengah hari. Perjalanan kesana bisa dilakukan dengan kereta api. Namun saya menggunakan travel Avanza yang sudah dibooking panitia.

Perjalanan dari Kualanamu ke Labuhanbatu melewati 7 Kabupaten. Jadi kabupaten ini memang sudah hampir berada diujung timur Sumatera Utara. Jarak dari ibukota Kabupaten (Rantauprapat) ke perbatasan Riau hanya sekitar 1,5 jam perjalanan lagi.

Karena suasana lagi sepi, saya merupakan satu-satunya penumpang. Harga tiket yang harus saya bayar (dibayar panitia) adalah Rp350.000,-. Sebenarnya harga tiket perpenumpang Rp150.000,- dan muat maksimal 6 orang. Tetapi karena tidak ada penumpang lain, maka mobil ini bersedia mengantarkan saya dengan biaya sebesar itu.

Dengan jumlah bayaran sebesar itu, si supir memperoleh pendapatan sekitar Rp150.000, setelah mengisi minyak Rp200.000,- dan menyetor ke loket sebesar Rp50.000,-. Jumlah uang sebanyak itu dianggap sudah memadai, karena si supir sendiri adalah orang Labuhanbatu. Hitung-hitung sambil pulang bawa penumpang untuk sekedar menutupi biaya operasional.

Sepanjang perjalanan saya harus ‘mengikat jantung’ duduk di mobil yang disupiri Pak Parino, pria keturunan Jawa kelahiran Sumatera. Meskipun usianya sudah 55 tahun, dan ia menyebut dirinya sebagai supir tertua pada travelnya, ia mengebut mobil dengan sangat kencang. Macam di sirkuit Formula One. Kencang sekali. Bahkan ugal-ugalan.

“Ugal-ugalan boleh”, begitu katanya kepada saya. “Tapi harus sportif”, tambahnya lagi. Tidak mengerti saya, apa makna “ugal-ugalan yang sportif.”

Normal waktu tempuh ke Rantauprapat siang hari bisa mencapai 7 jam. Jalannya bisa macet oleh mobil-mobil kontainer dan truk bermuatan. Tapi dia mampu memacu mobil dan tiba ditempat dalam waktu kurang dari 6 jam.

Sangat menegangkan, karena sepanjang perjalanan mobil yang saya tumpangi seringkali berpapasan tipis dengan mobil-mobil lain baik yang searah maupun berlawanan arah. Hal ini mengingatkan saya dengan kasus-kasus kecelakaan di jalan raya akibat supir yang kelihatannya siap mati untuk prinsip “time is money.”

Memang dari sejumlah pengalaman yang saya lalui, supir-supir travel termasuk bus trayek jarak jauh cukup angkuh dijalanan. Kerjaannya main serobot saja dan merasa benar dengan tindakannya.

Perjalanan Kualanamu – Rantauprapat menawarkan pemandangan yang monoton. Praktis jarak sepanjang 300 Km di jalur lintas timur pulau Sumatera ini hanya disuguhi hamparan sawit dan pepohonan karet. Sesekali terlihat baliho dan spanduk pasangan bakal calon gub/wagub Sumatera Utara: Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah, Djarot Saiful Hidayat-Sihar Sitorus, dan JR Saragih-Ance Selian.

HMI Labuhanbatu Raya 

Acara bernama “Intermediate Training” (LK-II) ini dilaksanakan oleh HMI Cabang Labuhanbatu Raya, Sumatera Utara. Cabang HMI yang baru berdiri pada 2003 ini merupakan gabungan 5 komisariat dari 3 kabupaten (Labuhanbatu: 3 komisariat, Labuhanbatu Utara 1 komisariat dan Labuhanbatu Selatan: 1 komisariat).

Yang mengundang saya adalah Jagul Abadi Tanjung, sosok ulet yang juga Ketua Umum HMI Cabang. Itu juga atas rekomendasi sejumlah kader dan instruktur yang sebelumnya juga pernah mengikuti training ditempat lain bersama saya. Jagul ini juga pernah mengikuti training LK-II di Jambi yang saya juga ikut menjadi pematerinya.

Kepemimpinan Jagul ini cukup unik. Ia terpilih menjadi Ketum Cabang Labuhanbatu Raya setelah 2 periode mengabdi di Badko Sumut. Jarak usianya dengan pengurusnya mencapai 6 tahun. Semua stafnya berasal dari komisariat dan belum pernah duduk di cabang. Ada dinamika keorganisasisan yang menyebabkan hal-hal seperti ini terjadi.

Master of Training (MoT) Irham Bakti Pasaribu juga pernah mengikuti Advanced Training (LK-III) di Aceh pada 2013 silam. Beberapa pengelola training seperti Rahmat, juga pernah mengikuti Advanced Training (LK-III) di Aceh pada 2015, dan training Seniour Course di Langsa pada 2013 yang saat itu di masteri oleh M. Ridha Ramli.

Leadership Spirit

Ada sesuatu yang membanggakan setiap menghadiri acara-acara training mahasiswa seperti ini. Demikian juga dengan kegiatan yang diikuti oleh 25 peserta dari provinsi Sumut, Riau dan Padang tersebut. Bukan hanya sekedar memberi materi, saya selalu menyerap energi positif dari para kader yang haus akan pengetahuan ini.

Mereka datang dari berbagai daerah dengan biaya sendiri, atau dengan berbagai cara menemui orang-orang yang dapat memberangkatkan mereka untuk sampai ke tujuan. Bagi kebanyakan mahasiswa, mungkin yang disebut belajar ya hanya di ruang kampusnya saja.

Tetapi bagi para aktifis dan ilmuwan visioner, mereka berani melintasi batas-batas wilayah, menemui guru-guru baru, masuk ke forum-forum intelektual, serta bersilaturahmi dan membangun interaksi dengan berbagai kelompok sosial guna memperoleh pencerahan kepemimpinan dan spiritual.

Saya kira banyak tokoh-tokoh lokal, nasional dan dunia (baik ulama, politisi, intelektual dan praktisi) yang lahir dari leadership spirit seperti ini. Mereka menuntut ilmu ke berbagai daerah dan guru. Sesungguhnya, Islam itu sendiri sebuah “thariqah” atau “jalan”. Barangsiapa berhenti dari belajar, maka ia akan tergilas. Islam sebagai “jalan” mewajibkan kita untuk terus bergerak diatasnya.

Penutup

Perjalanan ke Rantauprapat adalah tambahan pengalaman berharga lainnya bagi saya. Meskipun belum sempat mencicipi “Balakka” makanan khas lokal disana, ternyata tidak kurang dari 10 warung Mie Aceh juga eksis di sana.

Namun kesempatan menikmati “Sate Hot Plate” di Rumah Makan Raja sudah mewakili itu semua. Saiful Bahri Munthe sang pemilik warung sederhana ini ternyata juga hobbi berdiskusi, suka mengkoleksi buku-buku lama, dan sebelumnya juga pernah tinggal di Kota Langsa.

Tunai sudah tugas Bintang ‘Arasy di Rantauprapat. Tak terasa, 6 jam perjalanan pulang dengan travel innnova kembali mengantarkan saya ke Kualanamu. Saya langsung check-in sambil menunjukkan kode booking dari panitia.

Sipetugas dengan ramah melayani dan tiba-tiba berkata: “Maaf pak, tiket keberangkatan bapak ke Banda Aceh bukan untuk hari ini (1 Februari 2018), tetapi sebulan lagi (1 Maret 2018).” Hah! Salah booking.

Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa Aali Muhammad.*****

2 thoughts on “BINTANG ‘ARASY DI RANTAUPRAPAT

Comments are closed.

Next Post

"DÖNYA" (DUNIA)

Sat Feb 3 , 2018
“DÖNYA” […]

Kajian Lainnya