VIBRASI GUA HIRAK

image: Selain diikuti oleh orang tua, suluk di Dayah Sufimuda Aceh juga diminati oleh ratusan pemuda dan remaja dari berbagai daerah di Indonesia. Tidak hanya memperoleh kekuatan jiwa, berbagai fenomena spiritual mereka alami selama beruzlah disana (“Selfie Setelah Suluk”, 7 Maret 2019).

Vibrasi Gua Hirak
Oleh: Said Muniruddin

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIEM. Awal peradaban manusia dapat dilacak dari rekam artistik mereka di dinding gua. Ruang yang gelap menjadi tempat favorit para aktor masa lalu dalam merintis masa depan. Seperti itu pula kehidupan kita, semua bermula dari kehangatan rahim seorang ibu. Dari ruang sempit itu seseorang tumbuh dan ditiupkan ruh oleh Tuhan.

Islam juga begitu. Awal mula momentum interaktif transendental (tradisi kewahyuan) antara Muhammad dengan Allah dimulai dari dalam gua. Kelihatannya kita tidak bisa mengabaikan keberadaaan ruang-ruang sempit, ataupun kelambu-kelambu suluk, yang menjadi infrastruktur bagi turunnya rahmat untuk perjalanan kemanusiaan.

Bagaimana proses terbentuknya bayi mulai dari benih awal sampai memiliki struktur sempurna, kita tidak pernah tau. Kecuali kita telusuri secara ilmiah semua kejadian biologisnya. Demikian juga dengan Muhammad, bagaimana wujud manusia biasa ini (basyar) dapat menjadi figur nabi dan rasul, juga harus ditelusuri proses pembentukan ruhaninya. Namun sedikit sekali orang yang tau apa yang beliau alami di Gua Hirak sebelum dianugerahi wahyu.

Orang-orang hanya tau, beliau sering ke Jabal Nur yang saat itu berjarak sekitar 5 Km dari lembah Mekkah atau Masjidil Haram. Lalu karena sering kesitu, tiba-tiba turun wahyu: “Iqra!”. Tidak sesederhana itu.

Apa yang dilakukan Nabi SAW di ketinggian bukit 281 meter itu hanya disebutkan secara umum dalam buku-buku sejarah. Seolah-olah itu uzlah biasa. Apa persisnya yang beliau lakukan dalam celah bebatuan yang hanya memiliki lebar 1,60 meter, tinggi 3 meter dan dalamnya 3,7 meter itu? Apakah Beliau hanya duduk-duduk minum kopi, makan-makan, merokok, dan tidur-tiduran sambil mikir-mikir sesuatu? Pasti ada sesuatu yang misterius disana.

Rasanya tak perlu mendaki sampai 600 anak tangga untuk sampai di celah sempit berbatu untuk sekedar cari angin. Gua Hirak yang terletak pada tebing menanjak yang agak curam bukan tempat wisata yang tepat untuk menghilangkan masalah. Walaupun tidak terlalu tinggi, butuh kekuatan mental dan fisikal yang kuat untuk mendaki lereng kering berbatu. Pasti ada riyadhah atau ritual khusus, sehingga setiap tahun Beliau menetap lama-lama, berhari-hari dan bermalam-malam disana.

Semua yang beliau jalani disana menjadi cikal bakal metodologi tarekat dalam Islam. Tarekat adalah jalan menuju keterkoneksian secara langsung dengan Allah, yang ditempuh melalui riyadhah ruhani. Riyadhah adalah latihan untuk mengaktivasi dimensi terhalus dari jiwa yang juga dilakukan melalui olah fisik tertentu. Sehingga butuh kesehatan fisik dan mental untuk menempuh jalan seperti ini. Naik haji saja kalau sudah tua tidak efektif lagi. Padahal haji itu, seperti syariat wukuf misalnya, adalah ibadah perjumpaan dengan Allah yang hakikatnya hanya bisa dirasakan oleh ahli tarekat.

Makanya, banyak manusia suci yang muda-muda sudah jadi nabi (atau wali). Muhammad sendiri usia 40 sudah menembus alam rabbani dan memperoleh mandat suci langsung dari Allah SWT. Lama beliau melakukan olah ruhani di Gua Hirak.

Ibadah apa yang beliau lakukan di tempat sunyi dan terpencil selama berminggu-minggu? Apa yang ia baca dalam waktu yang lama itu? Atau ia diam saja? Jika ia duduk, seperti apa ia duduk. Kalaupun ia tidur, seperti apa cara tidurnya? Apa yang ia makan? Seperti apa pola hidupnya ditempat yang jauh dari keluarga itu? Apa yang beliau lakukan disana sehingga Allah bersedia hadir dan memberikan Kalimah yang otentik kepadanya?

Biasanya, kalau kita melihat seseorang bolak-balik ke rumah seorang janda; ini patut dicurigai. Pasti ada sesuatu yang serius yang dilakukan disana. Lha, Muhammad bolak-balik masuk gua, ada apa? Ngapain aja dia ditempat tak berpenghuni? Pasti ada sesuatu yang sangat rahasia yang ia lakukan disana. Begitu rahasianya, sehingga tidak ada record memadai dalam kitab-kitab hadis tentang bentuk ibadah Beliau disana.

Maka wajar, label bid’ah banyak ditujukan oleh orang awam kepada mereka yang mengamalkan ilmu-ilmu dzikir sirr para nabi. Mereka cuma tau, Nabi tiba-tiba menerima wahyu di gua itu. Mereka tidak tau apa bentuk mujahadah yang beliau lakukan dalam periode panjang di lereng bukit itu. Tidak ada sejarawan yang mengulas detil metodologi menyendiri (uzlah) yang dapat menyibak potensi spiritualitas sosok pribadi seperti Muhammad.

Sama halnya seperti kita ketahui kalau Bill Gates, Warren Buffet, Mark Zuckerberg dan Jack Ma, itu semua orang kaya. Tetapi bagaimana mereka menderita dan berkeringat selama puluhan tahun tak populer. Kita tau Messi dan Ronaldo peraih Ballon D’or, Khabib Nurmagomedov juara MMA, Jimi Hendrix ahli gitaris. Namun seperti apa mereka lelah melatih dirinya sampai menjadi yang terbaik di bidangnya, tidak kita hiraukan. Padahal disitulah inti pelajaran. Orang-orang hanya tau dakwah Islam dimulai setelah Nabi menerima wahyu. Proses panjang ia bermujahadah untuk memperkuat wadah guna menerima semua itu, tidak dibahas. Padahal latihan yang sama bisa kita tiru (teladani). Agar manusia biasa seperti kita juga dapat taqarrub atau dekat dengan alam wahyu (ilham).

Karena kisah panjang beliau beruzlah tidak kita warisi, maka ruhani kita tidak seperti Nabi. Yang mirip Nabi cuma celana dan janggut kita saja. Selama 100 tahun belakangan, yang gencar berkembang adalah “Islam materialisme”. Islam yang hanya memberi perhatian pada aspek lahirnya saja (penampilan dan hafalan). Segala sesuatu yag terkait dunia batin dicurigai. Makanya berkembang takfirisme, radikalisme dan ektrismisme lewat jargon-jargon sesat dan bid’ah. Itu semua bentuk-bentuk keislaman yang kering dari spiritualitas. Yang dibahas keburukan orang terus, dan gagal menghisab diri sendiri.

Begitu tersembunyinya rahasia sukses orang-orang hebat di dunia. Sehingga amalan khusus mereka hanya bisa dilacak dari orang-orang terdekat saja. Rahasia ilmu-ilmu hakikat para nabi juga begitu, hanya bisa ditelusuri sanadnya pada para ahli silsilah ilmu-ilmu ruhaniah (orang-orang khawas atau khawasul khawas). Kata Abuya Sufimuda, “Tidak mungkin ilmu hubungan suami istri diceritakan kepada anak-anak. Demikian juga ilmu-ilmu hakikat, cukup kepada orang dewasa saja disampaikan”. Beliau juga menerangkan, “Ilmu bedah mayat tidak dipraktekkan di pinggir jalan untuk dilihat orang. Ilmu dzikir untuk ‘membedah’ dada juga begitu, hanya untuk diamalkan dalam kesunyian”.

Itulah karakter para sufi, pandai menjaga rahasia. Beberapa yang keceplosan seperti Bayazid Al-Bisthami, Husein Al-Hallaj, Abdulkarim Al-Jilli, Siti Jenar, Hamzah Fansuri membuat stress orang awam. Tetapi masyarakat kita juga terlalu dungu, mudah kumat penyakit gilanya saat melihat ada orang menjelaskan sesuatu dengan filsafat ketuhanan yang berbeda.

Apa yang ingin kami sampaikan pada tausiah ini adalah, Islam bermula dari kesunyian. Dari Gua Hirak. Inilah akar tradisi tasawuf dan tarekat. Menyepi dari ‘dunia’. “Dunia adalah sesuatu yang menjauhkan engkau dari Allah”, kata Abuya Sufimuda.

Kita misalnya, setiap hari tidak bisa terlepas dari hp. Kita boleh saja menganggap gadget ini sebagai sesuatu yang baik dan memudahkan kehidupan dunia kita. Tetapi tanpa disadari, alat elektronik seperti ini telah menyerap seluruh jiwa raga kita. Anda tidak bisa bercerai dengan itu. Seluruh molekul tubuh anda dipengaruhi oleh gelombang informasi yang tidak pernah anda bisa verifikasi kebenarannya. Inilah dunia.

Sementara di alam sana ada Allah. Seharusnya 24 jam kita dapat menyerap infomasi dari Dia. Untuk dapat tersambung kepada-Nya, sosok seperti Muhammad bersedia memutuskan kehidupan perkotaan, meninggalkan keluarga, mengabaikan pekerjaan, mematikan hp, lalu beruzlah di ruang sunyi di pinggir Mekkah. Ia benar-benar “meninggal”. Meninggalkan ‘dunia’ untuk tersambung dengan dimensi akhirat (Allah).

Setelah terkoneksi dengan Allah, barulah ia “turun” kembali ke dunia sebagai sosok rahmatallil’alamin. Hanya ketika tersambung dengan Allah kita dapat membawa rahmat bagi manusia. Sebab, energi yang kita salurkan kepada masyarakat adalah energi nurullah. Yaitu energi muraqabah yang telah kita kumpulkan dari alam akhirat (alam ketuhanan, alam kesunyian atau alam kegaiban).

Kalau sudah menjadi rahmatallil’alamin, pasti semua yang kita sentuh menjadi baik. Kita sentuh air, air jadi obat. Kita masak makanan, makanan jadi berkat. Kita main musik, nada-nadanya penuh khitmat. Kita hadir disebuah tempat, orang-orang jadi bersemangat. Kita pimpin sebuah gerakan, hasilnya membawa manfaat. Tanpa energi ini, semua yang kita lakukan berujung mudharat.

Banyak pemimpin yang sulit membangun. Bukan karena kurangnya SDM atau terbatasnya anggaran. Tetapi tidak ada “vibrasi ilahiah” (ikhlas). Semua yang dibuatnya gagal atau meninggalkan masalah. Kita tidak kekurangan orang cerdas. Kita minim orang-orang yang ruhaninya tersambung dengan Allah.

Maka belajarlah mengakses “cahaya wahyu”. Untuk itu anda butuh wisata ke alam rabbani (dengan cara uzlah, iktikaf, khalwat atau suluk). Lalu pulang membawa energi murni dari sisi Allah. Carilah “tour guide” (jibril, khidir atau mursyid) yang handal. Yang menguasai peta alam ketuhanan.

Jangan terus-terusan liburan ke Singapore atau Bali. Sebab yang anda bawa pulang dari sana justru setan. Anda memang bahagia sesaat sewaktu kembali. Tetapi esoknya galau lagi, karena bukan Allah yang anda peroleh dalam perjalanan seperti ini. Kalau benar Allah yang anda jumpai, bahagianya pasti abadi.

Baca tulisan sebelumnya tentang: “UZLAH” (MENGASINGKAN DIRI).

Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa Aali Muhammad.*****
___________________
PENULIS adalah inisiator Pemuda Sufi, sebuah gerakan yang memperkenalkan dunia irfan dan tarekat kepada generasi muda dan mahasiswa, guna mewujudkan Indonesia yang bermuraqabah (memiliki getaran ilahiah).

Next Post

APA ITU BID'AH?

Fri Mar 15 , 2019
Apa […]

Kajian Lainnya