KESURUPAN

image: Surah al-Falaq 1-5

Kesurupan
Oleh: Said Idris Athari Muniruddin I Rector I The Zawiyah for Spiritual Leadership

BISMILLAHIRRAHMANIRAHIEM. Kebetulan dalam setahun ini saya banyak memperhatikan perilaku orang-orang kesurupan. Kalau seseorang sudah kesurupan, itu bukan lagi mereka. Ada dimensi lain yang mengontrol dan menggerakkannya. Tenaga, bahasa, gaya, tatapan, bahkan suaranya; semuanya sudah berbeda.

Fenomena orang kesurupan, dimana-mana hampir sama. Mereka menjadi sangat berani menghadapi dan mempelotototi siapapun yang dilihat “setara” dengan mereka. Tetapi selalu takut menatap orang-orang yang mereka ketahui ada “nur” (cahaya mukhlisin) dalam diri mereka.

Kebiasaan lain orang-orang yang kerasukan jin adalah menyimpan rasa benci dan marah kepada orang-orang disekitarnya. Mereka suka berteriak. Sementara kalau diajak bicara, penjelasannya terkadang sangat menarik. Tetapi sesungguhnya dia sedang berbohong. Memang karakter makhluk ini adalah suka memberi informasi palsu dan menyesatkan.

Sudah kerjaannya jin mengganggu manusia. Terutama orang-orang yang jasadnya bisa mereka “masuki”. Jangankan jin yang unsurnya sangat halus, unsur angin pun dapat masuk ke tubuh dan membuat kita sakit.

***

Itu fenomena kerasukan jin yang bersifat “demontratif”. Sering membuat heboh. Ada metode rukyah untuk mengobatinya. Sementara itu, ada fenomena kerasukan serupa yang juga ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Bentuknya lebih “latent”. Apa itu?

Kita jumpai begitu banyak orang yang  hidupnya diliputi perasaan was-was. Galau. Ada yang bawaannya suka marah-marah. Sifat iri dan dengki juga begitu menguasai. Bahkan ada yang punya kemampuan membenci orang selama puluhan tahun. Disamping bicaranya sering mengelabui, juga suka menertawakan orang. Mirip sekali dengan perilaku jin, arogan.

Percayalah, ada sesuatu yang ganjil dalam diri mereka. Itulah “setan” (karakter jin jahat atau iblis yang sudah menyatu dalam darah daging). Hampir semua manusia, kecuali beberapa yang maksum, terkontaminasi dengan kekuatan hitam ini. Kita tidak sadar kalau cara berfikir, berbicara dan bertindak sering dikontrol oleh kekuatan jahat ini. Selalu ada yang membisiki alam kesadaran kita untuk melakukan hal yang salah (QS. An-Nas: 1-5). Sehingga, output dari kinerja sehari-hari tidak memberi rahmat bagi sekalian manusia. Penyakit fisik sekalipun, sering berawal dari alam psikis yang terganggu.

Orang-orang yang terekspose (kerasukan) jin yang akut ini ada dimana-mana. Di kantor-kantor pemerintahan, di DPR, di kampus-kampus, di LSM, di organisasi-organisasi profesi dan perusahaan-perusahaan. Bahkan lembaga-lembaga keulamaan sendiri tidak bisa lepas dari pengaruh makhluk jahat ini. Sehingga muncul slogan: “mazhab ku lebih baik dari mazhab mereka”, “capres kita yang paling islami”, “selain kita bid’ah”, dan sebagainya.

Fenomena kerasukan masal terbaru kita temukan pada Pilpres 2019. Entah bagaimana, tiba-tiba seluruh elemen masyarakat saling teriak tidak karuan. Saling tuduh. Saling hujat. Saling menyapa dengan keburukan: “cebong” dan “kampret”. Semua merasa paling beragama dengan cara-cara paling menyesatkan. Mulai dari yang berdasi sampai yang berjubah, perilakunya sama. Saya khawatir, apakah kita semua akan benar-benar sembuh setelah Ramadhan ini.

Good governance yang benar biasanya didorong oleh “rasa cinta”. Tapi yang mencuat dalam proses demokratisasi kita belakangan ini adalah “rasa benci” (atau kepentingan politik yang sengaja membuat masyarakat menjadi ekstrim dan radikal). Bukan lagi partisipasi taqwa yang mendorong perubahan. Melainkan sifat fujur. Setan lah itu.

***

Bagaimana cara mengobati orang-orang seperti ini?

Manusia sebenarnya makhluk “keuramat” (mulia). Tapi hilang power untuk menyalurkan kasih sayang kepada sesama akibat kemasukan setan.

Untuk itu agama hadir menawarkan terapi bagi penyakit-penyakit batin seperti ini. Sebenarnya lebih mudah mengusir jin yang masuk ke dalam tubuh, ketimbang mengusir setan yang sudah berurat akar dalam jiwa.

Sudah diterangkan Allah: “Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh nyata bagimu” (QS. Fathir: 6). Para nabi diutus Allah dengan misi utama membantu masyarakat melawan kekuatan jahat ini. Sebab makhluk-makhluk terkutuk tersebut sudah bersumpah untuk mengacaukan gelombang Ilahiyah yang ada dalam diri kita: “Iblis menjawab, Karena Engkau telah menghukumku tersesat, maka saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan-Mu yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka” (QS. Al-A’raf: 16-17).

Ketika Nabi sudah tiada, ada ulama penerus yang mewarisi keahlian mengusir makhluk-makhluk jahat yang bersemayam dalam jiwa umat. Disinilah fungsi tasawuf dan tarekat yang dibimbing langsung oleh seorang “dokter ahli” (walimursyid). Mereka membantu proses pensucian kembali ruh, agar sebelum meninggal kita terbebas dari anasir-anasir jahat. Pengobatan ini dilakukan melalui sejumlah ritual tazkiyatun nafs dan riyadhah ruhaniah.

Proses penyucian jiwa ini bertujuan “membebaskan” manusia dari segala sesuatu selain Allah. Ketika ini tercapai, tak ada kemampuan bagi jin, iblis dan setan untuk merasuki diri kita. Pun akhlak yang terpuji akan muncul disaat hanya ada Allah yang hadir dalam jiwa.

Sebagaimana terbukukan dalam “Karamah Auliya” (2019), saya menyaksikan bagaimana mudahnya para ahli tarekat di dayah Sayyidi Syeikh Ahmad Sufimuda Aceh menyembuhkan sihir, santet dan penyakit-penyakit aneh yang tidak bisa ditangani oleh “orang-orang pintar” lainnya. Ini dilakukan tentunya dengan bantuan kekuatan yang bersumber langsung dari Allah ta’ala. Saya kira, kalau ada penyakit-penyakit aneh yang tidak sembuh-sembuh setelah anda capek keliling dunia, coba bawa kesana. Riset saja bagaimana keampuhan obat yang diturunkan langsung dari sisi Sang Maha Penyembuh.

Namun dayah ini sendiri bukanlah balai pengobatan yang bertujuan mengurusi orang-orang berpenyakit. Tujuan utamanya adalah mengajak orang-orang untuk mendalami dzikrullah, agar dimensi paling otentik dari Islam dapat tumbuh dalam jiwa. Unsur dzikir inilah yang kemudian memberi kesembuhan dan memecahkan berbagai persoalan. Dzikir itu obat. Kalau asli.

Tak ada yang dapat menyelamatkan manusia, selain keterhubungan langsung dengan Allah. Itu dijangkau dengan metode dzikrullah.

Secara lahiriah kita memang sudah bersyahadah. Tetapi secara batiniah kita semua masih banyak masalah. Sebab, setan tidak hanya mengusili manusia melalui kesurupan lahiriah. Tapi paling mengerikan, ia menetap secara tersembunyi dalam batin kita. Itulah “gangguan jiwa” paling berbahaya. Karena merusak akhlak.

Kalau sekedar gangguan jiwa yang bersifat medis, itu tidak punya implikasi dosa. Tapi gangguan jiwa karena pengaruh iblis, ini akar dari segala dosa.

Semua kekacauan, kemiskinan, dan keterpurukan dunia terjadi akibat kesurupan model ini. Ada iblis dan setan dalam diri yang mendorong kita kepada kejahatan. Makhluk-makhluk inilah yang paling bertanggungjawab dan nantinya akan dibakar di neraka. Namun karena sampai mati mereka masih kita pelihara dalam jiwa, maka sekalian dengan kita dibakar disana. Itulah janji mereka kepada Allah, membawa kita ikut terkutuk bersama mereka:

فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ ﴿٨٢﴾ إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ ﴿٨٣﴾ قَالَ فَالْحَقُّ وَالْحَقَّ أَقُولُ ﴿٨٤﴾ لَأَمْلَأَنَّ جَهَنَّمَ مِنْكَ وَمِمَّنْ تَبِعَكَ مِنْهُمْ أَجْمَعِينَ

“Iblis menjawab, ‘Demi kekuasaan Engkau, aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali para hamba-Mu yang mukhlisin di antara mereka.’ Allah berfirman, “Maka yang benar (adalah sumpah-Ku) dan kebenaran itulah yang Ku-katakan. Sesungguhnya Aku pasti akan memenuhi neraka Jahannam dengan jenis kamu dan dengan orang-orang yang mengikuti kamu di antara mereka kesemuanya.’ (QS. Shad: 82-85).

Namun di ayat ini iblis membuka sebuah rahasia. Bahwa mereka tidak dapat menembus jiwa kelompok “mukhlisin” (orang-orang yang ikhlas). Teori ikhlas dibahas secara detil dalam tasawuf. Sementara praktiknya secara mendalam ada dalam tarekatullah (irfan amali). Halus sekali dimensi ikhlas ini. Wujudnya berupa kehadiran “cahaya Allah” dalam ruhani seorang hamba. Cahaya inilah yang mampu membakar kekuatan iblis.

Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa Aali Muhammad.*****

___________________
🌹 _powered by_ *PEMUDA SUFI:*
“Menuju Indonesia yang Bermuraqabah (Memiliki Getaran Ilahiyah)”.

Next Post

MENANG DENGAN 2 LEMBAR BAJU

Thu May 9 , 2019
Menang […]

Kajian Lainnya