TUHAN MITOS

image: “ancient myths” (ancient-origins.net)

Tuhan Mitos
Oleh: Said Muniruddin I Rector I The Zawiyah for Spiritual Leadership

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIEM. “Tuhan yang didiskusikan, apapun konsepnya, adalah Tuhan mitos. Sebab, siapapun punya nalar untuk mengarang tentang Tuhan. Tuhan yang sesungguhnya adalah yang disaksikan.”

Tuhan itu mitos. Mitos artinya konsep atau “cerita” yang tidak pernah teruji kebenarannya (tidak pernah disaksikan apakah ia ada atau tidak, alias hanya percaya-percaya saja).

Semua agama merumuskan “mitos” (konsep, teori atau bentuk kepercayaan) tentang Tuhan. Dalam Islam, “misteri” tentang Tuhan melahirkan berbagai aliran pemikiran termasuk khawarij, muktazilah, asy’ariah, maturidiah, syiah, murjiah, qadariah, jabariah, dan lainnya. Semua konsep tentang Tuhan ini disebut ilmu tauhid, akidah atau kalam (teologi).

Namun lagi-lagi, akidah kita pada level ini hanya bersandarkan kepada “mitos” (sebatas konsep). Kalau boleh saya katakan, berkutat pada ilmu tauhid secara terus menerus tanpa upgrade ke tingkat tasawuf, itu adalah bentuk dari ‘pendangkalan akidah’. Sebab, beragama pada tingkatan ini hanya sebatas percaya kepada berbagai teori Tuhan rumusan manusia.

Mitos  tentang Tuhan beraneka ragam. Mulai dari yang bentuknya tidak masuk akal (tidak logis) sampai kepada yang bernilai ilmiah (konsep Tuhan yang dapat diterima oleh akal). Memang disatu sisi, pemahaman tentang Tuhan harus masuk akal (ilmiah). Tapi pada akhirnya, (Dzat) Tuhan itu sendiri adalah sesuatu yang tidak dapat dijangkau oleh akal (‘mitologi murni’).

Jadi, rukun iman itu “mitos”. Hanya berupa konsep “percaya”. Untuk membuktikan kebenarannya, anda harus sampai kepada level menyaksikan apa yang selama ini anda dipaksa untuk percaya. Kalau itu sudah dicapai, maka barulah Tuhan disebut sebagai Kebenaran Mutlak (bukan lagi ‘dongeng’). Sebab, Tuhan yang sesungguhnya adalah Tuhan yang disaksikan. Untuk mencapai itu, harus disiapkan wadah untuk dapat menyaksikan-Nya. Dalam hal ini, fakultas jiwa harus diberdayakan untuk mencapai bentuk kesaksian yang sempurna.

Beragama memang dimulai dari mitos tauhid (kepercayaan/iman), yang juga harus memiliki argumentasi ilmiah (kebenaran aqliyah). Lebih penting dari itu adalah kita harus mengalaminya (tahap dimana Tuhan sendiri yang akan memperkenalkan dirinya). Namun untuk menjadi muslim sejati (hanif) seperti itu, kita harus melampaui sekedar membaca kitab, atau dengar-dengar cerita. Kita harus dapat menyaksikan langsung Wajah-Nya. Sebab, Tuhan yang benar adalah Tuhannya para nabi, Tuhan yang disaksikan. Bukan Tuhan yang didiskusikan.

Mujahadah, jihad atau perjuangan sesungguhnya adalah ikhtiar untuk menyaksikan Tuhan. Dan ini harus ditempuh melalui “perjalanan jiwa” (praktik irfan). Nilai dasar yang paling dibutuhkan dalam hidup adalah “kesaksian” tentang Tuhan, bukan “kepercayaan” kepada Tuhan. Sebab, “percaya” itu jatuhnya ke mitos. Sementara kebenaran terletak pada berbagai bentuk “kesaksian” akan kehadiran (atau ADA)-Nya.

Sebenarnya, dari tahap iman (sekedar percaya kepada Tuhan) sampai kepada lahirnya kalimah syahadat (kalimah kesaksian), itu proses beragama yang panjang. Bagaimana dengan teungku-teungku sekalian, apakah sudah pada level sufistik penyaksian, atau masih pada tahap tauhid percaya kepada adanya Tuhan?

Terkait ini, Imam Ali bin Abi Thalib pernah ditanya oleh Dzi’lib Al-Yamani: “Apakah anda melihat Tuhan anda wahai Amirul Mukminin?”. Beliau menjawab: “Aku tidak menyembah Tuhan yang tidak kulihat”. Pesan Imam Ali, syariat (penyembahan kepada Tuhan) itu baru sempurna kalau kita sudah sampai kepada pembuktikan adanya realitas, menyaksikan kehadiran-Nya.

Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘Aali Muhammad.*****
___________________
powered by PEMUDA SUFI:
“menuju Indonesia yang bermuraqabah”.

2 thoughts on “TUHAN MITOS

  1. Terkait ini, Imam Ali bin Abi Thalib pernah ditanya oleh Dzi’lib Al-Yamani: “Apakah anda melihat Tuhan anda wahai Amirul Mukminin?”. Beliau menjawab: “Aku tidak menyembah Tuhan yang tidak kulihat”. Pesan Imam Ali, syariat (penyembahan kepada Tuhan) itu baru sempurna kalau kita sudah sampai kepada pembuktikan adanya realitas, menyaksikan kehadiran-Nya.

    Engkau adalah Aku.

    ustadz sayyid habib yahya

  2. jalan menuju makrifat dan hakikat serasa telah ditutup. syarat amat berat untuk memasuki pintu hakikat dan makrifat. harus qatam syariat baru boleh belajar hakikat dan makrifat. padahal untuk belajar dan mengamalkan syariat seumur hidup tidak akan pernah cukup.

    beruntung saya bertemu mursyid yang mengajarkan: cukup mengenal syarat dan rukun iman dan islam, sudah boleh langsung belajar hakikat dan makrifat.

    kita terjebak dalam kubangan dan kemudian mendewakan syariat. menjadikan Tuhan hanyalah sebuah mitos. Tuhan hanyalah konsep teologi.

Comments are closed.

Next Post

PENGHAMBAAN DIRI

Fri Jul 26 , 2019
Penghambaan […]

Kajian Lainnya