KALIGRAFI KONTEMPORER

image: TC MTQ Kab. Aceh Barat Daya (Agustus 2019).

Kaligrafi Kontemporer
Oleh Said Muniruddin I Rector I The Zawiyah for Spiritual Leadership

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIEM. Setelah sebelumnya hanya sebatas eksibisi, lomba kaligrafi kontemporer akhirnya dihalalkan pada MTQN 2016 di NTB. Sejak saat itu, ayat-ayat yang sebelumnya dikenal “kaku” dan “suci” mulai berkembang ke arah penulisan yang lebih lues dan bahkan ‘angker’.

Musabaqah Khattil Quran (MKQ) adalah lomba seni penulisan ayat-ayat Alquran pada MTQ. Bentuk lomba itu sendiri, kalau boleh saya simpulkan, merujuk pada pemahaman tiga (3) jenis ayat: Kitabi, Afaqi dan Anfusi.

Ayat-ayat kitabi adalah ayat-ayat yang tertulis pada lembaran mushaf Al-kitab. Penulisan ayat-ayat ini dilakukan dengan merujuk kepada standar-standar penulisan yang sudah familiar, baku atau mudah dibaca (mengerti). Melanggar fiqh dan mazhab-mazhab penulisan, itu dianggap “haram.”

Tiga bidang lomba: Naskhi, Mushaf dan Dekorasi mengikuti kaidah ini. Jenis tulisan yang diwajibkan adalah naskhi, tsulus, farisi, diwani, riq’i, dan kufi. Dekorasi merupakan bidang lomba yang terakhir saya ikuti pada 2002 pada MTQN Mahasiswa di Unpad, Bandung. Tertinggal satu huruf “alif” pada saat menorehkan ayat 103 surah Ali Imran, ustadz Didin Sirojuddin dkk menempatkan saya pada peringkat kedua.

Perlu juga dipahami, ayat-ayat Allah itu bukan hanya yang bersifat qauliyah (tersurat) dalam tulisan. Alam semesta dan jiwa (diri) manusia sendiri juga wujud dari ayat-ayat Allah. Karena sifatnya tersirat (terlukis) dalam berbagai dimensi alam, maka ia disebut ayat-ayat qauniyah. Yang tersusun di berbagai ufuk alam disebut ayat-ayat afaqi. Sementara yang tertanam dalam qalbu atau jiwa manusia dinamakan ayat-ayat anfusi.

Tugas kaligrafi kontemporer adalah menuangkan teks ayat (kitabi) sehingga memiliki wujud-wujud abstrak mistik sampai kepada bentuk-bentuk khayali dari wajah alam (afaqi) dan jiwa (anfusi). Cara penggambarannya tidak terbatas, namun juknis lomba membahasakan konsep ini dalam 5 pola yang pernah ditawarkan Ismail dan Lamya al-Faruqi.

Pertama, tradisional“. Lukisan sedikit banyaknya masih mengandung unsur khath murni. Fokusnya lebih kepada kaidah dan pengaturan tulisan, bukan pada gambar figur alam lainnya. Kedua, “figural“. Disini, figur-figur alam baik berupa flora maupun fauna dikawinkan dengan unsur-unsur abstrak dari kaligrafi. Ketiga, “ekspresionis“. Kaligrafer menyampaikan emosi atau perasaan melalui permainan warna dan imajinasi visual dalam respon terhadap ayat terkait objek, orang atau peristiwa. Empat, “simbolik“. Huruf-huruf digunakan sebagai lambang penyampai pesan. Huruf diasosiasikan secara simbolik dengan makna tertentu. Huruf “nun” misalnya, digambarkan sebagai wadah tinta yang melahirkan alam semesta. Lima, “abstrak“. Kaligrafer dibebaskan untuk memainkan huruf dalam berbagai corak artistik tanpa ada pesan apapun yang bisa dikaitkan dengan bentuknya.

Sejauh ini, yang terlihat cenderung berkembang (diterima secara umum) dalam MTQ adalah gaya-gaya figural-ekspresionis. Objek atau figur-figur yang ada di alam (matahari, bulan, bintang, laut, gunung, pepohonan, dsb) divisualkan dalam suasana fantasi tertentu guna melukiskan makna dari ayat-ayat.

Jika ini yang dipilih dalam perlombaan, penilaian subjektif kami melahirkan beberapa catatan. Setidaknya terlihat ada dua cara melukis. Pertama, terlebih dahulu dibuat gambar alam dengan berbagai objeknya. Lalu diatasnya dituangkan ayat-ayat yang relevan dalam berbagai bentuk.

Model ini agak ‘kaku’. Sebab, ayat dengan background lukisan terkesan terpisah. Kecuali memang ide-idenya dapat dituangkan secara sempurna. Kaligrafer kontemporer pemula yang sebelumnya terbiasa dengan tulisan standar, cenderung terjebak pada gaya tradisional ini. Mereka membuat lukisan terlebih dahulu, lalu di atasnya ditulis ayat secara rapi. Bukan salah. Menurut saya, untuk bentuk-bentuk figural-ekspresionis, antara gambar dengan tulisan ‘tidak menyatu’. Meminjam istilah kaum sufi, “tidak mencapai kondisi wahdah al-wujud. Teks terlepas dari konteks.

Alih-alih ayat terpisah dari struktur alam, justru ayatlah yang seharusnya membentuk lukisan alam. Dari ayatlah terbentuk awan, bintang, bulan, pepohonan, laut dan segala sesuatu yang ada di semesta raya. Dari sinilah sebenarnya terkandung makna, “Segala sesuatu yang ada di alam adalah cerminan dari ayat itu sendiri.”

Tidak hanya untuk gaya figural-ekspresionis, gaya apapun dalam melukis sepatutnya dapat mengintegrasikan seluruh elemen yang ada sehingga terasa enak. Persis seperti gado-gado atau gulai pliek. Campuran berbagai jenis elemen, metode dan warna yang menghasilkan taste tertinggi.

Dominannya gaya figural-ekspresionis dalam perlombaan, tidak terlepas dari sering munculnya maqra lomba berupa ayat-ayat afaqi (yang mengandung kata-kata tentang berbagai figur atau objek alam seperti laut, gunung, langit, dan sejenisnya). Sehingga lebih mudah bagi peserta untuk melukiskan objek-objek yang kasat mata.

Disisi lain, ketertarikan kepada lukisan yang bernilai natural-metaforis lebih kuat, disaat masih terbatasnya dewan juri yang benar-benar memahami semua aliran lukisan, termasuk abstraksionisme mutlak. Dalam hal ini, kita Aceh memiliki ustadz Said Akram, pelukis kaligrafi nasional yang ikut menjadi penilai bidang kaligrafi kontemporer pada MTQN XXVII di Medan 2018.

Seandainya MKQ berkembang ke ayat-ayat anfusi (yang mendeskripsikan jiwa), mungkin gaya lukisan akan mengalami perubahan juga. Bisa jadi tidak lagi murni figural atau ekspresionis. Namun lebih ke sesuatu yang abstrak, atau beberapa gabungan gaya lainnya. Bukan tidak mungkin, jika sesekali Dewan Hakim MTQ memberi ayat-ayat yang lebih kontemplatif (mutasyabihat) untuk melihat daya fantasi para kaligrafer. Sebab, salah satu poin penilaian adalah kesesuaian tema gambar dengan konteks ayat.

Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa Aali Muhammad.*****
___________________
PENULIS adalah salah satu Dewan Hakim Musabaqah Khattil Quran Provinsi Aceh.

2 thoughts on “KALIGRAFI KONTEMPORER

  1. MasyaAllah..
    Terimakasih ustadz..
    tulisannya bagus.. dan membuka wawasan tntang kontemporer lebih bnyak
    ..

Comments are closed.

Next Post

HAPPY HOURS: (DON'T) TRY THIS AT HOME!

Wed Aug 28 , 2019
HAPPY […]

Kajian Lainnya