LAKI-LAKI “KAWAN” PEREMPUAN

Laki-Laki “Kawan” Perempuan
Oleh Said Muniruddin | Rector | The Zawiyah for Spiritual Leadership

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIEM. Arrijalu qawwamuna ‘alan nisa (QS. An-Nisa: 34). Laki-laki adalah qawwam, “kawan” perempuan.

اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ ۗ فَالصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّٰهُ ۗوَالّٰتِيْ تَخَافُوْنَ نُشُوْزَهُنَّ فَعِظُوْهُنَّ وَاهْجُرُوْهُنَّ فِى الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوْهُنَّ ۚ فَاِنْ اَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ سَبِيْلًا ۗاِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيْرًا

“Laki-laki itu qawwamuna bagi perempuan, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain, dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Mahatinggi, Mahabesar” QS. An-Nisa’: 34

Terserah bagaimana kata “kawan” (qawwam) didefinisikan. Ada yang mengartikan sebagai pemimpin, pelindung, pelayan, penjaga, mitra, teman, sekutu dan sebagainya. Baik dalam makna struktural maupun fungsional. Sebab, seorang “kawan” (qawwam) memiliki semua makna dan fungsi-fungsi itu.

Sama halnya dengan kata “wali” dalam Alquran. Secara umum artinya “dekat” (orang dekat). Dalam berbagai bentuk juga bermakna: pemimpin, pelindung, penolong, ahli waris, teman, penguasa, kekasih, sahabat, wakil dan sebagainya.

Yang jelas, kata “kawan” (qawwam) tidak mengandung unsur egoisme dan saling merendahkan, bahwa yang satu lebih mulia. Lebih baik. Lebih pantas. Lebih berhak. Lebih tinggi derajat, dan sebagainya. Namun, tafsir ayat An-Nisa 34 sering digiring untuk memposisikan superioritas jenis kelamin tertentu, khususnya pada momentum suksesi kepemimpinan. Padahal, dibanyak ayat lain, Allah senantiasa menekankan elemen taqwa sebagai penentu kelebihan seseorang.

Memang, list para nabi seluruhnya diisi laki-laki. Namun Alquran juga mengisahkan sejumlah perempuan yang mendapat wahyu, seperti ibu Nabi Musa as: wa awhaina ila Ummi Musa an ardhi’ihi (QS. Al-Qashash: 7). Juga mampu berbicara dengan Jibril, seperti Maryam (QS. Maryam: 16-21).

Pun secara historis, kita menemukan sosok-sosok perempuan yang memimpin secara adil. Baik sebelum Muhammad (i.e. Balqis). Pada masa Muhammad (i.e. Khadijah). Maupun setelah Muhammad (ada sejumlah dinasti dan negara dalam sejarah Islam yang turut dipimpin perempuan). Kepemimpinan perempuan juga sama seperti laki-laki. Ada yang gagal. Ada yang sukses.

Laki dan Perempuan, Keduanya “Pemimpin”

Sebagai seorang “kawan” (qawwam), sebagaimana tersebut dalam sambungan ayat 34 surah An-Nisa di atas, laki-laki punya kelebihan. Demikian juga perempuan. Keduanya saling melengkapi. Sama-sama dilebihkan atas yang lain. Disinilah pentingnya kearifan, untuk memahami posisi “kawan” (qawwam) baik dalam konteks struktural, maupun relasional/fungsional.

Saya akan bahas melalui teori leadership. Baik laki-laki maupun perempuan, keduanya leader. Nabi SAW mengatakan begitu. “Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin bertanggungjawab atas kepemimpinannya” (HR. Bukhari). Jadi, secara fungsional, semuanya pemimpin. Kepemimpinan tidak didasari jenis kelamin an sich.

Namun, jika kita masuk dalam teori leadership lebih lanjut, kepemimpinan juga terbagi atas beberapa karakter dan kebutuhan. Sederhananya, ada posisi kepemimpinan yang disebut “leader”. Ada posisi yang disebut “manajer”. Keduanya pemimpin, tapi dalam fungsi yang relatif berbeda.

Leader, itu cenderung bicara visi dalam skala luas. Dia memimpin, mengarahkan, membimbing, atau mempengaruhi dengan visi besar: kemana harus melangkah. Sementara manager, bertugas membangun detil gerak dari visi seorang leader. Manajer menata, mengatur, dan mengelola setiap sumberdaya organisasi secara teknis. Visi besar leader sulit terwujud, tanpa keahlian operasional seorang manajer.

Leader itu hebat, ibarat presiden/gubernur/bupati, mampu memetakan tujuan. Tapi lemah dalam tata kelola keseharian. Makanya butuh manajer. Begitu pula manager, ibarat kepala SKPD, hebat dalam urusan teknikal. Tapi butuh visi pimpinan untuk membingkai semua gerak.

Arah tulisan saya kemana?

Laki-laki itu secara alamiah, saya lihat cenderung suka bermimpi, membangun visi, atau merancang dan mengejar hal-hal besar. Tapi malas mengatur hal teknis. Laki-laki itu leader, dengan segala kelebihan dan kelemahannya.

Sementara perempuan, itu manager. Sehingga, secara alamiah kita temukan, mereka cakap dalam menyusul detil. Dalam rumah tangga misalnya, tata kelola keuangan dan lainnya; biasanya hanya bisa rapi dan terarah jika dikelola perempuan. Perempuanlah pengatur yang paling kentara dirasa dalam sebuah keluarga. Karena ia begitu dekat, spesifik dan detil dalam memonitor anak-anaknya. Sementara si ayah, setelah kasih uang, biasanya langsung menghilang, minum kopi. Tidak mau tau teknis di rumah tangga.

Saya tidak mau mengeneralisir. Ada juga laki-laki yang ahli dalam managerial skills. Pun perempuan, juga ada yang sangat visioner. Baik laki atau perempuan, ada juga yang ahli keduanya.

Namun saya menangkap, ada satu karakteristik unik dari masing mereka. Laki-laki secara umum memang tipe “leader”. Sementara perempuan kuat di “manager”. Keduanya memiliki makna pemimpin. Atas dasar inilah, kedua mereka harus disatukan.

Maka secara alamiah (atau mungkin juga tradisi) kita temukan dalam rumah tangga, seorang suami menduduki “posisi struktural” yang lebih tinggi. Karena ia dominan dengan karakter leadernya (visinya harus didengar). Dengan demikian, bertugas mencari sumber-sumber keuangan atau “memberi nafkah” (wa bima anfaqu min amwalihim, QS. An-Nisa’ 34). Sementara seorang istri shalihah berposisi sebagai manager, ‘berada di rumah’, atau mengelola harta in the absence of a husband (qanitatun hafidhatun lil ghaibi, QS An-Nisa’: 35). Visi memang dibangun oleh leader. Tapi, sukses akhir tergantung ketaatan seorang manager. Disisi lain, efektifitas leadership juga sangat tergantung pada punishment power yang dimiliki. Karena itu, pemimpin struktural diberi sedikit kuasa untuk itu, dalam bahasa simbolik: wadhribuhunna, ‘pukullah’ mereka (QS. An-Nisa: 34).

Jadi, ayat An-Nisa 34 menjelaskan prinsip-prinsip kepemimpinan secara umum. Laki itu leader. Perempuan itu manager. Keduanya adalah pemimpin. Namun dalam mindset struktural cenderung dipahami secara patriarkal: “Laki-laki adalah boss-nya perempuan”. Meskipun dalam tradisi sosial tertentu, justru perempuan yang dominan. Dengan demikian, dalam bahasa yang lebih arif, relasi ini mengandung makna kesetaraan atau kesederajatan: “Laki-laki adalah qawwam (kawan) perempuan”. Keduanya saling menyempurnakan, dengan kelebihan yang satu atas yang lain. Keduanya punya peran dan pengaruh. Sama-sama penting. Saling mengisi dan melengkapi.

Namun, dalam konteks politik, saya kira, siapapun yang punya visi besar, layak maju menjadi pemimpin (leader). Meskipun ia seorang perempuan. Kenyataannya, siapapun yang terpilih menjadi pemimpin sebuah organisasi dan pemerintahan, bukan karena ia laki atau perempuan. Tapi karena kemampuan politik, strategi, taktik, dan finansial masing-masing.

Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa Aali Muhammad.*****
___________________
SAID MUNIRUDDIN
The Zawiyah for Spiritual Leadership
YouTube: https://www.youtube.com/c/SaidMuniruddin
Web: saidmuniruddin.com
fb: http://www.facebook.com/saidmuniruddin/
Twitter & IG: @saidmuniruddin
💥powered by PEMUDA SUFI

One thought on “LAKI-LAKI “KAWAN” PEREMPUAN

  1. Memang, list para nabi seluruhnya diisi laki-laki. Namun Alquran juga mengisahkan sejumlah perempuan yang mendapat wahyu, seperti ibu Nabi Musa as: wa awhaina ila Ummi Musa an ardhi’ihi (QS. Al-Qashash: 7). Juga mampu berbicara dengan Jibril, seperti Maryam (QS. Maryam: 16-21).

    nggak salah nih Said Muniruddin,jika saya katakan dan buktikan bahwa nabi/rasul juga kalangan wanita, alangkah baiknya apabila kita singkirkan dahulu ego kita sebagai seorang lelaki.

    Mengenal yg maha Esa itu tidak segampang yg kita katakan atau dituliskan dlm buku-buku tetapi mengenal dan berbicara denganya antara malaikat dan yg maha Esa.Manusia yg mengenal dan berbicara denganNYA adalah malaikat di muka bumi ini.

    lihat egoisme pada kedua tafsiran ayat dibawah ini:
    lalu dia memasang tabir (yang melindunginya) dari mereka; lalu Kami mengutus roh Kami (Jibril) kepadanya, maka dia menampakkan diri di hadapannya dalam bentuk manusia yang sempurna.(maryam 17)
    Dia (Jibril) berkata, “Sesungguhnya aku hanyalah utusan Tuhanmu, untuk menyampaikan anugerah kepadamu seorang anak laki-laki yang suci.”(maryam 19).

    Ada beberapa pemikiran ego dlm ayat ini:
    -jika kita mengenal sifat yg maha Esa tidaklah mungkin malaikat menghamili wanita suci kecuali apabila dia manusia utusan yg berjiwa malaikat dan status nabi (suami bagi maryam) tetapi tidak pernah dicantumkan namanya pada alquran ini.
    letak kasih sayang ”Tuhan” kelen itu dimana apabila maryam hamil tanpa suami,bukankah ini pemikiran manusia syeitan terkutuk?
    coba tanyakan kepada seluruh pelosok muka bimi ini apakah mereka mau dilahirkan tanpa ayah.

    Dan mengenai Isa ,
    Dia (Jibril) berkata, “Sesungguhnya aku hanyalah utusan Tuhanmu, untuk menyampaikan anugerah kepadamu seorang anak laki-laki yang suci.”

    Dia (Maryam) berkata, “Bagaimana mungkin aku mempunyai anak laki-laki, padahal tidak pernah ada orang (laki-laki) yang menyentuhku dan aku bukan seorang pezina!”

    Dia (Jibril) berkata, “Demikianlah.” Tuhanmu berfirman, “Hal itu mudah bagi-Ku, dan agar Kami menjadikannya suatu tanda (kebesaran Allah) bagi manusia dan sebagai rahmat dari Kami; dan hal itu adalah suatu urusan yang (sudah) diputuskan.”

    semua tafsiran ini bullshit!
    jika Tuhan kelen yg kalian anggap adil dlm pemikiran kalian apakah ini adil?
    Bukankah kelahiran seorang anak lelaki atau wanita itu adalah suatu anugerah, kenapa digaris besarkan isa itu seorang lelaki yg suci? emangnya perempuan nggak suci kah?
    isa itu seorang lelaki karena kemauan ”Tuhan” apakah” pemikiran kaum manusia syeitan?

    manusia itu ada dua jenis:
    manusia malaikat atau manusia jin,contoh manusia jin adalah iblis dan keturunannya walaupun masih banyak jenis manusia jin yg baik-baik.

    seorang makrifat itu tahu benar siapakah yg maha Esa itu.

    ustadz sayyid habib yahya

Comments are closed.

Next Post

MENCARI IMAM YANG DIDENGAR TUHAN

Mon Jul 6 , 2020
Mencari […]

Kajian Lainnya