WAHDATUSY SYUHUD DAN WAHDATUL WUJUD

Wahdatusy Syuhud dan Wahdatul Wujud
Oleh Said Muniruddin I Rector I The Zawiyah for Spiritual Leadership

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM. Fenomena ini kami alami dalam sebuah mujahadah panjang. Setelah berzikir selama berhari-hari tanpa henti, suatu ketika, dalam sebuah zikir malam yang panjang dan begitu menyita fokus kami, sesuatu yang unik terjadi!

Walaupun mata dalam keadaan tertutup, namun kami dalam kondisi sadar (tidak tertidur) sambil terus melafazkan zikir sirri. Tiba-tiba kami  seperti tersedot masuk pada sebuah alam kesadaran yang berbeda. Kami mampu melihat berbagai hal seperti menggunakan mata lahiriah. Mata memang tertutup, tetapi semuanya terlihat jelas, bahkan lebih tajam dari mata yang terbuka. Pandangan kami malah tembus sampai ke arah langit, yang sebenarnya tertutup atap bangunan.

Seluruh alam semesta terlihat berbentuk satu Wajah. Mulai dari ufuk timur sampai ufuk barat, segala arah kami melihat, semuanya, hanya ada dalam satu Rupa. Memang di angkasa ada langit yang terbentang luas, ada bulan, ada bintang, ada berbagai hal. Demikian juga di bumi, ada daratan, pohon, bangunan, dan sebagainya. Tapi anehnya, semuanya itu membentuk, atau hanya ada dalam satu bentuk Wajah. Segala sesuatu yang eksis dan berwujud di alam yang sangat luas ini, terlihat tidak lebih dari Wajah itu. Seluas apapun yang dapat kita jangkau dengan pandangan, semuanya adalah satu Wajah itu. Semua adalah Wajahnya.

Namun, meskipun segala sesuatu yang terlihat hanyalah Wajah tunggal, tapi di sana-sini juga ada banyak hal. Walaupun keseluruhan alam tidak lebih dari satu Wajah itu, kami juga masih bisa melihat keberadaan bangunan dayah tempat kami berzikir. Tapi anehnya, bangunan dayah persegi panjang itupun merupakan Wajahnya. Malah kalau diperhatikan, tidak ada yang namanya bangunan dayah. Yang ada adalah Wajah Dia dalam bentuk bangunan dayah. Lalu pandangan kami beralih ke tiang-tiang dayah. Uniknya, meskipun itu tiang, tapi tidak ada tiang melainkan Wajah itu juga dalam bentuk tiang. Jendela-jendela dayah juga begitu, setiap jendela adalah Wajah itu juga. Jendela, tapi Wajah. Aneh sekali, walaupun semua benda-benda itu beda bentuk dan ukuran, namun semuanya berwujud Wajah yang sama.

Penasaran kami semakin bertambah. lalu pandangan kami alihkan ke tikar sajadah tempat kami duduk bertawaruk. Aneh, selembar sajadah itupun sebenarnya bukan sajadah, melainkan hamparan Wajah itu dalam wujud sajadah. Butiran tasbih yang kami pegang juga begitu. Setiap butirnya itu bukan butiran tasbih, melaikan Wajah itu dalam wujud butir tasbih. Kami bahkan sampai mampu melihat sebutir debu di lantai dayah, yang ternyata juga berbentuk Wajahnya. Tak ada sesuatu yang kecil-kecil ini, melainkan semua dalam Wujudnya.

Aneh bin ajaib. Semua objek yang begitu banyak ini, semua berwujud Wajahnya. Pun kumpulan semua objek itu, sampai dalam satu kesatuan alam semesta, juga Wajah yang sama. Kebagian manapun dari alam ini kami melihat, yang terlihat hanya Wajah itu. Alam ini ada, tapi dalam bentuk Wajah tersebut. Apapun yang terlihat, apakah elemen-elemen partikular ataupun menyeluruh, semuanya Wajah yang sama. Dia banyak, dimana-mana; tapi tunggal. Semua wujud adalah Dia.

Apa yang kami alami ini persis seperti lukisan (gambar) wajah seseorang, yang dilukis dengan kumpulan titik-titik. Masing titik kecil inipun adalah wajah orang itu. Lalu kumpulan semua titik-titik ini membentuk satu wajah orang itu juga. Majemuk, tapi dalam satu kesatuan. Ada keragaman, tapi menyatu. Satu.

Yang lebih gawat lagi, kami penasaran untuk melihat diri kami sendiri yang sedang berzikir. Tahukah anda, apa yang terjadi?

Saat memandang ke arah diri sendiri, ternyata kami tidak ada lagi. Kosong. Hilang. Tapi kami tau, kami ada. Karena, kesadaran kami mengatakan kami masih ada disitu, sedang duduk berzikir. Tapi anehnya, saat kami melanjutkan zikir: “Allah.. Allah.. Allah..”; kami merasakan yang berzikir kok bukan kami. Yang sedang menyebut “Allah-Allah” itu justru Wajah itu sendiri. Memang kami sedang berzikir, tapi yang kami rasakan, Dia lah yang berzikir. Kami tidak tau lagi yang mana kami, karena pada saat yang sama, yang terasa hanya Wajah Universal itu yang berzikir.

Pengalaman ini membawa kami pada pemahaman wahdatusy syuhud (the unity of vision), sekaligus wahdatul wujud (the unity of existence). Benar bahwa pada kondisi spiritual tertentu, anda akan memiliki visi (pandangan batin yang lebih tajam dari pandangan lahiriah) bahwa segala yang ada adalah Dia. Pun pada kondisi spiritual tertentu, anda akan mampu menyaksikan diri anda sendiri tenggelam (hilang) dalam satu kesatuan dengan-Nya.

Inilah “tauhid sufi”. Pengalaman batiniah ini perlu dibawa dalam kehidupan sehari-hari, sehingga tumbuh kesadaran ke-Ahad-an dalam Tuhan. Para sufi berusaha belajar dengan cara mengalami. Tidak dengan perdebatan teori. Dan kemampuan mereplika pengalaman leburnya kesadaran material ke dalam kesadaran ilahiyah, inilah yang melahirkan banyak keajaiban dalam dunia metafisik (supranatural). Pada hakikatnya, Dia semuanya. Dia yang bekerja.

Namun, proses menemukan Wajah (Citra Suci Tuhan) ini membutuhkan bentuk-bentuk tazkiyah dan riyadhah (penyucian diri dan latihan-latihan) yang dibimbing seorang super master (guru ruhani). Semakin kuat energi zikir (daya ingat) kita, semakin baqa’ (subsist and permanent) pengalaman kefanaan diri (annihilation). Pada puncaknya akan seperti para nabi dan wali-Nya. Wajah Allah senantiasa aktual dalam setiap gerak dan nafas mereka. ‘Runtuh’, ‘hancur’, ‘mati’, atau leburnya kesadaran (dimensi) materialitas inilah yang dalam seketika dapat membawa seseorang ke alam Rabbani (“alam akhirat”), dan memungkinkan untuk melihat Wajahnya. Jadi, akhirat itu sudah ada dan paralel dengan alam duniawi.

Kisah di atas kami ambil dari pengalaman spiritual seorang murid yang mengikuti sebuah suluk selama 10 hari di Dayah Sufimuda, Aceh; dibawah bimbingan sang ‘arif “Kebanggaan Kaum Sufi”: Abuya Sayyidi Syeikh Ahmad Sufimuda. Kisah ini juga terbukukan dalam Karamah Auliya (2019).

BACA JUGA: “Wahdatul Wujud”

Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa Aali Muhammad.*****

💥 powered by PEMUDA SUFI
___________________
SAID MUNIRUDDIN
The Zawiyah for Spiritual Leadership
YouTube: https://www.youtube.com/c/SaidMuniruddin
Web: saidmuniruddin.com
fb: http://www.facebook.com/saidmuniruddin/
Twitter & IG: @saidmuniruddin

One thought on “WAHDATUSY SYUHUD DAN WAHDATUL WUJUD

  1. Tuhan kita tidak suka di panggil Allah,
    mengapa? manusia yg suka memanggilnya Allah karena ego yg ada pada dirinya.
    panggil saja Ar rahmaan dan Ar rahiim ,dia memiliki nama-nama yg baik.

    wajah yg muncul saat berzikir itu adalah ego(isme) dari dirinya/mereka sendiri.

    ustadz sayyid habib yahya

Comments are closed.

Next Post

THE SUPER TEACHER

Thu Sep 17 , 2020
𝙃𝘼𝘽𝙄𝘽 […]

Kajian Lainnya