JIBRIL BELUM PENSIUN

Jibril Belum Pensiun
Oleh Said Muniruddin | Rector | The Zawiyah for Spiritual Leadership

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIEM. Malam Qadar adalah malam turunnya Jibril (Ruh) bersama para malaikat untuk menemui orang-orang pilihan.

تَنَزَّلُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ وَالرُّوْحُ فِيْهَا بِاِذْنِ رَبِّهِمْۚ مِنْ كُلِّ اَمْرٍۛ

“Pada malam itu turun para malaikat dan Rūḥ (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan”
(QS. Al-Qadr: 4)

Malam Qadar sebagai momentum turunnya malaikat dan Ruh digambarkan dalam kalimat: tanazzalul malaa-ikatu war Ruh. Kata “tanazzalu” di awal kalimat tersebut berbentuk fi’il mudhari’ (present continuous). Maknanya, kejadian turunnya malaikat dan Jibril as ini terus berulang, sepanjang zaman. Artinya, para malaikat dan khususnya Jibril as, sampai saat ini masih sibuk. Masih terus hadir dan bertugas di dunia kita. Masih turun untuk menyampaikan Wahyu, Kalimah, Ilham (Al-Qur’an) kepada kita. Karena memang itu tugasnya. Kalau tidak, ngapain turun?

***

Sebenarnya, Al-Quran sebagai salah satu esensi qadim Ketuhanan (Kalam), sudah turun semua. Sudah ada di “langit dunia”. Ini bisa kita pahami dari kalimat inna anzalnahu fi lailatil Qadr (QS. Al-Qadr: 1).  kata “anzala” di awal kalimat dibahasakan dalam bentuk fi’il madhi (past tense, sudah terjadi, sudah ada, sudah turun semua barang itu).

Jadi, Al-Qur’an sebagai esensi ilahi yang tidak berhuruf dan bersuara, itu sudah lama ada. Mungkin sejak alam ini tercipta, sudah ada. Karena ia merupakan salah satu bentuk Nur yang melekat di alam semesta. Bahkan karena-Nya alam ini menjadi ada. Namun bagaimana Alquran yang misterius itu bisa masuk ke dada manusia-manusia pilihan, itu butuh satu tahap lagi. Butuh proses instalasi. Butuh kehadiran Jibril, yang notabene adalah Ruh.

Anda harus mengalami Malam Qadar untuk berhampiran dengan elemen Ruh, agar Al-Qur’an hadir dalam jiwa. Anda harus terkoneksi dengan Jibril. Anda harus punya wadah yang kuat (suci) agar Ruh ini menjadi aktual (turun) dalam diri anda. Jadi, Malam Qadar adalah momentum Al-Qur’anul Madjid menjadi “tersentuh”. Installed! La yamassuhu illal muthahharun. “Tidak ada yang dapat menyentuh entitas suci ini, kecuali orang-orang yang telah disucikan” (QS. Al-Waqi’ah: 79).

Inilah rahasia mengapa Al-Qur’an masih terus “terjaga”.

Al-Qur’an sebagai “kitab tertulis” (teks yang bersifat baharu) juga ada usaha manusia sepanjang zaman untuk menjaganya. Yaitu, dengan terus mencetak dan menghafalnya. Namun, Al-Qur’an sebagai “kitab yang qadim” yang penuh mukjizat, ini  Tuhan langsung yang menjaga dan memelihara peredarannya:

اِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَاِنَّا لَهٗ لَحٰفِظُوْنَ

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Adz-Dzikr (Al Qur’an), dan Kami yang akan menjaganya (QS. Al-Hijr: 9).

Allah (bersama malaikat) yang menurunkan Al-Qur’an; dan Allah sendiri (bersama para walinya) yang akan menjaganya. Caranya, Dia menugaskan elemen Ruh (Jibril) untuk terus hadir sepanjang zaman, untuk mengisi relung jiwa orang-orang yang telah menyucikan diri. Dalam dada orang-orang inilah elemen Adz-Zikr di benam. Adz-Zikir adalah Alquran yang berpower, yang otentik, yang azali, yang tidak berhuruf dan bersuara. Alquran (Adz-Zikir) itu hakikatnya adalah Jibril, Ruh, Nur Muhammad, ‘Aqal Awal, Qalam, Kalimah; yang menempati batin orang-orang suci.

Muhammad bin Abdillah memang sudah wafat. Tapi Nur yang pernah menempati qalbunya tidak pernah mati. Masih diwarisi. Masih bergulir sepanjang zaman, dari satu dada ke dada lainnya. Dan ini tugas Jibril untuk mematri elemen Al-Qur’an, dari satu generasi ke generasi lainnya, kepada para penerus kerasulan. Sehingga, fungsi kenabian tidak pernah terputus. Sebagaimana para nabi, tugas waris nabi adalah menjadi rahmatan lil’alamin: membagi transmisi Alquran Hakiki kepada umat manusia di sepanjang zaman. Sehingga kita ikut memiliki “rasa” terhadap Islam dan Tuhan, sebagaimana “rasa” yang dipunyai para nabi dan orang-orang pada zamannya.

Terkait ini, Ibnu Arabi berkata, (fungsi) kenabian masih berlanjut hingga kiamat. Memang, kenabian syar’i sudah khatam. Muhammad orangnya. Beliau menyandang pangkat “An-Nubuwwah Al-Khassah”. Kenabian khusus. Pembawa risalah. Pencetus syariat terakhir. Segala bentuk ibadah kita sampai sekarang merujuk pada apa yang pernah ia rumuskan.

Namun, masih banyak ‘nabi’ yang lahir setelah Muhammad, yang ikut mewarisi Alquran yang asli, yang dibawa Jibril (Ruh) kepada mereka. Mereka adalah para nabi dalam pengertian “An-Nubuwah Al-‘Ammah”. Kenabian umum. Atau populer disebut “imam” atau “wali” (wilayah). Mereka adalah orang-orang yang juga merasakan Malam Qadar. Ikut mengalami pengungkapan batin (kasyaf) dan penyaksian hakikat ketuhanan (musyahadah). Sebenarnya, kata “wali” ini sendiri berasal dari salah satu nama Allah yang agung, “Al-Waliyy”. Artinya, para wali merupakan tajalli, manifestasi Allah (Al-Qur’an) di muka bumi. Dalam diri mereka ada unsur “Ruh” yang merupakan washilah dari sisi Tuhan.

Mereka, para wali, oleh Prof. Dr. Kadirun Yahya (seorang walimursyid ahli metafisika Islam) menyebutnya sebagai washilah carier (pembawa/penerus washilah). Ada unsur diviniti dalam diri mereka yang mampu memfasilitasi manusia untuk aktif dan interaktif secara langsung (wushul) dalam berhubungan dengan Tuhan. Karena itulah, orang-orang seperti ini dishalawati. Sebab, ada Wajah Tuhan pada diri mereka. Karamallu wajhah. Di rabith. Di ingat. Di panggil-panggil. Di zikirkan.

Menarik ketika sejumlah ayat Al-Qur’an menggunakan fi’il mudhari’ untuk menjelaskan regenerasi para nabi. Termasuk kata “yajtabi” di Ali Imran: 179, “yashthafi” pada Al-Hajj: 75, “ya’tiyannakum” dalam Al-‘Araf: 35. Artinya, kenabian (dalam makna umum seperti dijelaskan Syaikhul Akbar di atas) bersifat terus-menerus. Sampai hari ini masih ada, masih hidup orangnya. Terus berkesinambungan sampai kiamat. Dunia tidak pernah kosong dari kehadiran mereka. Kalau kosong, kiamat. Pertanda Alquran sudah dicabut. Tuhan sudah pergi.

Begitulah mekanisme Allah menjaga Al-Qur’an yang asli tetap tetap ada di tengah manusia. Memastikan Jibril (Ruh) tetap hadir ke relung jiwa orang-orang pilihan. Sehingga, Islam (dengan unsur-unsur suci Al-Qur’annya) menjadi abadi sampai fajar kiamat nanti: “salamun hiya hatta mathlail fajr”.

***

Jadi, untuk mendapatkan Lailatul Qadar (untuk berjumpa dengan para malaikat dan Ruh), itu tidak cukup dengan ibadah sepanjang 10 malam ganjil. Tidak bakal dapat dengan melihat tanda-tanda alam. Itu kiyasan semua. “Melainkan dengan meng-upgrade dimensi kemanusiaan kita, sampai sama dengan dimensi malaikat”, sebut Abuya Sayyidi Syeikh Ahmad Sufimuda.

Perjumpaan terjadi pada level yang sama. Kalau manusia masih berada di dimensi yang rendah, sementara malaikat berada di dimensi yang tinggi, Malam Qadar tidak akan pernah ditemui. Tidak akan! Dan perjumpaan esensial ini juga tidak akan dialami oleh orang-orang awam, yang masih memahami malaikat dalam hafalan nama-nama. Anda harus kenal wujudnya. Harus diperkenalkan oleh orang-orang yang telah lebih dahulu mengenalnya.

Malam Qadar adalah murni pengalaman spiritual. Malam perjumpaan. The encounter. Karena itulah, dunia Irfan atau tariqah (tasawuf praktis), mengajari manusia sebuah metodologi untuk menjangkau alam-alam yang lebih tinggi. Guna memperoleh esensi-esensi dari Al-Qur’an. Proses suluk dimulai dari “Alam Jabarut” yang materialistik syahwati, naik ke “Alam Malakut” yang penuh getaran ilahi, sampai ke puncak Sidrah Almuntaha “Alam Rabbani”.

Di Alam Malakut, seorang salik yang dididik oleh guru spiritual yang benar, pasti akan menjumpai para malaikat. Pasti! Yaitu, elemen-elemen ruh yang dengan “izin Tuhan” ikut membimbing, mengontrol, mengarahkan, dan mengatur banyak urusan duniawi kita. “..fiha bi izni rabbihim min kulli amr” (QS. Qadar: 4). Kehadiran para malaikat yang senantiasa membimbing dan mengawasi ini, dalam terminologi khas para salikin disebut “muraqabah” (maqam pemantauan Tuhan). Para sufi yang qalbunya telah mencapai kuanta muraqabah, gerak geriknya akan diatur oleh malaikat. Inilah penyebab, seseorang bisa mencapai level maksum; jika senantiasa tunduk dan patuh (taslim) pada teguran, peringatan, kode, bisikan, ilham (wahyu) yang diberikan Allah melalui para malaikatnya.

***

Sebagai penutup, kami ingin menyampaikan. Bahwa ada 124.000 orang sebelum Muhammad (dalam kategori nabi) yang telah merasakan perjumpaan Qadar dengan para malaikat dan Ruh (Jibril as). Dan percayalah, lebih dari jumlah itu ada di tengah umat Muhammad, yang telah mengalami hal serupa. Jangan main-main dengan umat Muhammad. Sangat istimewa. Mudah sekali berjumpa malaikat. Mungkin anda saja yang belum mengalaminya. Cari terus!

Mohon izin, mau ngopi dengan malaikat.

Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa Aali Muhammad.*****

💥 powered by PEMUDA SUFI
___________________
SAID MUNIRUDDIN
The Zawiyah for Spiritual Leadership
YouTube: https://www.youtube.com/c/SaidMuniruddin
Web: saidmuniruddin.com
fb: http://www.facebook.com/saidmuniruddin/
Twitter & IG: @saidmuniruddin

4 thoughts on “JIBRIL BELUM PENSIUN

  1. Malaikat itu adalah cahaya dan cahaya itu adalah Dia dan kamu.
    esensi dari diriNYA semua.

    ustadz sayyid habib yahya

  2. Menarik ketika sejumlah ayat Al-Qur’an menggunakan fi’il mudhari’ untuk menjelaskan regenerasi para nabi. Termasuk kata “yajtabi” di Ali Imran: 179, “yashthafi” pada Al-Hajj: 75, “ya’tiyannakum” dalam Al-‘Araf: 35. Artinya, kenabian (dalam makna umum seperti dijelaskan Syaikhul Akbar di atas) bersifat terus-menerus. Sampai hari ini masih ada, masih hidup orangnya. Terus berkesinambungan sampai kiamat. Dunia tidak pernah kosong dari kehadiran mereka.

    Benar,Said Muniruddin!
    Mereka inilah manusia malaikat di muka bumi ini walaupun yg dipilih itu tidak semua.
    kiamat itu akan terjadi apabila seluruh malaikat yg maha kuasa sudah turun pada dirinya maka selesailah keputusan itu.Jika seluruh malaikat yg maha kuasa sudah turun pada dirinya maka dirinya itu siapa?

    ustadz sayyid habib yahya

Comments are closed.

Next Post

SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1 SYAWAL 1442 H

Thu May 13 , 2021

Kajian Lainnya