DUNIA INI SURGA, SEKALIGUS NERAKA


“Jurnal Tasawuf Akhir Zaman” | PEMUDA SUFI | Artikel No. 44 | Juni 2021


DUNIA INI SURGA, SEKALIGUS NERAKA
Oleh Said Muniruddin | Rector | The Zawiyah for Spiritual Leadership

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIEM. Level kehidupan ada dua. Pada satu ujung berbentuk “neraka”, dengan aneka tingkatan kerumitannya. Pada ujung lainnya adalah “surga”, dengan berbagai level kenikmatannya. Dan itu sudah terbentuk sejak di dunia.

Neraka

Kehidupan ala neraka, adalah kehidupan yang susah. Menderita. Terpukul. Galau. Was-was. Stres. Keras dan kasar. Menegangkan. Sangat tersiksa. Digambarkan sebagai tempat yang panas, terbakar dan penuh api (QS. Al-Araf: 41, Al-Ankabut: 55; Al-Qamar: 48; Al-Balad: 20; Al-Humazah: 6-7; At-Taubah: 35; Al-Hajj: 19-22; Ibrahim: 50). Semua yang dimakan terasa zaqqum -pahit, kasar dan busuk; seperti cairan tembaga yang mendidih (QS. Ad-Dukhan: 43-45; Al-Waqiah: 52-53), dhori’ -berduri (QS. Al-Ghasyiyah: 6; ), ghislin -berdarah dan bernanah (QS. Al-Haqqah: 36). Semua yang diminum terasa hamimmendidih, membuat usus terasa terpotong-potong (QS. Al-Waqiah: 54, Al-An’am: 70; Muhammad: 15), shadidbernanah (QS. Ibrahim: 16), ghassaq -mendidih bercampur nanah (QS. An-Naba: 24-25)

Psikologis jiwa yang berada di neraka sangat berat. Terasa terbelenggu dan tidak bermakna. Antara hidup dan mati. Merujuk pada Hawkins (Power vs. Force, 2014) level energinya berkisar pada angka 100 ke bawah. Hidupnya penuh fear (anxiety/frightening), grive (regret/tragic), apathy (despair/hopeless), guilt (blame/evil) dan shame (humiliation/miserable). Pada level terbawah ini, tidak ada yang diinginkan oleh penderitanya, selain menjerit-jerit minta pertolongan. Bahkan ingin mati dan bunuh diri.

Bahkan orang kaya dan orang-orang yang terlihat sukses pun banyak yang mengalami ini. Padahal apa sih kurangnya mereka? Semua ada. Tapi tetap saja gelisah. Hidupnya seperti dikejar-kejar hantu. Padahal punya istri seksi dan cantik. Tapi terasa seperti memiliki nenek lampir. Atau punya suami ganteng. Namun brengsek. Setiap hari, semua hal yang dihadapi menjadi masalah. Membuatnya terasa terhimpit dan susah. Sehingga untuk bisa tenang harus minum pil tidur. Atau mengkonsumsi sabu-sabu.

Surga

Sedangkan surga adalah, kehidupan yang berlimpah. Mengalir sungai-sungai (QS. Muhammad: 15). Tersedia aneka ragam makanan dan minuman (QS. Zukhruf: 71).  Penuh perhiasan, emas dan permata (QS. Al-Fathir: 33; Al-Insan: 15). Penuh cahaya dan penghuninya awet muda (QS. Al-Insan: 19-21). Nyaman. Dingin. Tenang. Teduh. Bahagia. Menyenangkan. Menyehatkan. Berseri-seri. Penuh suka cita. Tawa dan gembira.

Bagi penghuni surga, semua ada. Tinggal dinikmati saja. Baginya, istrinya adalah bidadarinya. Rumahnya, seperti apapun bentuknya, adalah istananya. Hidup terasa abadi. Karena selalu merasa bersama yang Maha Abadi. Tidak pernah merasa akan mati. Karena memang sudah bersama Dia. Tak ada ketakutan lagi. Cuma terkadang ada rasa ingin meng upgrade rumah, dari tipe 21 ke tipe 120. Dari mobil pick-up penyot ke Alphard terbaru. Dari 1 bidadari ke 4 bidadari. Sehingga level surganya naik. Namun hidup tetap penuh kedamaian. Adil. Tidak ribut-ribut. Selalu bersama Allah. Salamun qaulam min rabbirrahim (QS. Yasin: 58) .

Psikologis jiwa orang-orang yang berada di surga sangat asik. Luas dan lapang: “seluas langit dan bumi” (QS. Ali Imran: 133). Hidupnya merdeka. Merujuk pada Hawkins (Power vs. Force, 2014) level energinya sudah berkisar pada angka 500-1000. Hidupnya, terserah secara material ia miskin atau kaya; hidupnya sudah pada taraf mengalami love (reference/benign), joy (serenity/complete), peace (bliss/perfect), and enlightment (ineffable/is).  Ini sudah masuk kategori jiwa-jiwa taslim dan tercerahkan (muthmainnah). Jiwa para nabi dan orang-orang shalih.

Surga – Neraka: Bersama atau Tidak Bersama Tuhan

Itulah, surga dan neraka. Surga adalah kehidupan bersama Tuhan, sesederhana apapun itu. Kalau lebih mewah tentu lebih mantap lagi level surganya. Sebaliknya, neraka adalah kehidupan tanpa kehadiran Allah SWT. Semewah apapun itu. Makin jauh dari Allah, makin dekat kita ke kerak neraka.

Pertanyaannya: “Dengan apa kita hidup bersama Allah, dengan jasad kita?”

Bukan. Dengan Ruh mukhlisin kita. Sebab, Allah tidak bisa di dekati dengan dimensi fisik. Tertolak. Karena beda dimensi. Itulah mengapa, amal ibadah syariah lahiriah kita selalu tertolak. Ketika tidak ada bentuk ruhani (gelombang ruhiyah ahadiyah) yang menyambungkan dengan-Nya.

Kalau ruh anda sudah mencapai Allah, sudah di surga anda. Sudah diterima itu. Segala sesuatu akan terasa nikmat (khusyuk). Nikmat itu adalah rasa. Rasa itu wilayah kerjanya Ruh, yang dipancarkan ke sisi material kita. Kalau sudah bersama Tuhan, semua akan nikmat. Bahkan pisang pun disebut sebagai makanan surga (QS. Al-Waqi’ah: 29). Padahal apalah pisang itu. Tiap hari kita makan. Monyet pun makan pisang. Tapi karena dicicipi dengan rasa kehadiran Tuhan, jadi makanan surga dia. Apalagi kalau kita makan burger dan pizza, ikut disertai Tuhan. Wah, bagi orang kampung seperti kita, surga tingkat delapan itu.

Sementara di neraka, juga tersedia aneka makanan dan minuman. Tapi membawa penyakit semua. Karena tidak ada Tuhan dalam semua yang kita konsumsi. Begitulah barang haram, yang tidak mengandung Asma. Tidak ada izin-Nya. Segala sesuatu yang minus zikir (daya ingat dan keterhubungan dengan Tuhan) akan membawa kita ke neraka. Bermasalah di ujung.

Jadi, kunci masuk surga hanya satu. La ilaha illa Allah. Jangan bersama apapun. Kecuali senantiasa dengan Allah. Sudah di surga itu. Ketika itu terjadi, semua yang anda miliki akan selalu memuaskan dan membahagiakan anda. Karena semua itu anda cicipi dengan level diri yang lebih tinggi. Dengan Allah itu sendiri. Merasa ini semua milik-Nya. Dan Dia sendiri yang menikmatinya (semua dikembalikan kepada-Nya). Syukur kita bisa bersama-Nya dalam semua tahapan ini. Sehingga tidak pernah merasa kurang. Senantiasa merasa dicukupi. Tak punya nafsu untuk menguasai. Apalagi merampas milik orang. Tidak ada rasa dengki. Semua saling mengapresiasi. Itu kehidupan surgawi. Asik-asik aja.

Tapi ingat. Ada unsur jin, iblis atau setan (dalam diri kemanusiaan kita) yang senantiasa menyeret kita ke neraka. Inilah musuh sesungguhnya. Kalau mau ke surga, lawan mereka. Kalau tidak, ya bareng mereka ke neraka. Jadi kayu bakar neraka. Hangus terus kita. Sampai binasa. Tidak akan pernah merasakan kebahagiaan yang hakiki.

Jadi, surga dan neraka bukan tentang “tempat” paska kematian an sich. Ini juga masalah dimensi yang sudah kita bangun sejak sekarang. Bersama (ukhrawi), atau tidak bersama Tuhan (duniawi). Surga dan neraka adalah tentang jiwa yang sudah kembali terhubung dengan-Nya (berdimensi ukhrawi), atau masih tersesat (berdimensi materialisme murni).

Surga adalah dimensi ukhrawi (batiniah). Tempat kediaman jiwa-jiwa yang tenang (nafs mutmainnah). Surga adalah kondisi psikologis para hamba Tuhan yang sudah berhasil pulang dalam keadaan ridha dan diridhai (QS. Al-Fajr: 29-30). Maka tidak heran, yang paling dicari oleh manusia adalah “bahagia”. Sebuah rasa. Wilayah “state of being”, yang hanya bisa disentuh secara sempurna oleh jiwa, hati atau ruh.

Kisah Awal Adam, di Surga atau di Dunia?

Adam adalah makhluk surga, secara spiritual. Sekaligus makhluk bumi, unsur-unsur materialnya. Jadi, ia (sebagaimana kita semua) merupakan makhluk yang sekaligus bisa berada di dua tempat. Di langit dan bumi.

Kisah Nabi Adam as adalah kisah awal kehidupan “bendawi” (duniawi), yang berbau “surgawi” (ukhrawi). Beliau makan, minum dan beristri. Itu memang kebutuhan fisik bilogisnya. Sebab ia memang makhluk material. Namun secara spiritual, ia sudah punya kemampuan untuk bersama Tuhan. Inilah nilai surgawinya.

Tapi, ketika melanggar sesuatu, ia bisa terlempar jauh ke alam yang menurunkan grade spiritualitasnya. Ke bumi, ke alam positivisme, yang penuh penderitaan batin. Artinya, makan tanpa izin Tuhan, bisa mencret anda. Mengambil yang bukan hak anda, bisa sakit anda. Sudah terjerumus ke neraka itu. Sehingga susah tak karuan. Sampai taubatnya diterima kembali, baru ia kembali ke surga. Artinya, segala sesuatu yang kita lakukan di dunia tanpa disertai kebersamaan dengan Tuhan (fitrah), adalah gerak yang mengarah ke neraka. Berujung derita. Kehidupan Adam adalah gambaran kehidupan kita semua.  Fitrahnya adalah (kesempurnaan) surga. Tapi sesekali bisa terdorong ke neraka, akibat melanggar (meninggalkan Tuhan). Laqad khalaqnal insana fi ahsani taqwim, tsumma radadnahu asfala safilin (QS. At-Tin: 4-5).

Jadi, pancaran awal kehidupan neraka sudah ada sejak sekarang. Nabi Muhammad SAW, saat mikraj sudah melihat orang-orang di neraka. Padahal saat itu (bahkan sampai saat ini), kiamat dan hari kebangkitan saja belum terjadi. Lalu bagaimana mungkin orang-orang sudah aktual mengisi neraka?

Yang dilihat Nabi adalah gambaran ruhani dunia. Sudah ada dari umatnya yang hidup di dimensi surga, dan juga di dimensi neraka. Boleh jadi kita sekarang berada di salah satu dimensinya. Rasakan sendiri model kehidupan ruhani yang kita alami, sudah terkoneksi dengan Tuhan atau belum. Pun bagi kita yang saat ini sedang berada di dimensi neraka (masih terputus dengan Tuhan), jangan terlalu khawatir. Ada titik balik pengampunan. Tempuhlah proses penyucian diri untuk mendekat kepada-Nya. Hisab dan terus bakar diri, sampai habis semua noda. Senantiasalah bersama Allah dan Rasul-Nya. Ini yang harus kita cari cara. Agar terjamin, dan berterusan masuk surga. Suatu saat, materialitas kita akan hancur dan terkubur. Tapi Ruh yang merupakan esensi kita akan terus bersama-Nya!

Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa Aali Muhammad.*****

💥 powered by SUFIMUDA
___________________
SAID MUNIRUDDIN
The Zawiyah for Spiritual Leadership
YouTube: https://www.youtube.com/c/SaidMuniruddin
Web: saidmuniruddin.com
fb: http://www.facebook.com/saidmuniruddin/
Twitter & IG: @saidmuniruddin

One thought on “DUNIA INI SURGA, SEKALIGUS NERAKA

  1. Alquran adalah Ruhaniyah dan tidak pernah membahas soal manusia tetapi soal malaikat,jin dan iblis.
    yg menafsirkan nama-nama ”manusia” di alquran adalah manusia itu sendiri.

    Adam adalah RuhKU,CahayaKU (malaikat) dan RasulKU!

    ustadz sayyid habib yahya

Comments are closed.

Next Post

SYAHADAH

Fri Jun 25 , 2021

Kajian Lainnya