IZIN GURU


“Jurnal Tasawuf Akhir Zaman” | PEMUDA SUFI | Artikel No.64 | September 2021


IZIN GURU
Oleh Said Muniruddin | Rector | The Zawiyah for Spiritual Leadership

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIEM. Nashruddin, kalau diajak melakukan sesuatu, selalu menolak; sampai ada izin Gurunya.

“Hei, Nashruddin Ke laut yuk!”, ajak temannya. “Saya minta izin Guru dulu ya”, jawabnya.

Besoknya diajak lagi oleh temannya. “Nashruddin, ke pasar yuk”. Kembali ia menjawab: “Ok, saya minta izin Guru dulu”.

Hari berikutnya juga begitu. “Nashruddin, ke masjid kita?”, seru temannya. “Kalau ada izin Guru saya ikut. Kalau tidak ada izin, saya tidak ikut”, jawabnya.

Sedikit, sedikit, Guru.

Teman-temannya penasaran. Kenapa dia selalu menyebut Guru. Kemanapun diajak, minta izin Guru. Padahal ia terlihat tidak pernah minta izin Gurunya. Dan mana mungkin si Guru mau mengurusi urusan pribadi dia untuk boleh tidak bolehnya pergi ke laut, ke mall, bahkan ke masjid.

Si Nashruddin menjawab. Sebenarnya tidak enak saya katakan. Bahwa; setiap ingin melakukan apapun, atau ingin pergi kemanapun; saya selalu minta izin Allah. Inilah yang disebut “insyaAllah”, minta izin secara langsung kepada Allah dan Rasulullah. Cuma terkesan sangat sombong kalau saya katakan bahwa saya senantiasa berkomunikasi secara transenden dengan Allah dan Rasulullah. Sehingga, nama Allah dan Rasulullah saya sembunyikan dalam nama “Guru”.

***

Berguru, dalam tradisi tasawuf, adalah bertuhan. Menyambungkan Ruhani dengan Allah, itu dilakukan dengan menyambungkan Ruhani dengan para pembawa Wasilah (Guru, Syekh, Imam, Walimursyid).

Guru yang dimaksud bukanlah guru biasa. Tapi Guru yang ada Tuhannya. Guru yang suci jiwanya. Guru yang namanya telah larut dalam asma Allah. Guru yang kalau kita sebut namanya, hadir Allahnya. Sebab, Allah itu ada bersama kekasih-Nya. Kau sebut nama kekasih-Nya, otomatis Dia ada. Itulah yang disebut shalawat, menyebut, bahkan memuji-muji para kekasih-Nya supaya segala hajat terdengar oleh-Nya. Tak ada doa yang membawa berkah, kecuali yang diiringi dengan penyebutan nama-nama manusia, para kekasih-Nya. Karena Dia ada pada mereka.

Guru menjadi titik sentral dalam peribadatan. Izin Allah adalah “izin Guru”. Sebab, Guru adalah ujung dari Tali Allah. Jika secara ruhani anda telah tersambung dengan Sang Guru (unsur-unsur Nurullah yang ada dalam dirinya), maka Anda akan tersambung dengan Allah. Itulah makrifat, mengenal “imam” pada zamannya. Kalau anda mengenal Guru, anda akan mengenal Allah.

Tugas paling sulit adalah ber-Guru (mencari Guru). Agar sampai kepada Allah. Anda sudah pasti  tidak kenal Allah. Anda sudah pasti tidak kenal Rasulullah. Tapi, jika anda mengenal orang-orang yang memiliki sanad Ruhaniah yang tersambung kepada Rasulullah; anda sebenarnya sudah bersama Allah.

وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللّٰهِ جَمِيْعًا وَّلَا تَفَرَّقُوْا

“Berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali Allah, janganlah bercerai berai..” (QS. Āli ‘Imrān: 103)

Di setiap zaman, pada saat “kecerdasan fabrikasi” semakin menjulang, selalu ada pekerjaan menantang. Yaitu menemukan al-Hadi. Seorang Imam (Alquran/Kalam yang hidup). Pewaris Wasilah. Tali yang masih terhubung dengan Ruh kenabian. Seorang Guru yang mampu mengembalikan kita kepada “kecerdasan alami” (fitri), untuk terkoneksi dengan Tuhan.

Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa Aali Muhammad.*****

💥 powered by SUFIMUDA
___________________
SAID MUNIRUDDIN
The Zawiyah for Spiritual Leadership
YouTube: https://www.youtube.com/c/SaidMuniruddin
Web: saidmuniruddin.com
fb: http://www.facebook.com/saidmuniruddin/
Twitter & IG@saidmuniruddin

Next Post

AKU "BERSAKSI"

Sun Sep 26 , 2021
“Jurnal […]

Kajian Lainnya