KITA SELAMAT, KARENA DEKAT


“Jurnal Tasawuf Akhir Zaman” | PEMUDA SUFI | Artikel No.70 | Oktober 2021


KITA SELAMAT, KARENA DEKAT
Oleh Said Muniruddin | Rector | The Zawiyah for Spiritual Leadership

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIEM. Kita selamat, seringkali karena dekat. Karena kenal dan akrab, kita ditolong. Banyak kemudahan. Dibantu. Diluluskan. Itulah pentingnya networking. Silaturahmi. Tentu tanpa mencurangi yang lain.

Kalau mengandalkan skil dan pengetahuan saja, itu tidak cukup. IQ tidak selalu menjadi “penentu” kesuksesan. Justru hubungan emosi dan kemampuan merajut komunikasi (EQ) yang membantu anda untuk tumbuh. Ini selalu diajarkan dalam forum-forum leadership.

Itu di dunia. Untuk akhirat juga begitu. Selamat atau tidaknya kita bukan karena kecerdasan ilmu agama an sich. Bukan karena banyak tau. Tetapi sejauh mana anda mampu membangun keakraban dengan Allah.

Kemampuan mengelola emosi saat berhubungan dengan manusia, hablumminannas, disebut emotional quotient (EQ). Banyak seminar dan pelatihan yang ditawarkan untuk meng-upgrade kemampuan duniawi anda untuk berinteraksi dengan manusia.

Sedangkan metodologi berinteraksi dengan Allah, hablumminallah, disebut spiritual quotients (SQ). Ada guru yang mendidik adab lahir dan batin kita untuk akrab dengan Allah. Ada guru (buraq/jibril) yang bertugas menerbangkan kita ke sisi Allah. Kerjanya membantu membersihkan, mensucikan, menyambungkan ruh kita Ruh-Nya. Kita dibawa, dipertemukan, diperkenalkan dengan Allah. Kalau sudah akrab, jadilah anda sebagai “sahabat” atau “kekasih” Allah. Sudah jadi orang dalam. Ahli Rumah.

Jadi, cerdas otak itu penting. Supaya kita mengetahui tentang Allah. Tapi, cerdas ruh dan hati, itu sangat penting. Agar kita mengenal, dan dikenal oleh Allah.

***

Bagaimana cara membina hubungan, agar akrab dengan Allah?

Pertama, seringlah memuji-muji Dia. Menyebut-nyebut namanya. Itukan ilmu “lobby”. Sering muji. Dengan manusia juga begitu. Cuma manusia tidak tau kalau ada orang yang sedang menipu. Memujinya pura-pura dan untuk kepentingan murahan semata. Kalau Allah tau, mana orang yang dengan berat hati menyebut nama-Nya, dan mana yang ikhlas sepenuh jiwa. Itulah yang disebut dzikir. Senantiasa menyebut, memuji dan mengingat-Nya. Yang sungguh-sungguh memanggilnya pasti akan Dia dekati, dan dijawab-Nya (QS. 2:186). Bahkan kalau sudah sangat dekat, bisa bercakap-cakap dengan Allah SWT. Seperti nabi dan para Wali-Nya.

Kedua, perbanyak setoran. Sekedar memuji, itu mudah. Tapi, kalau udah masuk tahap setoran, ini payah. Sebab, setoran ini mengikis pundi-pundi kita. Makanya sedekah itu berat. Berat sekali. Sehingga harus terus dilatih, baik banyak maupun sedikit. Manusia sendiri senang dengan tukang setor. Allah juga begitu. Apalagi yang menyetor itu ikhlas. Menganggap apa yang disetor semuanya milik Allah. Konsekwensinya apa? Satu persen kita setor, 10 persen dia balas. Karena pada prinsipnya Dia maha pemurah, kalau kita pemurah. Dia itu sebagaimana kita. Kalau kita pelit, Dia lebih pelit.

Itu dengan Allah.

Dengan Nabi (orang yang membawa Ruh Allah) juga begitu. Cara akrab, ya dengan memperbanyak menyebut namanya. Bersedekah dan bersholawat kepadanya. Banyak orang di akhirat selamat hanya gara-gara akrab dengan Nabi. Bukan karena banyak kali sholat. Di lisan dan hatinya selalu ada sholawat, yang sesungguhnya itu juga inti dari sholat. Itu faktor mereka mendapat syafaat.

Diriwayatkan, ada seorang pedagang yang nakal. Nakal dengan perempuan. Setiap ada cewek yang lewat di pasar, disiulinya. Cit cuit…! Hanya sebatas itu. Suatu ketika, ia meninggal dan dilaporkan ke Nabi. Nabi mengatakan, “ahli syurga dia”. Sahabat bertanya, “Kok bisa begitu ya Rasulullah?”. Nabi menjawab, “Kerena kecintaan dia kepadaku lebih tinggi daripada kecintaannya kepada semua cewek itu”. Intinya, cintai Rasulullah melebihi siapapun. Kalau tanpa mengganggu anak orang, tentu lebih bagus.

Kisah itu tidak seberapa, dibandingkan dengan apa yang dialami seorang dari Bani Israil. Disebutkan, ia berumur sangat panjang, 200 tahun. Semua dihabiskan dalam maksiat. Sampai-sampai, saat ia mati, kaumnya membuang jasadnya ke tumpukan sampah. Uniknya, Allah memerintahkan Musa as untuk memandikan dan mengkafankan tubuhnya. Bani Israel heran, kenapa Musa memperlakukannya begitu. Musa juga tidak tau kenapa orang ini begitu istimewa. Ia hanya menjalankan perintah Allah. Sampai kemudian atas desakan kaumnya Musa as bertanya kepada Allah. Allah menjawab:

‎فأوحى الله تعالى إليه أن صدقوا إنه عصاني مائتي سنة إلا أنه يوما من الأيام فتح التوراة فنظر إلى اسم حبيبي محمد صلى الله عليه وسلم مكتوبا فقبله ووضعه على عينيه فشكرترله ذلك فغفرت له ذنوب مائتي سنة. إهـ (رسالة في التعلق بجنابه والعكوف على بابه صلى الله عليه وسلم / صــ ٥٢)

“Memang mereka benar, bahwa lelaki itu telah durhaka selama 200 tahun. Hanya saja suatu hari saat ia membuka Taurat dan melihat ada tulisan nama kekasih-Ku Muhammad SAW. Ia menciumnya dan meletakkanya di antara kedua mata. Aku menerima apa yang ia lakukan. Dan telah Ku ampuni untuknya dosa-dosa yang dilakukannya selama 200 tahun”.

***

Kesimpulannya, umumnya kita masuk surga (kalaupun masuk) itu murni karena faktor dekat dengan Allah dan cinta Rasulullah. Kalau mengandalkan yang lain, susah. Amal kita sangat sedikit. Sholat centang perenang. Sama sekali tidak khusyuk. Apalagi dengan yang dosa yang menumpuk, mustahil masuk surga. Sebiji zarrah saja tersisa dosa di hati, haram mencium bau surga. Karena surga tempat paling suci. Hanya untuk yang sudah suci. Tapi, jika mengingat besarnya peluang untuk dekat dan memperoleh kasih sayang Allah, mustahil ada yang masuk neraka.

Selamat datang Rabiul Awwal. Selamat datang ya Rasulullah!

💥 powered by SUFIMUDA
___________________
SAID MUNIRUDDIN
The Zawiyah for Spiritual Leadership
YouTube: https://www.youtube.com/c/SaidMuniruddin
Web: saidmuniruddin.com
fb: http://www.facebook.com/saidmuniruddin/
Twitter & IG@saidmuniruddin

One thought on “KITA SELAMAT, KARENA DEKAT

Comments are closed.

Next Post

TENTANG AYAT MAULID

Mon Oct 11 , 2021
“Jurnal […]

Kajian Lainnya