SETELAH MATI, TIDAK ADA YANG TERPUTUS


“Jurnal Tasawuf Akhir Zaman” | PEMUDA SUFI | Artikel No.73 | Oktober 2021


SETELAH MATI, TIDAK ADA YANG TERPUTUS
Oleh Said Muniruddin | Rector | The Zawiyah for Spiritual Leadership

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIEM. Setelah seseorang meninggal, tidak ada amal yang terputus. Sebagaimana sabda Nabi SAW:

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍوَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Apabila manusia meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholeh yang mendoakannya” (HR. Muslim)

Tujuan hadis ini untuk menyampaikan, bahwa sebenarnya, TIDAK ADA YANG TERPUTUS!

Begini. Kalau nilai sedekah masih mengalir, ilmu masih bermanfaat, dan orang-orang (“anak shaleh”) masih mendoakan kita; berarti tidak ada hal yang terputus. Karena itulah tiga warisan setiap orang ketika di dunia. Cara Nabi SAW menyampaikan hadis itu bagus sekali. Seolah-olah “terputus”. Padahal, inti pesannya, kejarlah tiga hal itu. Agar engkau tidak pernah terputus dengan dunia yang telah engkau tinggalkan.

Maka hidup harus terfokus pada tiga hal itu. Pertama, investasikan harta pada program-program agama dan kemanusiaan. Kedua, berkontribusilah terhadap pengembangan ilmu pengetahuan yang mencerdaskan otak dan spiritual manusia. Ketiga, persiapkan regenerasi kepemimpinan/keturunan dan hubungan silaturahmi dengan manusia. Karena, ketiga hal ini masih mendatangkan profit bagi kita setelah mati.

***

Jadi, tidak ada yang terputus. SEMUA peninggalan kita masih mengalir ke alam qubur.

Baru dikatakan “putus” kalau bunyi hadisnya begini: “Apabila manusia meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya, TERMASUK tiga hal ini: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak sholeh yang mendoakan kepadanya”.

Sebaliknya. Hadis di atas justru menggunakan bahasa peneguhan atau afirmasi (illa). Tidak ada, tapi ada. Terputus, tapi tidak terputus. Sesuatu yang secara lahiriah terkesan terputus karena kematian, pada hakikatnya tidak terputus. Semua peninggalan yang pernah kita kejar dan kumpulkan saat di dunia (harta, ilmu, dan keturunan) nilai positifnya akan terus tersambung dengan akhirat kita.

Termasuk “anak yang saleh”. Doanya terhadap kita tidak terputus. Artinya, hubungan silaturahmi orang yang sudah mati dengan orang-orang yang masih hidup masih terjalin. Kita sejatinya tidak pernah benar-benar mati. Bahkan semakin hidup. Karena semuanya masih connect. Saling memberi.

Pengertian “anak” itu luas. Anak kandung kita, itu anak. Kalau mereka berdoa, itu sampai ke kita. Cucu (keturunan kita), dalam Alquran juga diidentifikasi sebagai anak. Banyak nabi yang merupakan cucu para nabi sebelumnya juga disebut “anak” (bani). Jadi, kalau anak cucu dan kaum kita masih mendoakan kita, itu pahalanya sampai ke kita.

Makanya, dalam tradisi spiritual Islam ada tradisi ziarah dan tahunan keluarga untuk mendoakan leluhur.  Itu bentuk amal dan silaturahmi dengan orang-orang yang sudah tiada. Kalau jiwa anda suci, seperti halnya Nabi, anda mampu berkomunikasi dengan ruh. Mampu mengetahui apa yang terjadi dengan mereka. Butuh teknologi dan jaringan yang lebih halus dari fiber optic untuk bisa terhubung dengan alam lainnya.

Seringkali acara khaul disertai kenduri. Karena, berbagi makanan kepada orang lain merupakan salah satu bentuk kesalehan. Berdoa tanpa ‘menyogok’ Tuhan, itu tidak diterima. Meminta tanpa memberi, itu kurang adab. Maka samadiah dan tahlil sering dibarengi tindakan bersedekah dan kenduri. Sebab, doa dan dzikir (kalimat-kalimat thayyibah) yang kita ucapkan, tidak diterima tanpa amal shaleh lain yang menyertainya. Amal shalehlah yang mengangkat doa-doa kita:

.. اِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهٗ ۗ..

“.. Kepada-Nya naik kalimah-kalimah thayyibah dan amal salehlah yang mengangkat-Nya..” (QS. Fāṭir: 10).

***

Kalau mau dipahami secara lebih luas, semua kita bisa menjadi “anak” dari setiap orang. Meskipun tidak ada hubungan darah secara langsung. Mungkin kita ini anaknya secara ideologis (ruhaniah). Yang darinya kita memperoleh sepotong pengetahuan. Sehingga, seorang guru juga disebut “abu”, “abon”, ataupun “abuya”. Artinya “ayah”.

Kita semua adalah anak dari orang-orang yang lebih “tua” dari kita. Bersaudara. Punya ikatan dengan mereka. Hubungan dengan mereka langgeng. Doa kita kepada mereka bisa di dengar sampai mereka mati. Makanya jadilah “ayah”, jadilah “orang tua” bagi semua manusia. Jadilah Rahmat bagi semesta alam. Sehingga aliran syafaat dan kebaikan antara sesama menjadi abadi.

Sholat jenazah, yang isinya adalah doa orang hidup untuk orang mati, itu sejak dini sudah dicontohkan Nabi. Artinya, kematian tidak sungguh-sungguh “memutuskan” hubungan dengan sesama. Meskipun pada satu sisi Nabi SAW menyatakan bahwa hanya doa “anak saleh” yang diterima; mendoakan orang yang sudah tiada oleh siapapun merupakan bentuk ikatan batin bahwa sesungguhnya kita semua adalah bersaudara, yang langsung atau tidak sebenarnya memiliki hubungan spiritual dengan sesama.

Allah pun telah mengajarkan kita saling mendoakan untuk sesama, agar memperoleh keampunan sejak di dunia sampai kepada hari perhitungan kelak. Artinya, bukan cuma kepada orang tua saja kita disuruh berdoa, tapi juga kepada saudara mukmin semuanya, baik yang masih hidup ataupun sudah mati:

رَبَّنَا اغْفِرْ لِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ يَوْمَ يَقُوْمُ الْحِسَابُ

“Ya Tuhan kami, ampunilah aku, kedua orang tuaku, dan orang-orang mukmin sampai kepada hari diadakan perhitungan” (QS. Ibrāhīm: 41)

Rasulullah SAW juga berkata: “Ya Allah, ampunilah orang-orang yang masih hidup di antara kami, dan juga orang-orang yang telah meninggal diantara kami” (HR. At-Tirmidzi).

***

Setelah mati, tidak ada yang terputus. Teruslah berusaha mencari harta dan ilmu, sebanyak-banyaknya. Sambil terus berbagi. Karena itu yang akan mengalir tanpa henti untuk kita, sejak di dunia sampai mati.

Juga teruslah membina hubungan saudara serta mendidik generasi yang senantiasa berdoa. Karena mereka semua adalah aset kita sampai ke alam sana. Tinggalkanlah ajaran-ajaran yang berusaha memutuskan hubunganmu dengan saudaramu, baik sejak kalian masih hidup maupun ketika salah satunya sudah mati. Teruslah berdoa dan berziarah kepada orang tuamu, saudaramu, gurumu, dan nabi-nabimu. Meskipun mereka terlihat tiada, ruhaninya masih hidup dan ada. Engkau akan berpower, kalau mampu terhubung kembali dengan mereka. Apalagi dengan Ruhani orang-orang suci, khususnya Nabimu. Dan kita semua adalah “anak” mereka. Teruslah berdoa dan bershalawat. Dia mendengar dan membalasnya!

Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa Aali Muhammad.****

💥 powered by SUFIMUDA
___________________
SAID MUNIRUDDIN
The Zawiyah for Spiritual Leadership
YouTube: https://www.youtube.com/c/SaidMuniruddin
Web: saidmuniruddin.com
fb: http://www.facebook.com/saidmuniruddin/
Twitter & IG@saidmuniruddin

One thought on “SETELAH MATI, TIDAK ADA YANG TERPUTUS

  1. وَلَقَدْ كَتَبْنَا فِى الزَّبُوْرِ مِنْۢ بَعْدِ الذِّكْرِ اَنَّ الْاَرْضَ يَرِثُهَا عِبَادِيَ الصّٰلِحُوْنَ
    Dan sungguh, telah Kami tulis di dalam Zabur setelah (tertulis) di dalam Az-Zikr (Lauh Mahfuzh), bahwa bumi ini akan diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang saleh.

    Bumi ini diwarisi oleh hamba-hambaKU (keturunan rasul-rasul dan nabi-nabi) yaitu:
    اِنَّ اللّٰهَ اصْطَفٰىٓ اٰدَمَ وَنُوْحًا وَّاٰلَ اِبْرٰهِيْمَ وَاٰلَ عِمْرَانَ عَلَى الْعٰلَمِيْنَۙ
    Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga Imran melebihi segala umat (pada masa masing-masing),
    ذُرِّيَّةً ۢ بَعْضُهَا مِنْۢ بَعْضٍۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌۚ
    (sebagai) satu keturunan, sebagiannya adalah (keturunan) dari sebagian yang lain. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.
    sudah tentu juga nabi Muhammad dan keturunannya.

    yg perlu saya tekankan makna ayat disini adalah diwariskan bukan dikuasai karena bumi ini bukan tempat tinggal manusia-manusia cahaya,mereka tidak memerlukan kekuasaan tetapi kasih sayang.

    ustadz sayyid habib yahya

Comments are closed.

Next Post

SUFI DAN WAHABI

Sat Oct 23 , 2021
SUFI […]

Kajian Lainnya