SIAPA YANG MENYUCIKAN JIWA MANUSIA?


“Jurnal Tasawuf Akhir Zaman” | PEMUDA SUFI | Artikel No.82 | November 2021


SIAPA YANG MENYUCIKAN JIWA MANUSIA?
Oleh Said Muniruddin | Rector | The Zawiyah for Spiritual Leadership

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIEM. Allah berfirman:

لَقَدْ مَنَّ اللّٰهُ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ اِذْ بَعَثَ فِيْهِمْ رَسُوْلًا مِّنْ اَنْفُسِهِمْ يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ اٰيٰتِهٖ وَيُزَكِّيْهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَۚ وَاِنْ كَانُوْا مِنْ قَبْلُ لَفِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ

“Sungguh, Allah telah memberi karunia kepada orang-orang beriman ketika mengutus seorang Rasul di tengah-tengah mereka dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah, meskipun sebelumnya, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata” (QS. Ali ‘Imran: 164).

Jadi bukan Allah yang turun langsung untuk mensucikan jiwa kita. Tapi Rasul. Maka, kalau ingin jiwa kita menjadi suci, carilah Rasul. Karena dialah petugas Allah, yang memiliki tupoksi mensucikan jiwa sekalian manusia. Kita yang hidup di akhir zaman juga punya potensi menjadi suci, manakala mampu menemukan seorang Rasul. Adakah Rasul itu sekarang?

“Rasul” itu Ruhullah, Ruh yang suci lagi menyucikan (Ruhul Muqaddasah). Ruhul Quddus ini berpotensi untuk hadir atau diutus dalam diri seorang manusia. Dengan demikian, Rasul adalah “Nur” utusan Tuhan yang hadir dan bersemayam (bertajalli) pada sosok manusia. Termasuk dalam diri Muhammad bin Abdillah dan nabi-nabi sebelumnya, sehingga memungkinkan bagi mereka untuk menjadi suci, sekaligus mampu menyucikan jiwa manusia.

Jadi, Muhammad dan nabi-nabi sebelumnya adalah manusia biasa (basyar). Namun ada Tuhan (cahaya Tuhan/Wahyu/entitas Rasul) yang bersemayam atau bertajalli dalam diri mereka, yang memungkinkan mereka bertindak atas nama Tuhan. Jadi bukan Tuhan yang mensucikan jiwa manusia. Melainkan “tangan Tuhan”, yaitu Rasulnya.

Jadi benar, Rasul di utus kepada orang beriman. “Beriman” artinya secara tekstual dan aqliyah “percaya” kepada adanya Allah. Orang beriman secara teoritis percaya kepada adanya Allah dan hal-hal gaib lainnya. Tapi hanya otaknya saja yang percaya kepada adanya Allah. Sedangkan untuk mampu secara batiniah tersambung dengan Allah, jiwa orang-orang beriman harus terlebih dahulu disucikan.

Jadi, dengan beriman tidak serta merta membuat anda langsung tersambung dengan Allah. Kecuali anda bersedia menjalani proses penyucian jiwa, yang ditangani oleh seorang Rasul. Itulah tugas utama Rasul, atau tugas orang-orang yang membawa elemen kerasulan, yaitu meng-“islamkan” Ruhani manusia. Mereka, melalui metode tertentu, bekerja mensucikan jiwa orang-orang beriman agar jiwa, qalbu, atau ruhnya dapat rujuk kembali atau wushul (connect) dengan Allah.

Dengan sucinya jiwa (bahasa lainnya “ditinggikan jiwa” atau “diangkatnya jiwa ke langit” sehingga jiwa kita terhubung dengan Ruh yang lebih tinggi, dengan Allah dan para malaikat-Nya), maka kita akan mudah terkoneksi dengan Allah SWT. Jika ini terjadi, isi kitab serta hikmah dapat dengan secara mudah diperoleh. Sebab, Quran hanya dapat disentuh oleh orang-orang yang telah disucikan. Kalam Tuhan akan berbicara secara langsung dengan jiwa-jiwa yang suci. Inilah yang disebut “laduni”.

Kalau belum sampai pada level wushul (connect) seperti ini, kita masih berada dalam “kesesatan yang nyata”. Hidup kita pasti ngawur menurut akal intelektual masing-masing. Bisa benar, bisa salah. Spekulatif. Selama level kebenaran belum bersifat “hak” (pasti), segalanya akan bernilai relatif. Relatif inilah yang disebut “sesat.” Karena tidak pasti benar. Abu-abu. Kebenarannya perseptual, tergantung sudut pandang pribadi. Bukan menurut Allah. Sejauh kita tidak sampai kepada Allah, kebenaran pasti akan kita tafsirkan menurut pikiran sendiri.

Maka, untuk mencapai kebenaran yang lebih tinggi, carilah seorang Rasul. Tempuh jalan penyucian diri melalui bimbingannya, sampai anda benar-benar “dipertemukan” (liqa’) dengan Tuhan. Sampai anda benar-benar berjumpa dengan para malaikat-Nya. Sehingga, agama yang selama ini hanya sebatas hafalan lahiriah, berubah menjadi kesaksian batiniah. Anda menjadi Islam lahir dan batin. Keimanan anda sampai ke qalbu. Benar-benar merasakan kehadiran dari Dzat yang Namanya selalu anda sebut-sebut.

Carilah Rasul (pewaris Nur Muhammad) yang hidup di zaman anda. Yang masih hidup. Yang berasal dari kalangan kalian sendiri. Tempuh jalan salik. Bergurulah padanya. Nabi memang sudah khatam. Syariatnya sudah final. Namun spiritnya masih ada yang mewarisi. Carilah pewaris, yang tentu membawa Cahaya yang sama. Yang tugasnya juga untuk menyucikan jiwa manusia, melanjutkan misi kerasulan.

***

Inilah dasar konsep kewalian, imamah, khalifatullah, al-mahdi, atau khalifah “rasyidun” (kemursyidan) dalam Islam. Bahwa kepemimpinan spiritual (teokrasi) atau pembawa elemen wasilah, akan terus berlangsung sampai kiamat. Allah tidak akan pernah sedetikpun membiarkan bumi ini kosong dari seorang “utusan-Nya”. Menemukan sosok ini, sama dengan menemukan Tuhan.

Sucikan diri, lahir dan batin. Untuk suci secara lahir, atau belajar thaharah dengan berbagai jenis air, itu cukup melalui bimbingan seorang guru agama biasa. Tapi, kalau ingin masuk dalam proses penyucian elemen terdalam dari jiwa (tazkiyatun nafs/riyadhah ruhaniah), pastikan gurunya seorang (waris) Rasul. Memang begitu speknya. Untuk belajar memperindah fasahah dunia tulis baca, itu bisa difasilitasi oleh seorang ustadz biasa. Tapi untuk menyambungkan ruhani ke alam akhirat sehingga anda fasih berkomunikasi dengan Allah ta’ala, itu mesti ada seorang (penerus) Rasul yang mengajarinya.

Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa Aali Muhammad.****

💥 powered by SUFIMUDA
___________________
SAID MUNIRUDDIN
The Zawiyah for Spiritual Leadership
YouTube: https://www.youtube.com/c/SaidMuniruddin
Web: saidmuniruddin.com
fb: http://www.facebook.com/saidmuniruddin/
Twitter & IG@saidmuniruddin

2 thoughts on “SIAPA YANG MENYUCIKAN JIWA MANUSIA?

Comments are closed.

Next Post

MENGENAL "API"

Fri Nov 19 , 2021
“Jurnal […]

Kajian Lainnya