TIGA LEVEL AKAL


“Jurnal Pemuda Sufi” | Artikel No. 13 | Maret 2022


TIGA LEVEL AKAL
Oleh Said Muniruddin

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIEM. Manusia memiliki tiga level akal. Masing-masing menentukan derajatnya.

Pertama, “akal bawah”. Itulah akal yang lahir dari otak yang ada di selangkangan, atau seputaran itu. Kalau otak ini lagi aktif, jadi binatang kita. Yang mencuat hanya nafsu, seputar seks dan makan. Yang ada dipikiran hanya perempuan. Manusia dengan “akal bawah” adalah murni makhluk biologis, binatang. Setan bersemayam dalam jenis otak/akal ini. Orang-orang yang ada di hutan Amazon, dengan kanibalismenya itu, adalah representasi akal tersebut. Semua kita yang berperilaku koruptif dan jahil di tengah dunia moderen ini, juga bagian dari perwajahan akal ini.

Kedua, “akal menengah”. Dimensinya lebih tinggi. Pusatnya di kepala atau seputaran itu (hati/fuad). Ketika akal ini aktif, anda akan menjadi insan. Yaitu makhluk yang punya kesadaran untuk hidup lebih beradab. Akal ini juga membuat anda menjadi perseptif dan kreatif. Sehingga mampu berkarya untuk kemanusiaan. Akal inilah yang membuat anda menjadi manusia, alias berperi kemanusiaan (rasional dan menyadari adanya tujuan). Tanpa akal level menengah ini, kita akan selamanya menjadi binatang. Karenanya dikatakan, manusia adalah binatang -yang berakal. Dunia barat, disamping inheren dengan sifat zionis, kolonialis dan kapitalis kebinatangannya; juga telah mengalami perkembangan yang cukup pesat dalam tradisi akal level menengah ini. Sehingga sains berkembang pesat disana.

Ketiga, “akal atas”. Inilah akal Tuhan, wahyu, ilham atau ruh universal. Nur Muhammad, bahasa klasiknya. Dapat disebut juga sebagai “otak alam semesta”. Dimensinya sangat tinggi. Supra-rasional. Letaknya seolah-olah berada di luar kepala anda (transenden). Tapi sebenarnya itu entitas intelek yang maha meliputi, terhubung dengan inti terdalam dari diri anda (imanen).

Ketika manusia menyadari bahwa dirinya bukan hanya sekedar “makhluk mikro” (makhluk bumi), namun juga “makhluk makro” (dimana dirinya merupakan replika dari keseluruhan semesta); otak ini akan aktif. Sehingga manusia akan memiliki kesadaran kosmik yang tidak terbatas. Akan menjadi malaikat. Akan tau apapun yang terjadi, baik yang telah maupun yang akan datang.

Orang dengan level akal tertinggi ini sering disebut sebagai “penghulu alam”. Dialah unsur-unsur malakut (10 malaikat) yang menjaga alam. Dialah alam ini. Bahkan alam ini tidak tercipta kalau bukan karena “makhluk langit” ini. Makanya, kalau jenis orang-orang seperti ini sudah tiada, disebut kiamat. Karena ruh dari alam ini adalah mereka.

Kalau anda punya kesadaran spiritual yang tinggi, anda akan mampu melihat. Bahwa sesungguhnya, kemanapun anda memandang, seluruh alam ini tersusun dari partikel wajahnya. Wajah Sang Imam. Wajah Sang Wali. Wajah yang telah lebur dalam dimensi ketuhanan. Wajah yang telah dipinjam oleh Tuhan untuk mencitrakan diri-Nya.

Manusia adalah makhluk sempurna. Dengan adanya “akal bawah”, kita dapat berkembangbiak. Dengan “akal menengah”, kita berkreasi. Tapi siapapun anda, baik bangsa barat maupun bangsa timur, dengan segala kecerdasan itu; tanpa kemampuan untuk menemukan “akal tertinggi”, hidup anda tidak akan pernah sempurna. Hidup anda tidak akan benar-benar bahagia. Anda akan selalu dihantui rasa skeptis dan was-was. Karena akal ketuhanan atau “otak terbesar” anda ada di langit sana. Dengan otak anda yang di Loh Mahfudz itulah anda dapat mengakses bentuk-bentuk kesadaran, pengetahuan dan etika secara sempurna.

Selamat Hari Auliya. Semoga Allah terus menjaga alam ini dengan kehadiran para pembawa kalam, akal, kalimah, asma atau ruh-Nya.

Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa Aali Muhammad.*****

💥 powered by SUFIMUDA
___________________
SAID MUNIRUDDIN
The Zawiyah for Spiritual Leadership
YouTube: https://www.youtube.com/c/SaidMuniruddin
Web:
 saidmuniruddin.com
fb: http://www.facebook.com/saidmuniruddin/
Twitter & IG@saidmuniruddin

2 thoughts on “TIGA LEVEL AKAL

Comments are closed.

Next Post

"IMAN" ARTINYA "BISA", MELAMPAUI SEKEDAR "PERCAYA"

Sat Mar 5 , 2022
“Jurnal […]

Kajian Lainnya