MAKRIFAT, OBAT SYIRIK


“Jurnal Pemuda Sufi” | Artikel No. 27 | April 2022


MAKRIFAT, OBAT SYIRIK
Oleh Said Muniruddin

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIEM. Syirik adalah menyembah selain Allah. Pertanyaannya, apa yang kita sembah sekarang, Allah atau selain Allah?

Apa betul yang kita sembah dalam sholat itu adalah Allah betulan? Atau justru aneka ragam “patung” (Kakbah dan segala produk imajinatif terkait Allah yang kita ukir sendiri dalam hayalan)?

Karena menyembah selain Allah adalah syirik, maka tugas paling awal adalah “mengenal” Allah (awaluddin makrifatullah). Melalui makrifat kita akan tau, yang mana Allah, dan mana yang bukan Allah. Sehingga yang disembah itu betulan Allah, bukan selain Allah.

Makrifat itu apa?

Makrifat artinya “mengenal” Allah; dan ini melampaui sekedar “tau” bahwa Allah itu ada. Kenal itu artinya berjumpa. Kenal itu artinya konek. Kenal itu artinya dekat. Kenal itu artinya akrab. Kenal itu artinya mampu bertegur sapa. Kenal itu artinya bersahabat, kalau kita tanya dijawab.

Kalau sekedar tau, bahwa Tuhan itu namanya Allah, punya banyak nama, sifatnya begana dan begini; itu bukan mengenal. Itu ilmu, teori dan persepsi tentang Allah. Itu “patung” (segala ukiran, teori, imajinasi, produk, dan tafsiran tentang Allah). Itu semua hijab, bukan asli Allah.

Tauhid itu makrifat. Mengenal Tuhan yang Esa pada esensinya, secara hak. Melampaui aneka nama, hayalan dan tafsiran tentang-Nya.

Jika itu belum tercapai, kita masih dalam kondisi syirik. Masih meraba-raba dan memiliki aneka pandangan tentang Dia. Dan segala pandangan tentang Dia, itu jelas bukan Dia. “Subhanallahi ‘amma yashifun” (QS. As-Shaffat: 159). Maha suci Allah dari segala apa yang kalian sifatkan.

Makrifat itu mengenal Dia secara hak, pada Wujud aslinya, yang melampaui kapasitas akal untuk menggambarkan tentang-Nya. Karena ini beyond intellect, maka makrifat itu sebuah bentuk perjalanan ruhani untuk mendekat, akrab, merasa dan menyatu dengan-Nya. Sehingga tak terlihat apapun lagi, selain Dia. Itulah “La ilaha Illa Allah”: Tidak ada lagi patung, ukiran, tafsiran, imajinasi dan aneka pandangan tentang Tuhan; kecuali yang terlihat hanya Dzat Allah yang Ahad itu sendiri.

Kalau belum mencapai makam syuhud/wujud seperti itu, kita masih dalam potensi musyrik. Tauhid kita masih hanya sebatas membangun aneka persepsi tentang Dia. Kita masih bertuhan secara kira-kira. Masih suka “mempersekutukan”, atau memiliki banyak pikiran tentang dia, yang sesungguhnya Dia bukan begitu.

Bagaimana cara mencapai makrifat?

Makrifat itu sebenarnya jalan bertuhan paling sederhana, tanpa harus menghafal 30 juz Qur’an atau membaca 1001 kitab lainnya. Umat di zaman Nabi mengenal Allah tanpa pernah membaca kitab dan buku. Qur’an pun baru dibukukan dan dicetak lama setelah Nabi tiada. Islam itu agama paling mudah. Sebab memang tidak susah mengenal Wujud Allah. Cukup dengan kau “saksikan” Muhammad, maka akan kau “saksikan” Allah. Artinya, temukan orangnya terlebih dahulu, maka engkau akan menemukan Allah. Makrifat itu mengenal “rasul” (elemen/utusan) Tuhan pada setiap zaman. Kita butuh “orang” untuk sampai kepada Tuhan. Nabi itu orang, yang namanya disandingkan dengan nama Tuhan. Kalau berjumpa dengan Nabi dan kita naik saksikan keberadaan ruhaninya, makrifat kita. Karena ruhani-Nya ada pada Muhammad.

Makrifat dalam sholat juga begitu. Engkau saksikan Muhammad, maka engkau saksikan Allah. Sehingga Beliau SAW bersabda, “shollu kama ra-aitumuni ushalli”.  Sholat lah kalian dengan cara melihatku sholat. LIHATLAH NABI DALAM SHOLAT. Sebagaimana bacaan tahiyyat, “Assalamu’alaika ayyuhan nabiyyu warahmatullah”. Saat sholat, hadirkan nabi di depanmu. Itulah makrifat!

KESIMPULAN. Sufisme dengan jalan makrifatnya, adalah metode untuk memperkuat aqidah dan memurnikan tauhid. Sufisme berusaha membangun “ikatan” (‘aqaid) atau “pertalian hubungan” (silsilah) antara manusia dengan Allah. Sufisme meng-upgrade pengalaman dan kemurnian beragama dari sekedar bertuhan dalam wujud konsep-konsep, kepada merasakan kehadiran Tuhan  secara Dzatiy dalam pengalaman keseharian. Sufisme membangun penyembahan dari wujud Tuhannya kaum awam -yang entah ada dimana dan seperti apa (transcendent), kepada Tuhannya para nabi -yang nyata dan jelas adanya (immanent). Sufisme adalah obat untuk menyembuhkan ruhani manusia dari “kebutaan” dalam beragama, kepada level “penyaksian” terhadap semua wujud yang diyakini ada.

Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa Aali Muhammad.*****

💥 powered by SUFIMUDA
___________________
SAID MUNIRUDDIN
The Zawiyah for Spiritual Leadership
YouTube: https://www.youtube.com/c/SaidMuniruddin
Web:
 saidmuniruddin.com
fb: http://www.facebook.com/saidmuniruddin/
Twitter & IG@saidmuniruddin

Next Post

GOOD SEED VS. BAD SEED

Thu May 5 , 2022
“Jurnal […]

Kajian Lainnya