JEJAK RASULULLAH DI TANAH GAYO

Masjid “Habib Syarif” Quba, Bebesen, Takengon – Aceh Tengah

“Jurnal Pemuda Sufi” | Artikel No. 43 | Juni 2022


JEJAK RASULULLAH DI TANAH GAYO
Oleh Said Muniruddin

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIEM. Tulisan ini terinspirasi setelah menonton video “Bener Meriah Menuju Generasi Qurani”. Diproduksi oleh Diskominfo Bener Meriah, video bagus berdurasi delapan menit ini tayang diawal pembukaan MTQ Aceh ke-35 di Lapangan Sengeda, Gayo (Sabtu, 18 Juni 2022). Juga terinspirasi dari sahabat kami Tgk. Jamhuri Ramli, salah satu Dewan Hakim Tahfidz (pimpinan Zawiyah Nurunnabi Banda Aceh), yang saat MTQ juga sempat berziarah ke sebuah kompleks makam bersejarah di samping Masjid Quba Bebesen, Takengon. Dan ini membuat kami tertarik untuk menulis lebih jauh.

***

Sudah menjadi tradisi baru dalam MTQ provinsi, sejak di Pidie pada 2019 (atas usulan GUNTOMARA yang dipercaya sebagai EO saat itu); setiap tuan rumah diharapkan dapat menyiapkan sebuah video singkat untuk memperkenalkan spiritualitas daerah. Khususnya tentang sejarah masuknya Islam ke wilayah tersebut, pusat spiritualitas, situs sejarah, benda pusaka, bangunan kuno, tradisi beragama, destinasi wisata, seni budaya, kuliner khas dan lainnya. Semua diramu menjadi sebuah dokumenter yang bersifat spiritualis dan promotif.

Namun, untuk mampu menghadirkan video tersebut, anda harus terlebih dahulu melakukan riset. Agar video berbasis data dan fakta. Nah, disinilah terkadang film tidak tergarap sempurna. Sebab, singkatnya waktu menyebabkan data historis tentang daerah tidak terekam secara utuh.

Berbeda dengan daerah pesisir Aceh yang kaya situs sejarah dan manuskrip, konon ada daerah di Aceh, yang merasa tidak memiliki data histori yang memadai tentang asal usul keislamannya. Hal ini mungkin turut dialami Bener Meriah. Sehingga, video sejarah Islamnya tidak memiliki setting masa lalu yang kuat. Melainkan lebih tentang kondisi pengajian anak-anak (khususnya keberadaan pesantren hari ini). Videonya mengedepankan judul “menuju generasi Qurani”. Seolah-olah, tradisi keislamannya di Bener Meriah masih baru dan mereka ingin lebih maju lagi. Padahal, menurut kami, Bener Meriah punya rekam spiritualitas masa lalu yang luar biasa.

Habib Syarif dan Habib Muhammad Jalung, Jejak (Cucu) Rasulullah di Tanah Gayo

Bagaimana sejarah masuknya Islam ke Tanah Gayo/Bener Meriah? Sudah berapa lama Islam berada di sana? Siapa pembawa Islamnya? Dimana situs sejarah mereka?

Sekali lagi; menjawab ini butuh bacaan serta seminar demi seminar. Konon lagi untuk memvideokannya, anda harus keliling melacak jejak situsnya. Tentu butuh waktu. Kecuali semua sudah ada datanya. Untuk Gayo secara umum, mungkin anda bisa menyebut sejarah Linge dan sebagainya. Anda bisa mengklaim seberapa tua Islam disana. Bebas saja. Tapi, ketika harus menunjukkan siapa pembawa Islamnya, dimana makamnya; lagi-lagi, kita kesusahan dalam hal ini. Sebab, tanpa bukti-bukti fisik, sejarah hanya menjadi “olah cerita”. Bisa lari ke dongeng.

Ulasan spiritualitas sebuah daerah, biasanya akan atraktif, manakala punya kaitan dengan Rasulullah. Silsilah Raja Aceh sekalipun, itu sering ditarik ke atas sampai nasabnya bertemu Rasulullah. Padahal, Iskandar Muda misalnya, tidak begitu kita ketahui ujung nasabnya ke dinasti dunia bagian mana. Tapi ada pertalian perkawinan dari anak perempuan dan sebagainya, yang nasab mereka berujung ke Rasulullah. Itulah namanya bangunan spiritualitas. Harus ada hubungan dengan Rasulullah sebagai punca keislaman kita. Apalagi jika memiliki benda-benda peninggalan Beliau. Kira-kira begitu.

Bener Meriah, sekilas dalam amatan kami, punya cukup cerita dan bahkan data fisik tentang ini. Setidaknya, dalam babak sejarah 1800an. Diriwayatkan, seorang Habib turunan Rasulullah telah datang berdakwah ke Tanah Gayo. Nama lengkapnya perlu ditelusuri kembali, laqabnya “Habib Syarif”. Beliau punya anak bernama Habib Muhammad Jalung, juga seorang ulama, yang makamnya terletak di desa Jalung (Jak Lung) Kecamatan Pintu Rime Gayo, Bener Meriah.

Sebuah webinar telah dilakukan untuk menguak ini: “Penguatan Islam di Jalung dan Hubungannya dengan Habib Syarif –Habib Jalung” (Sabtu, 23/4/2022). Turut menjadi pembicara orang yang dipercaya sebagai turunan Habib Syarif, Kadis Pariwisata Bener Meriah dan peneliti Masjid Quba Bebesen. Webinar diselenggarakan oleh Pusat Kajian Kebudayaan Gayo.

Disebutkan. Saat datang ke Gayo, Habib Syarif ditemani oleh istri dan dua anaknya: Habib Muhammad dan Habib Yusuf. Katanya, Habib Syarif langsung datang dari Makkah, bukan Yaman. Apakah beliau ini dari jalur Hasani yang umumnya berpusat di Mekkah? Biasanya, kaum Alawiyin yang datang ke Indonesia didominasi oleh jalur Husaini yang berdomisili di Hadramaut. Perlu penelusuran kembali terkait asal dan marga nasabnya.

Dari Mekkah, Habib Syarif disebutkan mendarat/bermukim di Ie Leubeu, Pidie. Tidak diketahui berapa lama beliau di sana. Apakah kedua anaknya itu lahir di Pidie ataupun dibawa dari Arab, juga menjadi pertanyaan tersendiri. Lalu mereka melakukan perjalanan ke Ulim, Paya Tui, Pidie Jaya. Selanjutnya ke Peudada. Dari sana Beliau dan rombongan naik ke Pantan Lah. Lalu bergerak ke Jalung, dulu bernama “Kala Ali-Ali” (Kec. Pintu Rime Gayo, Bener Meriah). Disinilah salah satu anaknya yang bernama Habib Muhammad mungkin ditinggal menetap, mengolah lahan, sekaligus berdakwah; sampai wafat pada 1887.

Sementara Habib Syarif berdakwah lebih lanjut ke kedataran yang lebih tinggi, Aceh Tengah. Ia sampai ke Serempah, Ketol. Disana ia tinggal lama, sambil bertani dan membangun sebuah masjid sebagai pusat dakwah. Banyak murid datang dari Bebesen, Tunyang dan lainnya untuk belajar. Lalu oleh muridnya, ia diundang pindah ke Kampung Bebesen, di pusat Kota Takengon. Awalnya Beliau tinggal di Pejebe, sebelum pindah ke Bebesen. Di Bebesen ia kembali membangun sebuah masjid. Tapi bangunan lama telah dibakar PKI. Belakangan dibangun kembali dan diberi nama “Masjid Quba”. Ada beberapa situs sejarah lain di lokasi itu yang dikaitkan dengan kehadiran Beliau. Termasuk “Telege Monyeng” (telaga moyang). Sebuah sumur yang Beliau gali untuk keberkahan bagi warga.

Kompleks makam di sisi qiblat Masjid Quba Bebesen, Takengon, Aceh Tengah

Habib Syarif wafat di Bebesen pada 1850. Makamnya terletak di sisi qiblat kompleks Masjid Quba Bebesen. Dua hari setelah selesai MTQ kami berziarah kesana. Sayangnya, kompleks makam ulama besar ini seperti tidak terawat. Pintu pagarnya sudah jatuh. Makamnya berumput. Kontur tanahnya ada yang dalam, tidak tertimbun. Padahal kondisi pekarangan masjid lainnya sangat bagus. Sulit diketahui secara pasti ada berapa jumlah makam di dalamnya. Karena nisan dan makamnya banyak yang sudah rata dengan tanah. Kami perkirakan ada sekitar 17an makam di dalamnya. Di arah ujung makam, ada dua kuburan dengan nisan lebih besar. Kami perkirakan, itulah makam Beliau dan mungkin dengan istrinya. Selebihnya mungkin anak-anak, atau anggota keluarga dan muridnya.

Komplek Makam di Masjid Quba Bebesen, Takengon, Aceh Tengah

Saat berada di masjid ini, kami coba bertanya kepada beberapa masyarakat lokal yang kebetulan melintas disitu. Pertama kami tanyakan kepada sekelompok anak-anak yang sedang bermain dalam pekarangan masjid, makam siapa itu. Mereka menjawab tidak tau. Lalu kami tanyakan kepada seorang gadis usia kuliahan yang juga mengaku penduduk setempat serta rumahnya dekat dengan masjid. Dia juga menjawab tidak tau. Kelihatannya masyarakat kita tidak begitu aware lagi dengan sejarah. Atau kemungkinan hari itu kami tidak menemukan orang setempat yang memang mengetahui keberadaan makam itu. Kebetulan waktu kami juga sangat singkat, harus segera kembali ke Banda Aceh. Jadi tidak sempat bertanya lebih jauh.

***

Dalam perjalanan pulang ke Banda Aceh, kami mencoba melacak keberadaan makam Habib Muhammad di Jalung. Dari arah Takengon, setelah jembatan menjelang pasar Blang Rakal, kami berbelok ke kiri. Ada signboard tertulis “Jln. Jalung”. Letaknya tepat di Km.45, Blang Rakal, Kec. Pintu Rime Gayo, Bener Meriah.

Jalan masuk ke Desa Jalung, Km. 45 Blang Rakal, Kec. Pintu Rime Gayo, Bener Meriah

Lumayan jauh turun ke dalam. Karena sudah jam 5 sore, akhirnya kami berhenti disebuah warung di dusun bernama Jalung. Tujuannya ingin tau dimana lokasi makamnya. Dari informasi Ansari (panggilan Aan), makamnya masih agak ke dalam, turun ke bawah lembah. Katanya, tidak mungkin sore hari berziarah ke sana. Kalau ziarah lebih bagus pagi. Sebab, itu wilayah lintasan gajah. Kami gagal kesana!

Menurut Ansari, lokasi makam Habib Muhammad adalah desa lama yang sudah tidak berpenghuni lagi. Disana memang banyak persawahan. Dulu ada 100 KK yang menetap. Sejak konflik Aceh, daerah Jalung lama tersebut mulai ditinggalkan. Tujuh tahun terakhir sudah dikosongkan oleh penduduknya, karena gajah sering mengamuk disana.

Bersama Ansari (Aan) di Dusun Jalung, Pintu Rime, Bener Meriah

Kata bang Aan, Makam Beliau mulai banyak diziarahi. Selain masyarakat setempat yang masih rutin berziarah kesana, keturunan Beliau yang hari ini menyebar di Takengon, Banda Aceh, Bireuen, Langsa, Medan dan Jakarta; juga masih melakukan ziarah kesini. Lebaran Idul Fitri 2022 kemarin, katanya, ada 15 mobil yang datang berkunjung. Memang jalan ke makam tersebut rusak. Tidak bisa dilewati semua mobil. Kondisi makam katanya juga hancur, karena sudah lama ditinggalkan penduduk dan menjadi daerah lintasan gajah. Namun, beberapa pejabat setempat mulai datang berkunjung kesana dan berencana memugar kembali situs spiritual bersejarah di Bener Meriah ini. Sebab, Habib ini merupakan sosok ulama yang sanad biologis dan ruhaniahnya bersambung ke Rasulullah. Dapat dikatakan, salah satu “jejak Rasulullah” yang ada di Tanah Gayo.

Masjid Dusun Jalung, Pintu Rime, Bener Meriah

Keberadaan kompleks makam Habib Muhammad Jalung waktu itu juga ditemukan kembali oleh Bapak Edi Irwansyah, Camat Pintu Rime Gayo. Saat itu, ia masuk kesana untuk menangani keberadaan gajah. Ia terkejut, kenapa ada banyak kuburan disitu. Masyarakat menginformasikan bahwa yang diatas buntul/bukit merupakan makam ulama. Kemudian diketahui bernama Habib Muhammad Jalung. Kuburan lain yang di bawahnya adalah murid-muridnya.

Menurut info, tidak ada lagi anak turunannya yang tinggal disana. Kami belum sempat bertemu dengan anak turunan yang mengaku keturunan Habib Muhammad Jalung. Mungkin suatu waktu dapat berdiskusi dengan Lembaga Nasab dan Sejarah “Asyraf” terkait keberadaan para habaib yang berdakwah di Gayo. Termasuk menelusuri keberadaan family tree ulama ini. Habib Muhammad Jalung disebutkan meninggalkan 8 orang anak. Tertua bernama Syarifah Nurullah (pendiri Joyah, mungkin diambil dari kata Arab “zawiyah”/dayah; tempat pengajian ibu-ibu di Bebesen, beliau dimakamkan di Bur Ucak/Burni Kercing). Anak lainnya bernama Habib Murasyaf, Habib Harbi, Habib Krueng, Habib Ahmad, Habib Husain, Sy. Ubit dan Sy. Hadijah (yang kawin dengan Habib Abdillah Al-Habsyi pendiri masjid tua Asir-Asir, Aceh Tengah).

Menurut kami, Bener Meriah, ditengah cita-cita menuju “generasi Qurani”; juga menyimpan cerita tentang keberadaan para ulama yang menjadi “paku bumi” di dataran Gayo. Sejumlah pesantren hari ini terlihat sangat aktif di wilayah ini. Pun tidak jauh dari Makam Habib Muhammad Jalung, masih di relung lembah yang sama, di daerah Manderek, juga terdapat Dayah Sufimuda; yang kini juga ikut memperkuat spiritualitas Bener Meriah dan Tanah Gayo.

Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa Aali Muhammad.*****
___________________
SAID MUNIRUDDIN
The Zawiyah for Spiritual Leadership
YouTube: https://www.youtube.com/c/SaidMuniruddin
Web: saidmuniruddin.com
fb: http://www.facebook.com/saidmuniruddin/
Twitter & IG: @saidmuniruddin

Next Post

BERBICARA DENGAN ALLAH SECARA "LANGSUNG"

Thu Jun 30 , 2022
“Jurnal […]

Kajian Lainnya