MERINTIS JALAN MAKRIFAH, DARI “ILAH” KE “ALLAH”

“Jurnal Suficademic” | Artikel No. 102 | Desember 2022

MERINTIS JALAN MAKRIFAH, DARI “ILAH” KE “ALLAH
Oleh Said Muniruddin | RECTOR | The Suficademic

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIEM. Terkait dengan dikenal atau tidaknya sebuah objek, dalam bahasa Arab ada namanya isim “nakirah” (نكرة) dan isim “makrifah” (معرفة). Isim nakirah adalah sebuah benda, objek atau nama yang masih bersifat umum; belum dikenal. Sementara isim makrifah sudah merujuk kepada sesuatu yang telah definitif, sudah dikenal.

Dalam bahasa Inggris, isim makrifah ditandai dengan pembubuhan artikel “the” di awal sebuah nomina. Misalnya “house”, artinya rumah. Tapi masih dalam makna umum, nakirah. Ketika ditulis atau disebut “the house”, itu pertanda rumahnya sudah dikenal. Sudah diketahui dengan jelas rumah mana yang dimaksud. Wujudnya sudah diketahui.

Dalam hal ini, kata “ilah” (اله), itu artinya tuhan. Konsepnya masih umum. Baru bermakna khusus, atau bersifat definitif dan dikenal, ketika dimasuki huruf alif+lam (ال). Huruf ini disebut sebagai alif lam makrifah atau alif lam ta’rif. Ketika sebuah objek, benda atau nama diberi alif lam diawal, itu objeknya sudah merujuk kepada sesuatu yang jelas dan dikenal.

Oleh karena itu, Allah (اللّٰه) adalah sebuah isim makrifat. Allah adalah Tuhan (Ilah) yang telah dikenal, telah diberi alif+lam. Allah adalah Tuhan yang telah dimakrifati. Allah adalah Tuhan yang telah ada Wujudnya. Allah adalah Tuhan yang anda sudah punya ikatan mental batiniah (rabithah) dengannya. Allah adalah Tuhan (Ilah) yang telah memperkenalkan diri-Nya. Tidak lagi tersembunyi. Sudah definitif. Dikenal. Nyata wujudnya. Itulah Allah, Tuhan (Ilah) yang sebenarnya. Bisa dijangkau. Terkonfirmasi eksistensinya.

Kalau Dia belum dikenal, maka ia belum menjadi Allah. Ia masih menjadi wujud imajinal-teoritikal kita saja. Boleh jadi ia hanya benda-benda semata (bumi, bintang, bulan, matahari, alam semesta, dan lainnya) yang kita duga sebagai Tuhan, tapi sebenarnya bukan Tuhan. Semua orang percaya kepada adanya ilah. Tapi tidak banyak yang bisa sampai kepada mengenal Wajah Allah. Tidak banyak yang bisa sampai pada pengetahuan definitif tentang Allah.


Karena pentingnya mengenal Tuhan, maka pernyataan paling primer dalam beragama adalah “La ilaha illa Allah”. Secara sederhana diartikan, “Tidak ada tuhan selain Allah”. Arti lebih mendalam, “Tidak ada ilah (tuhan) kecuali al-Ilah/Allah (Tuhan yang telah dikenal).” Maknanya, Tuhan (Ilah) yang benar adalah Tuhan yang sudah dikenal (Al-Ilah, Allah). Karena itu, sebagian scholar mengartikan syahadat sebagai, “Tidak ada tuhan kecuali Tuhan”. Kita hanya bertuhan kepada Tuhan yang sudah nyata kebenarannya, Haqq. Disini, Tuhan yang telah dikenal ditulis dengan “T” besar. Sedangkan tuhan-tuhan imajinal lainnya ditulis dalam “t” kecil.

Karena itulah, “mengenal Allah” (mendefinitifkan ilah) menjadi perhatian utama dalam dunia spiritual Islam. Sehingga dikenal kalimat “awaluddin makrifatullah”. Awal dari agama adalah mengenal Allah. Sejauh kita tidak mengenal Allah yang definitif, maka kita pasti bertuhan kepada berbagai bentuk ilah.


Sebenarnya, semua yang ada adalah “ilah”. Semuanya mengandung unsur-unsur ilahi. Semuanya memiliki “ruh”. Semuanya hidup dan punya jiwa. Gunung, pohon, bangunan Kakbah, bintang, bulan, matahari, manusia, binatang; semuanya ilah. Semua itu “bagian” dari diri-Nya. Semua tercipta dari-Nya. Semua bagian dari gradasi, cahaya-Nya. Semua bagian dari ilmu dan kekuasaan-Nya. Alam semesta ini sakral sebenarnya. Semuanya adalah “ayat”, tanda-tanda dari-Nya. Bayangan-Nya. Semuanya memiliki jejak yang berdimensi “ilahi”. Tapi itu bukan Allah dalam wujud azali. Dia bukan semua materi itu. Meskipun itu semua juga tidak terpisah dari-Nya (Ahad).

Jadi; yang mana Allah, Tuhan yang definitif itu? Yang mana Allah, Tuhan yang sudah dikenal itu?

Allah adalah Dia yang ada di dalam, di balik dan yang meliputi itu semua. Dia adalah perbendaharaan tersembunyi, yang telah memperkenalkan Diri dan bertajalli dalam qalbu para nabi dan utusan-Nya. Karenanya Dia disebut Allah, “ilah” yang telah diberi alif lam makrifah. Allah adalah Tuhan yang telah dikenali oleh manusia tertentu. Telah hadir dalam ruhani manusia tertentu. Bahkan sering diajak berbicara dan selalu dibisiki oleh-Nya.

Allah adalah Tuhan yang definitif. Tuhan yang sudah tidak lagi berjarak dengan hambanya. Allah adalah Tuhan yang sudah begitu dipahami dan rasakan kehadirannya. Tuhan yang selalu didengar Kalamnya. Allah adalah Tuhan yang Maha Hidup, Maha Berkata-kata; dan dapat dijumpai kapan saja. Allah adalah Tuhan yang sudah diketahui titik koordinat dan frekuensi keberadaannya.


Sudahkah kita mengenal Tuhan, sehingga berhak menyebutnya “Allah”? Sudahkah Dia hadir untuk memperkenalkan diri-Nya, sehingga Dia layak disembah? Sudahkah kita akrab dengan-Nya? Kalau sudah, kita sudah mencapai Tuhan pada level makrifah. Kalau belum, kita masih bertuhan pada level umum, level awam, level kira-kira, level “nakirah”.

Tuhan yang dikenal (definitif) adalah satu-satunya Tuhan yang pantas disembah. Sebab, Tuhan yang dikenal pasti mudah diingat. Tuhan yang dikenal mudah dihadirkan dalam sholat. Kepada Muhammad SAW suatu ketika Dia hadir dan berkata:

اِنَّنِيْٓ اَنَا اللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّآ اَنَا۠ فَاعْبُدْنِيْۙ وَاَقِمِ الصَّلٰوةَ لِذِكْرِيْ

“Sesungguhnya Aku adalah Allah, tidak ada tuhan selain Aku. Maka, sembahlah Aku dan tegakkanlah sholat untuk mengingat-Ku” (QS. Thaha: 14).

Jadi, sholat itu hanya bisa benar-benar tegak setelah kita memakrifati Allah. Sholat menjadi tegak setelah Tuhan menjadi definitif, tersaksikan. Identitasnya diketahui. Karena itulah, rukun Islam yang pertama adalah syahadat (dalam makna memakrifati Allah). Baru kemudian sholat (yaitu usaha menyembah dan mengingat sesuatu yang sudah dikenal itu). Semoga keislaman kita terus berkembang ke arah kesempurnaan seperti itu.

PENUTUP. Allah yang definitif itu punya 99 Nama atau Wajah definitif lainnya. Mungkin kita tidak mengenal yang 99 itu. Maka ada Nama “rahasia”-Nya yang ke 100 yang diutus kesetiap umat dan masa (QS. At-Taubah: 128). Siapapun yang menebal Nama/Wajah ke 100 itu, sesungguhnya ia telah mengenal Allah.

Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa Aali Muhammad.

#powered by SUFIMUDA
___________________
SAID MUNIRUDDIN
RECTOR | The Suficademic
YouTube: 
https://www.youtube.com/c/SaidMuniruddin
Web:
 saidmuniruddin.com
fb: http://www.facebook.com/saidmuniruddin/
Twitter & IG@saidmuniruddin

One thought on “MERINTIS JALAN MAKRIFAH, DARI “ILAH” KE “ALLAH”

  1. jalan pintas paling cepat dan mudah menuju makrifat adalah dengan jalan mengamalkan dan memahami wirid cara jawa, manunggaling kawula kelawan gusti sebagai berikut: sirullah, dzatullah, sifatullah, wujudullah, asmaullah, af’ alullah dst. adalah wirid cara jawa yang dibuat menjadi bahasa arab. bahwa sesungguhnya semua adalah Allah dan berasal dari Allah. ada ayat yang menyatakan “kemana saja kamu hadapkan wajahmu, disitulah wajah Allah” – Anda melihat tembok, melihat pohon, melihat gunung adalah melihat Allah (dzat) dan (wujud) tetapi Allah “Oknum” hanya bisa dikenali dengan bathin dengan jalan meditasi.

Comments are closed.

Next Post

Sempat Viral, Akademisi USK Tulis 484 Artikel, Jadi Penulis Tasawuf Paling Produktif di Indonesia

Sat Dec 31 , 2022
Artikel […]

Kajian Lainnya