Paradigma Tauhid dalam Riset
Paradigma tauhid membangun kesadaran, bahwa semuanya saling terkait. Sebuah fenomena luaran yang sekilas terlihat berdiri sendiri, sebenarnya adalah satu kesatuan dari sebab-sebab yang mungkin belum diketahui. Sesuatu tidak berdiri sendiri. Sesuatu selalu ada yang mempengaruhi. Sesuatu terjadi karena ada sebab. Semua fenomena yang terlihat adalah akibat, oleh sebab-sebab tertentu. Itu saling terkait. Menyatu. Satu.
Dunia ilmiah, pada awalnya dibangun dengan kesadaran tauhid. Bab 1 dalam penelitian ilmiah (skripsi, tesis atau disertasi) itu isinya “paradigma tauhid” atas sebuah fenomena. Tujuan Bab 1, sebagaimana umumnya dirumuskan dalam tujuan penelitian, ingin melacak kesatuan atau bentuk-bentuk hubungan antara fenomena dengan penyebabnya. Kita dilatih berfikir, bahwa ada satu kesatuan antara fenomena yang terlihat dari sebuah objek, dengan sesuatu yang membuat itu terjadi. Sesuatu tidak berdiri sendiri. Ada yang menyebabkan itu.
Penelitian ilmiah dimulai dari kemampuan menangkap sebuah fenomena (kejadian, gejala, tanda-tanda, akibat, petunjuk, hal ihwal atau “ayat”). Lalu dibangun cara berfikir “tauhid”. Bahwa, tidak ada yang terpisah. Semua yang terlihat, itu akibat dari sesuatu yang belum diketahui. Semua ada hubungan. Saling mempengaruhi. Antara akibat dan sebab, itu satu, menyatu.
Mungkin paradigma tauhid yang terbangun dalam penelitian moderen memiliki kesadaran tauhid yang parsial. Seolah-olah, kesatuan yang terbangun hanya antara beberapa variabel X (independen) dan Y (dependen) saja. Padahal, variabel Y itu juga dipengaruhi oleh variabel unknown X lainnya.
Variabel X itupun tidaklah independen. Ia menjadi begitu juga karena dipengaruhi oleh unknown variabel X lainnya. Begitulah seterusnya. Pada akhirnya kita akan paham, bahwa segala sesuatu di alam semesta; baik alam sosial maupun fisika, itu saling terkait, satu, menyatu. Semua berada dalam satu wadah yang terikat. Semuanya tunggal. Satu.
Lebih jauh lagi, semua fenomena di alam sosial dan fisika, itu juga dipengaruhi oleh berbagai variabel dari alam di atasnya (metafisika). Semua yang dhahir, itu pancaran (emanasi) dari gelombang cahaya dari alam batin (ruh).
Sampai pada akhirnya kita akan sadar, alam fisika maujud karena adanya alam metafisika. Semuanya memperoleh wujud karena adanya pertalian hubungan dengan keberadaan Allah SWT. Artinya, semua heterogenitas pada dimensi Wahidiyah, itu berada dalam satu garis gradasi emanasi dari dimensi Ahadiyah. Semua alam, itu sesungguhnya satu kesatuan, tanpa ruang kosong yang memisahkan.
Dani
Terima kasih.