Articles

“PANGGILAN ALLAH”: MELAMPAUI RUTINITAS IBADAH

Awal Agama adalah “Mengenal/Mendengar (Perintah) Allah”

Karena itu, awal dari agama adalah “kemampuan mendengar panggilan Allah”. Awal pertama Anda mampu mendengar panggilan Allah, itu adalah awal dari hidupnya qalbu (ruh). Qalbu adalah alat komunikasi (mendengar dan berbicara dengan Allah). Dalam tariqat yang masih “berpower” (bersanad ke Nabi/dipimpin seorang wali yang mumpuni), pengalaman ini biasanya akan dialami pada fase suluk 3, atau sekitar 30-40 hari setelah menempuh perjalanan Ruhani. Ini akan mengkonfirmasi pengalaman Musa as di Sinai (QS. Al-‘Araf: 142-143). Apa yang dialami nabi-nabi Bani Israil, itu masih bisa dialami oleh umat Nabi Muhammad SAW. Sejauh kita tau metodologi dan dibimbing seorang Wali.

Jadi, awal beragama adalah “mampu mendengar” apa kata Tuhan. Dalam tasawuf, ini disebut “Awaluddin Makrifatullah”. Awal agama adalah mengenal Allah. Makna mengenal, kita tau bahwa itu asli Allah; bukan setan. Karena tau itu adalah Allah, kita juga tau bahwa itu adalah pesan-pesan (firman/ilham laduniah) dari Allah.

Kalau sudah makrifat (terhubung dengan Allah), mustahil iblis bisa menipu. Sebab, kerjaan iblis, itu memang membuat segala yang sedang kita kerjakan terlihat “baik”. Jangan kira iblis itu menyuruh kita pada keburukan/kemungkaran. Tidak selalu seperti itu. Iblis seringkali mengarahkan kita kepada hal-hal baik, sejauh itu dapat menjauhkan kita dari apa maunya Allah.

Bayangkan. Menjaga dan memberi makan anak dan istri, itu pekerjaan baik. Tapi, terkadang Tuhan menginginkan kita untuk segera menghadap-Nya atau mengerjakan tugas-tugas yang diinginkan-Nya, dengan cara meninggalkan anak dan istri kita dalam keadaan haus dan lapar. Ibrahim as mengalami ini. Dia patuh. Dia ikuti panggilan Tuhan. Dia tinggalkan keluarganya. Berat memang. Tapi ia tau, itu perintah Allah.

Musa as, dia tinggalkan kaumnya yang sedang kebingungan. Ia naik ke Thursinai. Selama 40 malam ia tidak pulang. Padahal, meninggalkan bangsa yang sedang butuh pertolongan, itu wajib hukumnya. Tapi, Musa as tidak peduli. Ia lebih mendengar panggilan Allah. Banyak sekali kasus serupa, dan dialami semua nabi. Mereka harus meninggalkan banyak pekerjaan baik, karena panggilan Allah.

1 Comment

  1. Dani

    Terima kasih.

Komentar Anda

%d bloggers like this: