KALAM ILAHI: MENCARI “API” KALIMAH YANG ASLI

Jurnal Suficademic | Artikel No. 36 | Maret 2023

KALAM ILAHI: MENCARI “API” KALIMAH YANG ASLI
Oleh Said Muniruddin | RECTOR | The Suficademic

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIEM . Untuk bisa membakar dan menghidupkan cahaya, yang kita butuhkan adalah “api”🔥yang asli. Bukan “tulisan” api. Juga bukan “bacaan” api.

Begitu juga wirid dan zikir. Kita butuh yang asli, yang mampu membakar dan menghidupkan. Bukan (sekedar) tulisan Arabnya. Juga bukan (sekedar) bacaan Arabnya. Kalau sekedar tulisan dan bacaan, bisa kita akses di google. Bisa kita beli kitab-kitabnya. Banyak dijual dimana-mana. Pesan online pun ada.

Quran juga begitu. Ada yang cuma sebatas tulisan. Ada juga yang hanya bacaan-bacaan. Yang asli, yang mampu membakar dan menghidupkan, yang penuh mukjizat dan kekeramatan, itu langka.

Kalimah Allah itu ada tiga macam. Tulisan, bacaan, dan Allah itu sendiri. Kita umumnya cuma punya tulisan dan bacaan. Yang asli tidak kita miliki. Kalimah Allah yang asli adalah Allah itu sendiri. Sebab, Dia Ahad. Dzatnya tidak terpisah dengan Kalimah-Nya (Asma). Kalau Kalimah yang kita baca adalah asli, pasti akan tersambung dengan Dzat. Sehingga melahirkan mukjizat.


Itulah level beragama kita. Umumnya terhenti di syariat. Agama hanya sebatas dalil, konsep dan bacaan. Tidak terhubung dengan wujud Dzat dari semua konsep itu. Karenanya, di level syariat (teks dan bacaan) agama tidak membawa mukjizat. Tidak tersambung dengan api 🔥 yang asli.

Karena itu pula, aliran seperti Wahabi menolak adanya “kekeramatan” pada seseorang. Sebab, dinamika beragama yang belakangan mereka bangun lewat bacaan dan hafalan, memang tidak bisa melahirkan kekeramatan. Dimensi otak (pikir) tidak mampu menjangkau unsur Dzat yang keramat itu. Padahal, para nabi semuanya keramat (membawa mukjizat).

Untuk merasakan keislaman para nabi, yang penuh mukjizat, ada metodologinya. Beragama tentu harus di up-grade agar melampaui konsep, bacaan dan hafalan tentang api. Beragama harus menempuh jalan untuk sampai ke wujud “api”🔥yang asli. Pada tingkatan tertentu, seseorang bahkan bisa menjadi seorang kepercayaan Allah untuk membawa “api” 🔥 itu ke tengah keluarga dan umatnya. Dia bisa membuat orang-orang merasakan “kehangatan” dari (kehadiran) Dzat:

اِذْ قَالَ مُوْسٰى لِاَهْلِهٖٓ اِنِّيْٓ اٰنَسْتُ نَارًاۗ سَاٰتِيْكُمْ مِّنْهَا بِخَبَرٍ اَوْ اٰتِيْكُمْ بِشِهَابٍ قَبَسٍ لَّعَلَّكُمْ تَصْطَلُوْنَ (7) فَلَمَّا جَاۤءَهَا نُوْدِيَ اَنْۢ بُوْرِكَ مَنْ فِى النَّارِ وَمَنْ حَوْلَهَاۗ وَسُبْحٰنَ اللّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ

(7) (Ingatlah) ketika Musa berkata kepada istrinya, “Sesungguhnya aku melihat api 🔥. Aku akan membawa kabar tentangnya kepadamu atau membawa suluh api (obor) agar kamu dapat menghangatkan badan (dekat api); (8) Maka, ketika tiba di sana (tempat api itu), dia diseru, “Orang yang berada di dekat api 🔥 dan orang yang berada di sekitarnya telah diberkahi. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam” (QS. An-Naml: 7-8)

Para guru sufi yang agung, itu biasanya memiliki/mewarisi “api” yang asli dari Rasulullah. Itulah yang dibagi ke muridnya. Sehingga, zikir-zikir mereka menjadi “hidup” dan “membakar”. Penuh mukjizat. Mereka bertuhan telah melampaui segala hafalan tentang Nama dan Sifat. Keyakinan mereka sudah wushul ke level rasa dari Dzat, ke pancaran “api” yang asli.

Sementara, para ahli syariat, itu hanya sekedar mendakwahkan konsep-konsep zikir. Hanya sekedar membagi buku-buku, bacaan, tajwid dan fasahah terkait zikir. Bukan mendistribusikan zikir (api) yang asli, yang membakar dan menghidupkan. Zikir yang asli isinya Ruh, atau cahaya Tuhan itu sendiri. Karena itu, ahli zikir akan mudah mengalami “ketersingkapan” ruhani (mukasyafah). Sebab, cahaya (Allah) yang asli sifatnya menerangi (enlightened).

***

Quran (Az-Zikr) atau “api” yang asli adalah perbendaharan orang-orang yang jiwanya telah suci: “La yamassuhu illal muthahharun” (QS. Al-Waqiah: 79). Kitab (Quran/zikir) yang asli tidak bisa disentuh oleh sembarang orang. Bisa terbakar mereka. Kitab yang asli hanya bisa diakses, disentuh dan diberikan kepada orang-orang yang telah menempuh jalan kesucian.

Itulah kenapa dikatakan, “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Quran, dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya” (QS. Al-Hijir: 9). Quran yang asli, yang hidup dan membakar, itu sangat terjaga. Tak bisa disentuh oleh sembarang orang. Tak bisa dipalsukan lewat tulisan dan bacaan. Yang asli, yang berpower (bermukjizat), diamanatkan dari satu dada suci ke dada suci lainnya.

Kalau sekedar tulisan dan bacaan, itu bisa diakses oleh siapapun. Seorang kafir pun bisa menyentuh, menulis, membaca dan menghafal Quran. Kalau yang asli, tidak bisa. Seorang orientalis boleh jadi sangat paham dan hafal Quran. Tapi tidak pernah bisa memiliki mukjizat (kekeramatan) dari Quran.

Meninggalnya para ulama yang di dadanya ada Quran, adalah berita duka. Sebab, Quran yang asli yang ada dalam dada mereka, itu harusnya sudah terwariskan kepada generasi selanjutnya. Begitulah sanad wasilah ruhaniah dari Quran. Tidak pernah terpisah pada diri orang. Kalau sekedar teks Quran, itu bisa dibeli. Di rak masjid pun banyak sekali. Sementara vibrasi yang asli, itu harus ada proses “serah terima”. Harus ‘diijazahkan’.

***

Saat perang dimasa Rasulullah, banyak sekali “huffaz” yang syahid. Mereka bukanlah penghafal teks lengkap Qur’an, sebagaimana umumnya pemahaman kita. Mushaf (Quran) dalam bentuk buku lengkap, itu belum ada pada masa Nabi. Susunannya juga belum diatur. Sebab, Quran itu sendiri baru lengkap turunnya menjelang Nabi wafat.

Pada masa Nabi hanya ada fragmen-fragmen Quran (pada tulang, kayu, batu dsb). Itupun terbatas, disimpan oleh orang-orang tertentu. Orang-orang secara umum belum punya salinan Quran lengkap untuk dibaca dan dihafal-hafal. Makanya dimasa Nabi tidak ada TPA/pesantren yang murid-muridnya menenteng mushaf lengkap Quran untuk dibawa mengaji.

Baru di kemudian hari, pada masa para khalifah, khususnya Usman bin Affan, dibentuk panitia untuk mengumpulkan teks dan menyusun kembali urutan ayat dan surah. Kemudian disalin secara terbatas dalam beberapa copy. Itu baru jadi Qurannya, dalam bentuk buku. Artinya, mushaf Quran itu, pada masa awal keislaman adalah barang langka dan sangat terbatas. Sesuatu yang jarang dilihat ataupun disentuh.

Jauh hari kemudian, paska empat khalifah, buku Quran disalin lagi dan dibagi-bagi ke sejumlah wilayah. Jumlahnya pun tidak banyak. Cetak mencetak Quran dalam jumlah masal itu baru terjadi setelah ditemukan mesin cetak di abad moderen. Sebelumnya hanya salin menyalin, ditulis dalam bentuk manuskrip tangan.

Di era klasik, kitab/teks Quran termasuk barang langka. Uniknya, saat Quran masih langka, ulama yang keramat justru sangat banyak. Dengan kelangkaan itu pula Islam menguasai dunia. Sekarang, saat mushaf Quran tercetak dalam jumlah tak terbatas, bisa dibeli dan diperoleh dimana saja; jumlah pembaca dan penghafalnya juga semakin membludak, kekeramatannya justru seperti hilang. Kita kalah dimana-mana.

Ini pertanda, bahwa keramat itu bukan di banyaknya cetakan, bacaan dan hafalan. Kekeramatan Quran itu ada pada sesuatu yang langka. Pada penguasaan elemen Ruh malakutnya. Teks bisa disalin, dicetak dan diedarkan untuk dibaca. Tapi wujud Ruh-nya tidak bisa bisa diperbanyak dan didistribusi dengan cara itu.

Para “huffaz” yang banyak syahid dimasa nabi, itu adalah orang-orang yang dititip Ruh Quran oleh Nabi ke dada mereka. Huffaz itu artinya “penjaga”, “pelindung”, atau “pemelihara”. Karena itulah, generasi awal ini keramat-keramat. Mereka bukan penjaga teks an sich. Tapi penjaga ruh. Mereka dididik khusus untuk diwariskan ilmu-ilmu rahasia (elemen-elemen batiniah Qur’an). Ada Quran asli dalam dada mereka.

Itulah yang menyebabkan semua perang bisa dimenangkan pada masa Nabi, walau dengan jumlah pasukan dan persenjataan terbatas. Quran yang asli, adalah sesuatu yang membuat kita terkoneksi dengan malaikat. Quran baru dikatakan asli; kalau teks, bacaan dan hafalannya tidak terpisah dari malaikat. Quran yang asli, itu isinya Ruh, para malaikat. Itulah isi dada nabi, sehingga ruhani Beliau terus berzikir.

Huffaz adalah para pemilik Quran yang asli. Huffaz adalah pembawa “api” yang asli. Huffaz adalah pewaris mukjizat. Huffaz adalah sahabat para malaikat. Huffaz adalah penjaga Az-Zikr, pewaris Ruh dari Qur’an. Mungkin mereka juga menghafal teks. Tapi, keaslian Ruh inilah yang benar-benar mereka pelihara. Sebab, tanpa Ruh, Quran akan mati. Tanpa Ruh, Quran akan berubah, dari Kalam Ilahi menjadi informasi hukum dan teks sejarah (“makhluk”).

Karena itu, penting sekali bagi kita untuk mewarisi Ruh dari generasi sebelumnya. Tanpa itu, bacaan dan hafalan teks Quran kita akan hilang “kesuciannya”. Hilang keramatnya. Terputus dari Dzat. Itulah inti tarikat. Kita bermujahadah dibawah bimbingan seorang nabi/wali guna terhubung dengan para malaikat dan Ruh. Tanazzalul malaa-ikatu war-Ruh. Quran yang asli, itu turun ketika malaikat dan ruh juga ikut menyertainya (QS. Al-Qadar).

***

Apapun teks yang kita baca, dalam bahasa apapun itu, apakah dengan suara besar-besar (jahar) ataupun secara diam (sirr); selama terhubung dengan Nur, dengan Ruh Al-Ilahi, dengan Cahaya di atas Cahaya, dengan Arwahul Muqaddasah Rasulullah, dengan Jibril as, dengan malaikat, dengan Nur Muhammad; semua bacaan akan menjadi mukjizat. Semua hafalan akan berubah menjadi “api” yang asli.

Semua bahasa berpotensi menjadi mukjizat, menjadi “api” yang membakar dan menghidupkan; sejauh bacaannya terkoneksi dengan Allah. Sebelum diturunkan kitab yang berbahasa Arab, telah ada kitab dalam berbagai bahasa dunia (bahasa Ibrani, Suryani dan lainnya). Semuanya membawa karamah, karena dibaca oleh para nabi dan wali-walinya, yang dalam ruhani mereka ada entitas Nurullah.

Sejak Adam as sampai Muhammad SAW, pesan yang turun dari langit terus berkembang/berubah. Kitabnya terus di-update. Dari Zabur, Taurat, Injil sampai ke Quran. Juga banyak beredar manuskrip/suhuf lainnya. Mungkin isinya ada yang sama. Selain juga ada perbedaannya. Mungkin juga ada teksnya yang diubah-ubah, tidak terjaga lagi keasliannya.

Tapi yang jelas, semua orang yang membawa kitab itu, memiliki hal yang sama. Yaitu, membawa mukjizat. Itulah ciri kitab yang asli, membawa Ruh atau “api” yang membakar. Ruh adalah sebuah “energi murni” yang membuat Anda mampu mengusir iblis dan setan, baik yang ada dalam diri Anda maupun orang lain. Anda, jika merasa sudah memiliki, membaca dan menghafal kitab yang asli, boleh ditunjukkan mukjizatnya. Khawatir kita, mengusir jin dan setan dalam tubuh satu orang yang sedang kerasukan saja kita tidak sanggup. Konon lagi ingin menaklukkan dunia yang penuh dengan setan melalui bacaan/hafalan Quran.

Jangan kira mudah memperoleh Quran dalam wujud “api” yang membakar dan menghidupkan. Memperoleh Quran yang berpower (mengandung mukjizat), itu tidak semudah pergi ke pasar untuk membeli Quran yang dicetak oleh penerbit tertentu.

Berat sekali proses yang ditempuh untuk memperoleh kitab (Az-Zikr) yang asli; yang melampaui teks dan bacaan, yang tentunya tidak pernah dijual dipasaran. Para nabi harus menempuh perjalanan spiritual (mujahadah) luar biasa untuk memperoleh berbagai kitab yang penuh api mukjizat ini. Mereka harus berdiam diri dalam waktu cukup lama untuk mendownload semua esensi Quran. Baru setelah itu, semua bacaan mereka menjadi berkekuatan. Bisa membelah laut, membelah bulan, menghidupkan orang mati, menyembuhkan penyakit, mengalahkan musuh, dan sebagainya.

***

Quran itu Kalam Tuhan, yang bisa jadi telah berubah wujud menjadi “makhluk” (baharu). Namun versi aslinya adalah “non-makhluk” (qadim). Dalam dimensi makhluk, Quran itu bacaan dan hafalan yang tidak berpower lagi. Bacaan diujung lidah. Kertas dan tulisan yang bisa musnah kapan saja. Sedangkan dalam dimensi qadim, dia adalah pancaran langsung dari Dzat, sesuatu yang masih memiliki mukjizat. Dalam wujud makhluk, Quran adalah “bacaan” dan “tulisan” dari api. Dalam wujud Kalam yang asli, Quran itu adalah pancaran Nur Ilahi, “api” 🔥 yang nyata-nyata mampu membakar dan menerangi.

Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa Aali Muhammad.

#powered by SUFIMUDA
___________________
FOLLOW US
:
SAID MUNIRUDDIN | The Suficademic
Web: 
saidmuniruddin.com
YouTube: youtube.com/c/SaidMuniruddin
TikTok:
tiktok.com/@saidmuniruddin
IG: instagram.com/saidmuniruddin/
Facebook: facebook.com/saidmuniruddin/
Twittertwitter.com/saidmuniruddin
Join Grup WA: The Suficademic-1
Join Grup WA: The Suficademic-2

2 thoughts on “KALAM ILAHI: MENCARI “API” KALIMAH YANG ASLI

Comments are closed.

Next Post

SUFI, BERAGAMA DENGAN SENI

Tue Mar 21 , 2023
Jurnal […]

Kajian Lainnya