“RELIGIOUS NETWORKING”: BERAGAMA LEWAT JALUR KHUSUS

Jurnal Suficademic | Artikel No.53 | April 2023

“RELIGIOUS NETWORKING”: BERAGAMA LEWAT JALUR KHUSUS
Oleh Said Muniruddin | RECTOR | The Suficademic

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIEM. Kita masuk surga, itu bukan karena usaha dan banyaknya amal. Melainkan karena rasa cinta dan sayang Allah kepada kita. Konon lagi kalau kita periksa secara detil. Hampir tidak ada amal kita yang benar-benar dilakukan dalam keadaan khusyuk atau ikhlas. Belum lagi dosa-dosa harian yang semakin membuat gelap jiwa kita. Modal kita, seberapapun besarnya, tidak akan pernah cukup untuk membuat kita masuk ke surganya Allah SWT.

Ini bukan berarti kalau masuk surga tidak perlu beramal dan berusaha. Sangat perlu. Tapi usaha yang kita lakukan bukan untuk menumpuk amal. Jangan terjebak dengan kerja keras. Berusahalah untuk sedikit cerdas. Fokus ibadah bukan pada hitungan fadhilah amal. Jangan berdagang dengan Tuhan. Kalah Anda. Melainkan, tujukan usaha kepada segala sesuatu yang dapat membawa kita memperoleh cinta dan sayang-Nya.

Cinta dan sayang ini sangat terkait dengan ilmu “rasa” (sufistik/taqwa). Sedikit, tapi ada rasa; itu lebih baik daripada banyak, tanpa “rasa”. Dia menerima “rasa” dari ibadah kita. Allah tidak mengkonsumsi darah dan daging, atau unsur-unsur material dari ibadah manusia:

لَنْ يَّنَالَ اللّٰهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَاۤؤُهَا وَلٰكِنْ يَّنَالُهُ التَّقْوٰى مِنْكُمْۗ كَذٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ ۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِيْنَ

“Daging dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah rasa ketakwaanmu. Demikianlah Dia menundukkannya untukmu agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Berilah kabar gembira kepada orang-orang yang muhsin” (QS. Al-Ḥajj [22]:37)

Dua Jalur Sukses

Sukses, itu bisa diperoleh melalui dua jalur: umum dan khusus. Baik hukum dunia maupun akhirat, sama-sama mengikuti pola ini.

Pertama, “hukum umum” (syariat). Syariat artinya “general rule”. Tuhan maha adil. Dia menciptakan seperangkat preskripsi umum untuk sukses. Kalau kita lihat struktur Basmallah, kata “Rahman” merujuk pada hukum ini.

Ada sunnatullah yang berlaku di alam. Bahwa, siapapun yang mengikuti “universal law” (i.e., rajin dan disiplin); orang tersebut akan sukses. Tuhan mirip-mirip tidak mau tau keadaan hamba-Nya. Sejauh seorang hamba patuh pada hukum-hukum ini, ia akan sukses. Allah itu Tuhan untuk semua manusia dan agama. Siapapun yang mengikuti alur umum ini, kafir sekalipun, akan sukses.

Anda, kalau memenuhi rukun syarat umum untuk lulus menjadi pegawai negeri, atau untuk dipromosikan pangkat, besar kemungkinan akan lulus. Itu general rule. Law and order mengikuti hukum-hukum. Hukum umum ini merupakan “takdir”, ketentuan umum Tuhan agar manusia punya kepastian untuk sukses.

Kedua, “hukum khusus” (tarikat). Meskipun ada seperangkat aturan universal untuk sukses, aturan-aturan khusus juga tersedia untuk mem “by-pass” itu. Itu yang disebut wilayah “credential”. Ada ruang bagi Tuhan untuk bertindak semaunya. Ada hukum “pilih kasih”.

Allah, sebagaimana manusia, itu juga punya sifat “nepotisme” dalam memilih seseorang. Sifat Allah banyak sekali. Tidak terbatas jumlahnya. Mungkin kita hanya mengenal sedikit saja. Seperti terangkum dalam sifat 20, ataupun Asmaul Husna. Sifatnya lainnya termasuk “maha suka-suka”, “maha pilih kasih” dan sebagainya.

Jika syariat dipahami sebagai “jalur umum” untuk sukses; tarikat bermakna “jalur khusus” untuk berhasil. Syariat dan tarikat sama-sama bermakna “jalan”. Hanya saja, tarikat sudah berbentuk jalan yang lebih “halus” atau “spesial”. Tarikat itu “jalur rahasia”. Ilmu-ilmu rahasia diperoleh melalui jalur ini.

Untuk menjadi ulama (alim umum), cukup dengan menempuh jalan syariat. Tapi, untuk menjadi kekasih dan penjaga rahasia Allah, Anda harus menempuh jalan tarikat. Para nabi dan wali disebut hamba-hamba “pilihan”, karena menempuh jalur khusus. Mereka sosok-sosok “outstanding” di mata Tuhan. Bukan karena gantengnya mereka. Bukan karena kekayaanya. Bukan karena cerdas sekali otaknya.

Bahkan Nabi teragung sekalipun, itu sosok yang “ummi”. Kurang bacaannya. Beliau tidak pernah menempuh sekolah di pesantren. Tidak pernah membaca kitab. Tidak kuliah satu SKS pun. Muhammad SAW juga bukan siswa lulusan Akademi Plato Yunani. Bukan santri dari Al-Azhar Mesir. Bukan pelajar tamatan Darul Mustofa Yaman. Bukan mahasiswa didikan Universitas Islam Madinah atau Ummul Qura Mekkah. Juga bukan alumni Oxford atau Harvard. Beliau hanya seorang penunggu di gua Hirak. Yang tau cara “mendekati” Tuhan. Personal approach-nya tinggi sekali. Ia mampu menempuh jalan khusus untuk mengambil hati Tuhan. Baru kemudian Tuhan memberikan segalanya kepada Beliau.

Saat orang-orang sibuk dengan syariat shalat dan ibadah tawaf di keramaian Masjidil Haram, ia justru pergi menyendiri di kegelapan gunung untuk mengetuk pintu Rahimnya Tuhan. Itu namanya “tarikat”. Jalur khusus. Jalur untuk menjadi “ahlullah”. Jika jalur syariat membuat Anda jadi hamba Allah. Jalur tarikat membuat Anda menjadi “keluarga Allah”.

Perhatian Allah kepada “keluarga-Nya” tentu beda. Untuk anggota keluarga, bisa-bisa lulus tanpa tes. Bisa masuk surga tanpa hisab. Karena Allah sudah “mengenal” mereka. Mereka dianggap sebagai “orang dalam” oleh Tuhan. Mereka tidak lagi berkutat pada isu dan perjuangan untuk masuk surga. Mereka sudah ada di dalamnya. Bahkan kunci surga diserahkan ke tangan mereka. Kalau dalam tradisi ilmiah, mereka disebut sebagai “variable mediator” untuk mengenal Allah.

BACA: Nur Muhammad, “Variabel Mediator” dalam Mengenal Allah

Kalau kita dekat dengan orang-orang ini, bersedia membangun mahabbah dan bershalawat kepada mereka, bisa masuk surga secara mendadak kita. Bahkan keampunan dosa kita juga diserahkan Allah kepada mereka (QS. An-Nisa: 64). Karena mereka adalah “Tali Allah” (QS. Aali Imran: 103), “Wasilah” (QS. Al-Maidah: 35), “Khalifah” atau co-Creator (the carier of God’s authority”):

وَمَآ اَرْسَلْنَا مِنْ رَّسُوْلٍ اِلَّا لِيُطَاعَ بِاِذْنِ اللّٰهِ ۗوَلَوْ اَنَّهُمْ اِذْ ظَّلَمُوْٓا اَنْفُسَهُمْ جَاۤءُوْكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللّٰهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُوْلُ لَوَجَدُوا اللّٰهَ تَوَّابًا رَّحِيْمًا

“Kami tidak mengutus seorang rasul pun, kecuali untuk ditaati dengan izin Allah. Seandainya mereka (orang-orang munafik) setelah menzalimi dirinya datang kepadamu (Nabi Muhammad), lalu memohon ampunan kepada Allah, dan RASUL PUN MEMOHON AMPUN UNTUK MEREKA, niscaya mereka mendapati Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang” (QS. An-Nisā’ [4]:64)

وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللّٰهِ جَمِيْعًا وَّلَا تَفَرَّقُوْا ۖ …

“Berpegang teguhlah kamu semuanya pada TALI ALLAH, jangan bercerai berai…” (QS. Āli ‘Imrān [3]:103)

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَابْتَغُوْٓا اِلَيْهِ الْوَسِيْلَةَ وَجَاهِدُوْا فِيْ سَبِيْلِهٖ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, carilah WASILAH (jalan untuk mendekatkan diri) kepada-Nya, dan berjihadlah di jalan-Nya agar kamu beruntung” (QS. Al-Mā’idah [5]:35)

وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ اِنِّيْ جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةً ۗ قَالُوْٓا اَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُّفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاۤءَۚ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۗ قَالَ اِنِّيْٓ اَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ

“(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan KHALIFAH di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui” (QS. Al-Baqarah [2]:30)

Keistimewaan Jalus Khusus

Jadi, agama itu punya dua jalur. Jalur umum/awam (syariat) dan jalur khusus/khawash (tarikat). Regulasi yang berlaku pada kedua jalan ini bisa berbeda. Kalau presiden bisa lewat lampu merah sesuka hati, jangan di protes. Itu memang hukum bagi orang-orang pilihan. Kalau ada orang yang naik pangkat, tok karena dekat dengan bosnya (sementara Anda merasa sudah bekerja lebih keras dari dia), jangan mengomel. Itu memang karena rasa senang dan percaya pimpinan kepadanya. Kalau ada yang masuk kedokteran lewat jalur undangan, Anda jangan marah. Karena itu memang haknya.

Kalau ada orang biasa yang dipilih dan disayang Allah sebagai wali-Nya, jangan cemburu. Itu memang karena skill mereka dalam membujuk rayu Allah SWT sudah di atas rata-rata manusia. Kalau seseorang bisa masuk surga tanpa hisab, jangan dicemburui. Itu memang aturan yang berlaku untuk mereka. Agama ini pada hakikatnya adalah “Cinta”. Relasi jiwa. Ruh dengan Ruh.

Itulah namanya “religious networking”, beragama lewat jalur dan koneksi ruhaniah. Ketika mahabbah dan mujahadah spiritualnya telah kuat, seseorang akan menjadi “terpuji” (Hamid/Mahmud). Sehingga mendapat “trust” (Al-Amin) untuk diterima tanpa seleksi. Inilah jalur “Rahim” dalam konstruksi Basmallah. Anda bisa mendekati Allah dan “masuk surga” bukan karena banyaknya amalan yang terekspose secara lahiriah. Tapi karena mengetahui metodologi khas dalam menyembah-Nya.

Syariat itu jalur kerja “keras”. Sementara tarikat, itu jalur kerja “cerdas”. Tarikat itu sudah masuk dalam ranah strategi dan metodologi pencapaian tujuan. Tarikat itu sudah melampaui general theory dan hafalan. Tarikat adalah wilayah otonomi khusus dan special approach dalam mendekati Allah. “Taqarrub” atau “taqwa” hanya bisa diperoleh melalui jalur partikular ini.

Menyempurnakan Agama: dari Bab Syariat ke Bab Tarikat

Allah tidak memaksa manusia untuk menyembah-Nya. Dia menyediakan berbagai jalan untuk menjumpai-Nya. Ada jalur “keras”. Ada juga jalur “cerdas”. Semua orang, baik dalam satu agama ataupun berbeda agama, bisa berbuat baik sesuai hukum-hukum umum kebaikan (amalan, etika dan syariat). Amalan-amalan ini disebut sebagai “moderating variabel” (wasilah umum, penguat hubungan). Tapi, hanya yang menemukan “tali” koneksi yang kuat dengan Allah yang akan sampai dengan mudah dan dijamin selamat. Tali ini merupakan “mediating variabel” (konektor langsung):

لَآ اِكْرَاهَ فِى الدِّيْنِۗ قَدْ تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ فَمَنْ يَّكْفُرْ بِالطَّاغُوْتِ وَيُؤْمِنْۢ بِاللّٰهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقٰى لَا انْفِصَامَ لَهَا ۗوَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ

“Tidak ada paksaan dalam beragama. Sungguh, telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. Siapa yang ingkar kepada tagut dan beriman kepada Allah sungguh telah berpegang teguh pada TALI yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS. Al-Baqarah [2]:256)

Biasanya, dalam beragama, saat kecil kita dididik untuk menempuh jalur umum. Setelah dewasa, bagi yang bersedia, akan diajarkan cara-cara khusus. Karena itulah dikenal ada: syariat-tarikat-hakikat-makrifat. Hakikat dan makrifat, itu pencapaian khusus. Keduanya hanya bisa diperoleh setelah mengup-grade “grand theory” (syariat) ke “metodologi” (tarikat). Beragama tidak selesai dengan dalil teori di Bab Syariat. Harus dibangun jalan dan metodologi zikrullah secara khusus untuk pencapaian tujuan, di Bab Tarikat.

BACA: “Syariat-Tarekat-Hakikat-Makrifat: Metode Ilmiah dalam Beragama”

Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa Aali Muhammad.

#powered by SUFIMUDA
___________________
FOLLOW US
:
SAID MUNIRUDDIN | The Suficademic
Web: 
saidmuniruddin.com
YouTube: youtube.com/c/SaidMuniruddin
TikTok:
tiktok.com/@saidmuniruddin
IG: instagram.com/saidmuniruddin/
Facebook: facebook.com/saidmuniruddin/
Twittertwitter.com/saidmuniruddin
Join Grup WA: The Suficademic-1
Join Grup WA: The Suficademic-2

5 thoughts on ““RELIGIOUS NETWORKING”: BERAGAMA LEWAT JALUR KHUSUS

  1. mohon maaf lahir bathin abangku… semoga selalu diberikan kesehatan dan keberkahan agar selalu dan semakin produktif dalam karya tulisnya yang selalu saya nantikan.

Comments are closed.

Next Post

BOLEHKAH MELAKUKAN HAL YANG TIDAK PERNAH DIKERJAKAN NABI?

Wed Apr 26 , 2023
Jurnal […]

Kajian Lainnya