BERBICARA PADA DIMENSI MASING-MASING

Jurnal Suficademic | Artikel No.56 | Mei 2023

BERBICARA PADA DIMENSI MASING-MASING
Oleh Said Muniruddin | RECTOR | The Suficademic

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIEM. Salah satu sebab kenapa ceramah, motivasi dan pembicaraan seseorang menjadi sangat menarik adalah, karena mereka berbicara pada dimensi masing-masing. Sebaliknya, kalau berbicara sesuatu yang bukan dimensinya, itu pasti “neg” untuk didengar. Kata-kata kita sampai ke telinga audien. Tapi vibrasinya tidak.

Maksud “dimensi” adalah, berbicara pada level kesadaran dan pengalaman masing-masing. Misalnya, ketika seorang nabi berbicara tentang pengalamannya bertemu Tuhan, serta memberi informasi siapa saja orang yang layak masuk surga dan neraka, itu enak di dengar. Sebab, mereka menguasai pengetahuan itu.

Tapi, kalau kita belum sampai ke level itu, walau sudah disebut ustadz, almukarram, dan lain sebagainya; sebaiknya jangan bicara si ini bid’ah, si itu musyrik. Bicara lain saja, sesuai pengalaman empirik kita. Kita tidak pernah diberitau Tuhan siapa yang sesat, siapa tidak. Pasti kita terka-terka sendiri. Bahkan Tuhan pun mungkin tak kenal kita.

Jack Ma, Bill Gates dan Mark Zuckerberg; itu enak didengar saat memotivasi audiennya tentang kesuksesan finansial. Kalau kita masih dalam kondisi terlilit utang, pinjol belum lunas, kredit mobil masih menunggak; lalu bicara secara serius bagaimana trik menjadi orang sukses, itu mengarah ke dusta. Mendustai diri sendiri dan orang lain yang mendengarnya.

Kalau rumah tangga kita berantakan, tiap hari ribut dan saling mengumpat; jangan update status panjang lebar tentang untaian mutiara dan nasehat bagaimana cara membina rumah tangga yang sakinah, mawaddah warahmah. Itu namanya “supresi”. Menipu batin sendiri. Kalau pun kita berusaha jujur dengan menggunakan kata-kata kasar saat berkomunikasi dihadapan umum, itu sudah masuk kategori “depresi”. Jangan mengumbar sakit jiwa kita ke publik.

Kalau kita masih pelit, sukar memberi; jangan berceramah tentang kedermawanan. Perbaiki dulu dimensi kita. Atau bicara hal lain saja, yang kita adalah ahlinya. Suatu saat, jika kita sudah di level itu, ambil mic, berceramahlah selama berjam-jam tentang tata cara dan manfaat bersedekah.

Keteladanan dalam Berbicara

Sebaik-baik ceramah, motivasi dan pembicaraan; adalah “keteladanan”. Berikan apa yang kita punya. Kalau tidak punya, diam saja. Sampaikan sesuatu yang kesadaran kita sudah sampai ke situ. Bermainlah pada dimensi kita sendiri. Jangan berlagak jadi Rumi, kalau level lidah kita masih tukang fitnah dan provokasi.

Sebaiknya, ceritakan apa yang kita punya. Walau itu berisi kesalahan-kesalahan kita semua. Karena, sebaik-baik pembicara adalah yang mampu menertawakan diri sendiri. Kita punya dosa. Kita punya kelemahan. Bicarakan itu ke orang-orang, sambil menertawakan diri sendiri. Menertawakan bukan berarti menghina diri. Menertawakan diri adalah bagian dari keahlian dalam menerima sekaligus menyadari kelemahan; serta keinginan untuk merubahnya. Membahas kelemahan diri dengan cara lucu, itu seni berbicara kelas tinggi.

Karena itu, kita melihat, betapa banyak motivator, yang begitu percaya diri dalam berbicara. Bukan karena ia mengalami dan betul-betul berada di level itu. Melainkan karena meniru dan mengutip-ngutip bacaan. Lalu merasa, seolah-olah dia ada di posisi itu. Seolah-olah ia hidup se-zaman dan bahkan sekamar dengan nabi. Sekilas enak di dengar. Walau dia sendiri tau, tidak seperti itu.

Silakan kutip apa kata orang. Ambil referensi-referensi bijak dari siapapun. Lalu bawa dan kaitkan dengan pengalaman Anda. Gabungkan. Ungkapkan. Itu lebih profesional. Lebih kaya dan berkesadaran. Mengutip itu tidak selalu buruk. Sisi baiknya, itu bagian dari keterhubungan kita dengan realitas lainnya. Itu bagian dari bukti, bahwa kita menyimak dan membaca. Diatas itu semua, itu sinyal humble dari diri kita. Bahwa kita belajar dari yang lain.

Just Start

Iya. Kita tidak perlu menunggu menjadi seorang nabi, baru kemudian berdakwah. Kita tidak perlu menjadi seorang milioner, untuk kemudian baru berbicara tentang bisnis, investasi dan profit. Tidak harus menunggu menjadi pribadi sempurna untuk mulai berdakwah.

Namun tidak perlu juga berlagak, bahkan berjubah seperti nabi atau jutawan, saat berbicara. Kalau dalam tradisi tasawuf selalu diingatkan, “jangan menyaingi Guru”. Cukup menjadi bagaimana kita sekarang. Sejahil dan sefakir apapun, itu sudah lebih dari cukup bagi kita untuk membahas banyak hal, tentang harapan, sukses dan gagal; sebagai contoh pengalaman dan motivasi bagi orang.

Apa yang disebut sebagai berbicara dari “hati ke hati”, adalah berbicara apa yang kita rasakan. Berbicara apa yang kita tau. Berbicara hal-hal logis yang kita pahami. Berbicara apa yang kita mengerti. Berbicara apa yang kita sering amati. Berbicara apa yang lebih kurang sudah kita alami. Kalaupun ada teori, kutipan, ayat dan hadis; itu hanya sebagai pendukung dan pemanis saja.

Menjadi “publik speaker” itu sebenarnya sangat mudah. Tak perlu meniru isi ceramah dan menghafal pengalaman hebat orang-orang. Make it simple. Bicaralah hal-hal kecil berdasar pengalaman sendiri. Kita sudah hidup selama puluhan tahun. Telah mengalami, melihat dan merasakan banyak hal unik. Jadikan itu pelajaran. Bicaralah sesuai alam kesadaran masing-masing. Kontennya cukup itu. Tinggal ulas secara detil. Beri “rasa”. Belajar sedikit cara penyampaian, verbal dan non-verbal, vibrasinya akan sangat besar.

Saya kira itu salah satu teknik komunikasi yang jujur dan efektif. Dalam banyak kesempatan pelatihan publik speaking, juga coaching-coaching khusus, kami lihat itu cukup mudah dipahami dan dipraktikkan oleh peserta.

“The Power of Public Speaking: Let Your Spirit Talk”

Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa Aali Muhammad.

#powered by SUFIMUDA
___________________
FOLLOW US
:
SAID MUNIRUDDIN | The Suficademic
Web: 
saidmuniruddin.com
YouTube: youtube.com/c/SaidMuniruddin
TikTok:
tiktok.com/@saidmuniruddin
IG: instagram.com/saidmuniruddin/
Facebook: facebook.com/saidmuniruddin/
Twittertwitter.com/saidmuniruddin
Join Grup WA: The Suficademic-1
Join Grup WA: The Suficademic-2

2 thoughts on “BERBICARA PADA DIMENSI MASING-MASING

Comments are closed.

Next Post

MENGUBAH REALITAS DARI ALAM "IDE" (TAFSIR SUFISTIK AR-RA'D: 11)

Thu May 4 , 2023
Jurnal […]

Kajian Lainnya