MAKNA SUFISTIK “HAFIDZ”

Jurnal Suficademic | Artikel No.60 | Mei 2023

MAKNA SUFISTIK “HAFIDZ”
Oleh Said Muniruddin | RECTOR | The Suficademic

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIEM. “Hafidz”; berasal dari kata hafidza, yahfadzu, hifdzan (حفظ – يحفظ – حفظا) secara umum cenderung diartikan sebagai “penghafal” Quran. Padahal, semua ayat dalam Quran terkait “hafidz” diartikan sebagai “pemelihara” (penjaga, pelindung atau pengawas). Tidak ada satupun ayat yang mengartikan “hafidz” dalam makna aktifitas menghafal. Kita lihat sejumlah ayat tentang hafidz, sesuai terjemahan Depag RI (https://quran.kemenag.go.id/):

  1. Peliharalah (حَافِظُوْا) semua shalat..” (QS. Al-Baqarah: 238)
  2. “.. Perempuan-perempuan saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri (حٰفِظٰتٌ) ketika (suaminya) tidak ada karena Allah telah menjaga (mereka) (حَفِظَ اللّٰهُ) ketika suaminya tidak ada.. (QS. An-Nisa: 34)
  3. “.. Siapa yang berpaling, maka Kami tidak mengutus engkau (Nabi Muhammad) sebagai pemelihara mereka (حَفِيْظًا) (QS. An-Nisa: 80)
  4. “.. Orang-orang yang beriman pada (kehidupan) akhirat (tentu) beriman padanya (Al-Qur’an) dan mereka selalu memelihara (يُحٰفِظُوْنَ) salatnya (QS. Al-An’am: 92)
  5. “.. sedangkan aku (Nabi Muhammad) bukanlah pengawas-mu (بِحَفِيْظٍ) (QS. Al-An’am: 104)
  6. “.. Kami tidak menjadikan engkau pengawas (حَفِيْظًاۚ) mereka (QS. Al-An’am: 107)
  7. “.. serta memelihara (وَالْحٰفِظُوْنَ) hukum-hukum Allah (QS. At-Taubah: 112)
  8. “.. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pemelihara segala sesuatu” (حَفِيْظٌ)” (QS. Hud: 57)
  9. “.. Aku bukanlah pengawas atas dirimu (بِحَفِيْظٍ)” (QS. Hud: 86)
  10. “.. Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga (حَفِيْظٌ) lagi berpengetahuan” (QS. Yusuf: 55)
  11. “.. Sesungguhnya kami benar-benar akan menjaganya (لَحٰفِظُوْنَ) (QS. Yusuf: 63)
  12. “.. Allah adalah penjaga (حٰفِظًا) yang terbaik ..” (QS. Yusuf: 64)
  13. “.. dan kami bukanlah orang-orang yang menjaga (حٰفِظِيْنَ) apa yang gaib (yang di balik) itu (QS. Yusuf: 81)
  14. “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya (لَحٰفِظُوْنَ)” (QS. Al-Hijr: 9)
  15. “Kami menjaganya (وَحَفِظْنٰهَا) dari setiap setan yang terkutuk (QS. Al-Hijr: 17)
  16. “.. Kamilah yang memelihara mereka itu (حٰفِظِيْنَ) (QS. Al-Anbiya: 82)
  17. “.. yang menjaganya (يَحْفَظُوْنَهٗ) atas perintah Allah” (QS. Ra’d: 11)
  18. “.. Tuhanmu Maha Memelihara (حَفِيْظٌ) segala sesuatu” (QS. Saba: 21)
  19. “Dan orang-orang yang menjaga (حٰفِظُوْنَ) kemaluannya” (QS. Al-Mukminun: 5)
  20. “Serta orang-orang yang memelihara (يُحَافِظُوْنَ) salat mereka” (QS. Al-Mukminun: 9)
  21. “.. laki-laki dan perempuan yang memelihara (وَالْحٰفِظِيْنَ) kemaluannya .. (QS. A-Ahzab: 35)
  22. “.. Allah mengawasi (حَفِيْظٌ) mereka (QS. Asy-Syura: 6)
  23. “.. Kami tidak mengutus engkau sebagai pengawas (حَفِيْظًا) bagi mereka (QS. Asy-Syura: 48)
  24. “.. karena pada Kami ada kitab (catatan) yang terpelihara (حَفِيْظٌ)” (QS. Qaf: 4)
  25. “.. Inilah yang dijanjikan kepadamu, (yaitu) kepada setiap hamba yang bertobat lagi patuh (حَفِيْظٍۚ) (QS. Qaf: 32)
  26. “Orang-orang yang menjaga (حٰفِظُوْنَۙ) kemaluannya” (QS. Al-Ma’arij: 29)
  27. “Dan yang memelihara (يُحَافِظُوْنَۖ) salatnya” (QS. Al-Ma’arij: 34)
  28. “Sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) pengawas (لَحٰفِظِيْنَۙ)” (QS. Al-Infithar: 10)
  29. “Padahal mereka (orang-orang yang berdosa itu) tidak diutus sebagai penjaga (orang-orang mukmin) (حٰفِظِيْنَۗ) (QS. Muthaffifin: 33)
  30. “Setiap orang pasti ada penjaganya (حَافِظٌۗ)” (QS. At-Thariq: 4)

Dari 99 Asmaul Husna, Allah juga memiliki nama “Al-Hafidz” (الحافظ‎‎). Artinya juga bukan “penghafal”. Melainkan “pemelihara”. Karena itu, arti sebenarnya dari “hafidz” adalah “pemelihara” (penjaga/pelindung). Namun, cara memelihara Quran itu beragam. Termasuk dengan membaca dan menulis. Para penulis dan pembaca Quran, itu juga hafidz (pemelihara Quran). Ada juga yang memeliharanya dengan cara menghafal, khususnya ketika tradisi tulis menulis belum cepat. Maka para penghafal Quran juga dapat disebut hafidz. Belakangan, tradisi menghafal semakin gencar. Rumah hafidz berkembang pesat. Sehingga, kata “hafidz” sudah cenderung dimonopoli untuk sebutan bagi para penghafal Quran.

Kita tidak menolak sebutan hafidz untuk para “menghafal”. Menghafal Quran itu termasuk pekerjaan sangat mulia. Kita justru ingin uraikan, bahwa dalam tradisi kenabian, itu ada sebuah pekerjaan yang sebenarnya lebih sakral dari sekedar menghafal. Ada bentuk “memelihara” (hafidz) yang lebih esensial. Dan itulah yang menyebabkan Quran terwarisi dari dada ke dada, sehingga terus menerus lahir para “pewaris nabi” (pemelihara Quran). Sebagaimana Firman-Nya:

اِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَاِنَّا لَهٗ لَحٰفِظُوْنَ

“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya (لَحٰفِظُوْنَ) (QS. Al-Hijr: 9)

Mengenal Dua Bentuk Quran (Kitab)

Quran atau Kitab, itu punya dua bentuk. Bentuk lahiriah dan bentuk batiniah. Bentuk lahiriah dari Quran adalah manifestasi kata-kata yang mendhahir dari lisan Nabi Muhammad SAW. Kata-kata ini, selain dihafal oleh para pendengar, juga ditulis dalam berbagai media sederhana. Lalu dokumennya dibaca-baca. Semua ini adalah teks dalam bahasa manusia; yang sudah turun dari “langit dunia” ke dalam format lisan Nabi kita. Kalam huruf dan suara ini bisa dipelihara dengan cara dicatat atau dihafal.

Namun ada bentuk lain yang lebih awal dari Quran (Kitab). Itulah: “Alif-Lam-Mim. Dzalikal Kitab..” (QS. Al-Baqarah: 1-2). “Alif Lam Mim” adalah Kitab Quran yang masih dalam wujud batiniah di alam malakut dan Rabbani. Masih dalam wujud perbendaharaan rahasia di Lauh Mahfudz. Sebelum menjelma dalam wadah huruf dan suara.

BACA: “Alif Lam Mim: Itulah Kitab!”

Quran itu pada wujud asalnya adalah “pure” Kalam Ilahi. Quran adalah Firman/Kalimah yang tidak terpisah dari Pemiliknya. Karena itu qadim sifatnya. Penuh vibrasi dan power (mukjizat). Tapi Kalam ini mengalami manifestasi secara bertahap (manazil) ke alam lebih rendah. Kalam ini mengalami “penurunan”, atau turun secara bertahap ke alam manusia. Dari sisi Allah, Kalam turun ke “Lauh Mahfudz”. Lalu turun dan menjelma lebih lanjut dalam lisan arab Nabi Muhammad SAW.

Karena itu digambarkan, Quran turun dua kali. Pertama turun dari Allah ke langit dunia. Selanjutnya turun lagi kepada Nabi Muhammad SAW. Itulah makna “Alif-Lam-Mim”. “Alif” artinya Allah. “Lam” artinya Lauh Mahfudz, atau juga Ruhani Jibril. Sedangkan “Mim” artinya Muhammad. Ketiga huruf ini merupakan stations tempat kehadiran (manifestas) Kalam.

Karena itu, Quran yang penuh mukjizat adalah Kalimah/Kitab yang berada dalam satu kesatuan “Alif Lam Mim”. Artinya, Quran itu ujungnya ada pada Muhammad, Sementara pangkalnya ada pada Allah. Penghubung (wasilah/mediating variabel) antara dua wujud ini adalah Jibril. Ada Ruh dalam “dada” Muhammad, yang menyatukan kedua dimensi ini. Quran yang asli, itu terhubung/bersambung dari dimensi rendah manusia ke dimensi Rabbani, melalui dimensi malakut. Tanpa keterhubungan dengan Allah via dimensi batiniah/malakutiah, itu bukan Kitab (dalam makna hakiki).

BACA: Nur (Muhammad), “Variabel Mediator” dalam Bermakrifat

Karenanya, Muhammad SAW sendiri disebut “Quran berjalan”. Ada Quran (Kalam/Tuhan) dalam dirinya. Ada Jibril dan Tuhan yang “maha hidup” dan senantiasa berbicara dalam qalbunya. Dalam ruhaninya ada Ruh yang senantiasa berbisik, berbicara, mengilhami, menggetarkan dan menggerakkan setiap langkahnya.

Dalam diri Muhammad ada gelombang Jibril (dari dimensi Lauh Mahfudz), yang merupakan tajalli/manifestasi gelombang wujud dari Sang Ilahi itu sendiri. Itulah Quran (Kalam/Kitab) yang maha dahsyat. Meskipun esensinya tidak berhuruf dan bersuara, ia menjadi “Cahaya” dan pedoman Ruhani bagi sang Nabi. Karena itulah Beliau menjadi maksum. Sebab, ruhaninya membawa unsur-unsur “wasilah” (Kalamullah/Nurullah).

“Hafidz” (Pemelihara Quran)

“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an dan pasti Kami yang memeliharanya (لَحٰفِظُوْنَ) (QS. Al-Hijr: 9). Makna “Kami” disini menjelaskan keterlibatan beberapa proses. Bahwa turunnya Quran terjadi secara bertahap, dari satu langit ke langit lainnya. Dari satu wujud ke wujud lainnya. Dari Allah, ke Lauh Mahfud, dan kepada Muhammad.

Begitupun cara Dia memeliharanya. Adalah dengan dititipkan (diwahyukan) dalam Ruhani para kekasih-Nya, dari satu generasi ke generasi, sejak zaman Adam as, sampai kiamat. Para nabi dan wali-wali itulah yang disebut “hafidz” atau “pemelihara” Quran. Mereka secara menjaga secara baik entitas “Ruhul Muqaddasah Kitabullah” dalam ruhaninya.

Itulah yang disebut Quran: Alif Lam Mim, Wahyu, Kitab, Kalam atau unsur-unsur ruhaniah yang “dibenam” dalam qalbu (dada) Muhammad SAW. Begitulah cara Allah “menjaga” Kalam-Nya, dengan cara menempatkan unsur-unsur Ruh Al-Ilahi dalam jiwa/qalbu seseorang yang dapat dipercayai-Nya. Unsur-unsur Ruh Suci (batin Quran) ini akan terus diwarisi dari satu generasi ke generasi. Sampai kiamat. Siapapun yang mendapat warisan dan mampu memelihara entitas Ruhani Nurun ‘ala Nurin ini, pasti ia akan menjadi seorang nabi, atau wali (pewaris nabi).

Inilah makna “hafidz” sesungguhnya. Mereka adalah para “penjaga” atau “pemelihara” dari batin Quran. Batin (Ruh) ini dititipkan (transmitted) dari satu qalbu ke qalbu generasi berikutnya. Bersanad. Dari nabi ke nabi. Lalu dari wali ke wali. Sesuatu yang ketika mereka terima dan simpan di qalbu, akan mendatangkan power (mukjizat) dari Tuhan. Siapapun yang mampu menjangkau dan memelihara Quran jenis ini, pasti akan menjadi “hujjah”, “ayat”, shahibuzzaman, walimursyid, imam agung, rasul atau Asma Tuhan di tengah manusia.

Karena itulah, orang-orang semacam ini juga disebut sebagai “hamilatul Quran”. Berasal dari kata hamala, yahmilu, hamil (حمل – يحمل – حمل) artinya “pembawa”. Mereka ini wasilah carier, “pembawa” Cahaya Quran. Kalau mau mengambil Quran yang asli (yang memiliki Ruh), ambil atau bergurulah secara khusus pada mereka.

Disisi lain, kita juga memiliki banyak “hafidz”. Tapi dalam pengertian lahiriah. Kita hanya “menghafal” wujud tekstual hurufnya saja. Batinnya belum tentu termanifestasi secara baik dalam ruhani kita. Karena itu, level “hafidz” kita masih dalam wilayah kognitif (kecerdasan otak/hafalan semata). Keramatnya tidak ada. Para nabi dan wali, itu juga “hafidz”. Tapi dalam pengertian afektif ruhaniah. Quran itu hidup dan terpelihara dalam lembaran jiwa mereka. Karena itu, mereka mampu memperlihatkan kekeramatan/mukjizat yang nyata dari apa yang dibawa dari sisi Tuhannya. Mampu menghidupkan, mematikan atau menyembuhkan.

Kita menghargai keberadaan para “penghafal” Quran. Sebab, itu salah satu cara mengapresiasi Kitab Suci. Anak-anak kita, paling minimal satu juz harus hafal dia. Jangan sampai ketika disuruh pimpin shalat, yang dia tau cuma “inna ‘a-thaina kal kautsar”. Malu ayahnya.

Kalau mau dihafalkan satu Quran juga bagus. Asal sesuai bakat dan tidak memberatkan kecenderungan belajarnya. Otak manusia sangat hebat. Kita punya memori yang dapat mengingat jumlah teks yang melimpah. Namun, tidak hanya kaum muslim yang mampu menghafal 30 juz Quran. Yahudi juga bisa. Artinya, teks lahiriah bisa dicerap oleh siapapun. Asal tekun dan rajin menghafal. Ada metodenya. Tapi, secara batiniah, unsur Suci dari Quran, itu hanya Allah yang mengizinkan siapa yang dapat menjangkau, memiliki dan memeliharanya. Ada metodenya juga untuk memperoleh batin dari Quran. Tentu dengan melewati sejumlah tahapan pensucian jiwa. Ini juga perlu perhatian kita.

Penutup

Kita mendengar, dalam perang Badar dan lainnya, para “hafidz” yang berguguran (syahid). Itu menjadi salah satu alasan kenapa Quran dibukukan. Takut hilang Qurannya. Makna “hafidz” disini sebenarnya adalah para pemelihara batin Quran. Generasi awal Islam adalah orang-orang yang ditalqinkan Quran secara langsung oleh Nabi dalam dada mereka. Mereka ahli zikir semuanya.

Nabi menitipkan entitas muraqabah (Ruhani Quran) dalam jiwa mereka, sebagai pedoman dalam berjihad. Melalui unsur ini, mereka “terkoneksi” dengan malaikat. Pertempuran bisa dimenangkan berulangkali dengan mukjizat ini. Itulah esensi dari Quran yang ada dalam “dada”, bukan sekedar tersimpan dalam “otak” mereka. Quran dalam otak adalah hafalan. Sementara, Quran dalam dada adalah elemen “Ruh” (Tanazzalul malaa-ikatu war-Ruh, QS. Al-Qadar: 4). Hafalan ayat kita akan lebih bagus jika dapat diaktivasi bersama dengan unsur-unsur ukhrawi malakutiyahnya. Jika tidak, hafalan kita akan mengalami kebuntuan dalam wujud duniawi huruf dan suara. Menjadi alunan tanpa ruh. Bahkan para penghafal Quran pernah muncul dalam wajah Khawarij, ISIS dan sejenisnya. Mereka hafal teks, tapi tidak memperoleh petunjuk.

Dulu, ketika media menulis seperti kertas masih langka, kebutuhan menghafal jadi sangat krusial. Di era moderen, metode pemeliharaan Quran sudah sangat canggih dan mudah. Selain dapat didokumentasikan di kepala dalam bentuk memori hafalan, teks Quran juga dapat disimpan dalam aneka bentuk storage digital. Di tengah melimpahnya jumlah hafidz dan cetakan Quran, yang semakin langka cuma satu. Yaitu, dimana kita dapat menemukan Ruh dan malaikat (wujud batiniah) dari Quran.

Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa Aali Muhammad.

#powered by SUFIMUDA
___________________
FOLLOW US
:
SAID MUNIRUDDIN | The Suficademic
Web: 
saidmuniruddin.com
YouTube: youtube.com/c/SaidMuniruddin
TikTok:
tiktok.com/@saidmuniruddin
IG: instagram.com/saidmuniruddin/
Facebook: facebook.com/saidmuniruddin/
Twittertwitter.com/saidmuniruddin
Join Grup WA: The Suficademic-1
Join Grup WA: The Suficademic-2

Next Post

"CONSCIOUSNESS MAP": PETA KESADARAN MANUSIA

Tue May 16 , 2023
Jurnal […]

Kajian Lainnya