“CONSCIOUSNESS MAP”: PETA KESADARAN MANUSIA

Jurnal Suficademic | Artikel No.61 | Mei 2023

“CONSCIOUSNESS MAP”: PETA KESADARAN MANUSIA
Oleh Said Muniruddin | RECTOR | The Suficademic

BISMILLAHIRRAHMNIRRAHIEM. Ada banyak cara untuk menggambarkan kesadaran manusia. Berikut kami gambarkan level kesadaran, dari yang terendah ke tertinggi. Peta kesadaran ini merupakan integrasi dari berbagai model kesadaran yang sering ditemukan dalam kajian sufistik, digabungkan dengan beberapa model dari riset moderen, terutama Hawkins (“Power vs. Force”, 2014).

Peta Kesadaran” (Map of Consciousness)

Menutut Hawkins, manusia dikuasai oleh dua kekuatan. Yang pertama disebut “force”. Yang kedua disebut “power”. Force dapat disamakan dengan “fujur” (QS. Asy-Syams: 8). Yaitu sebuah kekuatan yang “contracted”, melemahkan spiritualitas dan menggiring manusia kepada kehancuran. Sementara power mengandung energi taqwa (QS. Asy-Syams: 8), sifatnya “expanded”, menguatkan jiwa dan membawa derajat manusia ke level lebih tinggi. Kita harus melatih diri untuk meng-upgrade force (negative energy) menjadi power (positive energy).

Hawkins menggambarkan kesadaran manusia, dari terendah ke tertinggi, dalam skala 0-1000. Jika kita konversi dalam berbagai konsep tasawuf, skala kesadaran manusia ini termanifestasi dalam tiga wujud manusia: (1) Materialistic and survival being, (2) Reasoning and intellectual being, dan (3) Spiritual and metaphysical being.

Pertama, “Basyariah” (Materialistic and Survival Being: Skala 0-175)

Jenis kekuatan/kesadaran ada dua: “force” dan “power”. Merujuk pada tabel Map of Consciousness di atas (skala 0-1000), force merupakan bentuk kesadaran jiwa yang memiliki skala sangat rendah; dari 0-175. Ketika diliputi energi force, kehidupan seseorang akan sangat memprihatinkan. Pada kondisi paling parah, kesadaran manusia akan dihantui oleh shame (rasa malu), guilt (bersalah), apathy (putus asa), dan grief (duka lara). Semua ini ada dalam skala energi 20-75. Dalam bahasa sufistik, energi kesadaran pada level ini disebut “nafsu ammarah”.

Orang-orang yang menderita penyakit ammarah, biasanya akan mengalami pengalaman emosional seperti: humiliation (terhina), blame (suka menyalahkan), despair (putus asa) dan regret (menyesal). Pandangan hidupnya diliputi suasana miserable (menderita), evil (terkutuk), hopeless (kehilangan harapan), dan tragic (tragis). Orang-orang ini merasa hidupnya sudah tidak ada artinya lagi. Pada kondisi demikian, seseorang mengalami “evil awareness”, merasa putus asa dan mudah mengingkari (kufur terhadap) rahmat Allah. Jika terus berada pada level psikologis seperti ini, bisa-bisa Anda akan bunuh diri.

Level selanjutnya, skala 100-175, disebut energi “lawwamah”. Kondisi kesadaran sudah sedikit membaik. Tidak lagi putus asa. Sudah mulai bersemangat. Tapi masih terkungkung dengan force negatif lainnya semacam fear (ketakutan), desire (penuh nafsu), anger (pemarah), and pride (diliputi rasa bangga diri/sombong). Minat hidup sudah meningkat. Namun dipenuhi emosi seperti anxiety (was-was), craving (egois), hate (kebencian) and scorn (suka mencemooh). Sering kita lihat orang-orang yang bersemangat dalam beragama. Tapi dengan cara menyebar ketakutan terhadap neraka, kebencian dengan mazhab lain, frontal dengan perbedaan pandangan, dan sombong dengan keyakinannya (seolah-olah satu-satunya yang masuk surga).

Jadi, mereka yang hidup pada level kesadaran 20-175, sebenarnya masih dalam wujud “kufur”. Masih suka ngomel. Belum bersyukur. Kufur tidak mesti dalam pengertian tidak percaya kepada Allah. Tapi kesadarannya masih diliputi rasa “fujur” (jahat/arogan) terhadap diri dan lingkungannya. Karena tidak mengenal Tuhan, ia apatis sekaligus agresif dengan diri dan alam sekitar. Manusia pada kategori ini masih dalam wujud “materialistic and survival” (physical/biological being, “basyariah”). Derajatnya tidak jauh berbeda dengan binatang. Akalnya belum hidup. Yang cerdas cuma kesadaran ego/nafsunya saja.

Kedua, “Insaniyah” (Reasoning and Intellectual Being: Skala 200-400)

Ketika dididik lebih lanjut, kesadaran manusia akan naik. Pada level kesadaran 200-400, manusia sudah menjelma dari hewan murni yang berdimensi ammarah dan lawwamah; menjadi “hayawanun nathiq” (binatang yang berfikir, “insaniyah”). Jiwa mulhamah-nya sudah hidup. Karenanya, ia mulai bertafakkur. Akal sudah berfungsi. Ia mulai bertauhid secara aqliyah (argumentatif dan rasional). Pada tahap ini, memungkinkan baginya mengalami “kesatuan pandangan” (wahdatusy syuhud) dengan Tuhan. Ia mampu secara ilmiah menyaksikan keberadaan Tuhan dari proses riset (tadabbur) terhadap berbagai fenomena ayat (tanda-tanda) yang ada di alam.

Pada skala kesadaran 200-400, pada diri seseorang tumbuh sifat dan karakter seperti: courage (keberanian), willingness (kemauan), neutrality (netralitas), acceptance (penerimaan), dan reason (logika). Karena itu, mereka punya sikap-sikap intelektual seperti suka mengafirmasi sesuatu, tumbuh rasa percaya diri, mulai punya tujuan, optimis terhadap masa depan, dan muncul pemahaman-pemahaman baru terhadap sesuatu. Orang-orang pada level kesadaran mulhamah tidak lagi radikal dan ekstrim. Sudah mulai tumbuh sikap pemaaf dan toleran.

Pada level mulhamah, manusia adalah “makhluk intelek”. Derajatnya sudah mulai tinggi (‘araf). Tapi belum sampai ke level spiritual. Masih terkatung-katung di antara langit dan bumi (“diantara dinding surga dan neraka”). Karena itu, banyak saintis dan intelektual yang secara rasional meyakini adanya Tuhan. Tapi mereka tidak punya kemampuan untuk menjangkau, berkomunikasi atau berjumpa Tuhan. Sebab, akal dan kecerdasan intelektual tidak punya kekuatan untuk membawa mereka ke dimensi Tuhan. Karena itu, butuh metode dan kecerdasan lainnya untuk membawa manusia ke level kesadaran dan perjumpaan dengan Tuhan.

Ketiga, “Al-insan Al-Kamil” (Spiritual and Metaphysical Being: Skala 500-1000)

Einsten punya skala kecerdasan mencapai 499. IQ-nya tinggi sekali. Tapi, seberapapun cerdasnya otak manusia, tetap tidak tembus ke level 500. Karena, untuk masuk ke level kesadaran 500 ke atas, seseorang harus menggunakan instrumen jiwa (iluminatif). Seandainya Einstein menggunakan instrumen tersebut, mungkin ia sudah menjadi nabi atau wali. Skala 500 ke atas, itu wilayah riset ontologis berbasis metafisik. Yang diperlukan disini bukan lagi kekuatan empiris akal (tafakkur). Melainkan kekuatan observatif dari “mata batin” (ruh). Yang diperlukan disini adalah proses tadzakkur. Hanya metodologi dzikir yang mampu mengurai atom materialitas manusia menjadi partikel kesadaran cahaya. Proses fusi dan perjalanan cahaya inilah yang memungkinkan manusia sampai kepada penyatuan immanen (wahdatul wujud) dengan Cahaya di atas cahaya (QS. An-Nur: 35).

Mereka yang menempuh perjalanan jiwa, secara bertahap akan semakin dekat dengan wujud Cahaya di atas cahaya. Ia akan semakin dekat dengan Wujud asal ukhrawinya. Dengan Allah SWT. Sehingga pelan-pelan akan mencapai level ketenangan (benign) dan pencerahan yang tinggi (“Al-Insan Al-Kamil”). Kesadaran jiwanya akan semakin meningkat dari kondisi muthmainnah, radhiyah, mardhiyah sampai ke level kamilah (insan kamil). Pada tahapan ini, ia akan secara hakiki mampu merasakan love (cinta), joy (suka cita), peace (damai) dan enlighten (kasyaf/tercerahkan). Dalam dirinya akan tumbuh secara luar biasa rasa seperti reverence (syukur), serenity (ketenangan), bliss (bahagia) dan ineffable (fana dan baqa dalam kenikmatan Wujud yang tidak terlukiskan).

Manusia pada level 500 ke atas, itu sudah mulai mengalami berbagai keajaiban spiritual. Pada level kesadaran 500 ke atas, seseorang mulai masuk ke wilayah revelation (pengungkapan-pengungkapan rahasia, wahyu atau ilham). Manusia akan mampu menjangka hakikat-hakikat kegaiban (seperti ontologi gaib rukun iman) ketika berada pada level ini. Malaikat, surga dan neraka; semua menjadi nyata, bukan lagi sebatas teori, ketika seseorang bisa naik ke level kesadaran malakut dan rabani (level 700-1000). Pada derajat kesadaran ini, hidup menjadi sempurna dan penuh makna karena telah menemukan hakikat hidup (Al-Haqq). Manusia akan mengenal dan mampu berkomunikasi secara dialogis dengan Tuhannya. Inilah yang disebut makrifah, puncak kesadaran. Kita seperti terjaga dari mimpi, dan hidup nyata bersama Tuhan!

Penutup

Syariat dan tarikat adalah dua kendaraan (metodologi) untuk membawa manusia naik dari satu kesadaran kepada kesadaran lainnya. Syariat (dengan kesadaran rasional aqli dan naqlinya), berusaha menuntun manusia untuk hijrah dari dimensi biologis hewaniah, dari kesadaran ammarah dan lawwamah (“basyariah”) ke dimensi makhluk yang berakal sehat atau mulhamah (“insaniyah”). Syariat hanya mampu membawa manusia pada level kecerdasan akal. Untuk naik lebih tinggi, ke level “insan kamil”, Anda harus memiliki kendaraan dan metode belajar baru, yaitu tarikat.

Tarikat adalah “burak” yang mengantarkan Anda ke dimensi kesadaran ruhaniah. Jika syariat berkutat pada pembenahan dimensi fisik (tata cara formal ibadah), tarikat mensimulasikan kesadaran pada level cahaya (level khusyuk/perjalanan spiritual). Tauhid dan syariat hanya berbicara secara argumentatif bahwa Allah itu ada. Tarikat sudah berbicara bagaimana cara mencapai kesadaran perjumpaan dengan-Nya (liqa’). Jika syariat masih menempatkan Tuhan sebagai wujud transenden yang jauh disana, tarikat justru berusaha membawanya menyatu dalam qalbu (immanen). Syariat mendidik manusia untuk mencapai kecerdasan pada skala maksimal 499. Sementara tarikat berusaha meng up-upgrade kesadaran Anda hingga mencapai level kesadaran 1000.

Karena itulah, level kesadaran dalam beragama bertingkat-tingkat. Harus disempurnakan terus menerus. Dari awam ke khawash. Dari syariat ke tarikat. Dari tafakkur dan tadzakkur. Kalau kata Hawkins, dari “force” ke “power”. Dari ammarah dan lawwamah; ke mulhamah, muthmainnah, radhiyah, mardhiyah dan kamilah. Dari manusia sebagai makhluk materi (basyariah), ke manusia sebagai makhluk intelektual (insaniah) dan spiritual (malakutiyah). Dari energi dan kesadaran rendah fujur, ke gelombang taqwa. Dari getaran bumi, ke vibrasi langit.

Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa Aali Muhammad.

#powered by SUFIMUDA
___________________
FOLLOW US
:
SAID MUNIRUDDIN | The Suficademic
Web: 
saidmuniruddin.com
YouTube: youtube.com/c/SaidMuniruddin
TikTok:
tiktok.com/@saidmuniruddin
IG: instagram.com/saidmuniruddin/
Facebook: facebook.com/saidmuniruddin/
Twittertwitter.com/saidmuniruddin
Join Grup WA: The Suficademic-1
Join Grup WA: The Suficademic-2

3 thoughts on ““CONSCIOUSNESS MAP”: PETA KESADARAN MANUSIA

  1. Pingback: "BE STUPID!"

Comments are closed.

Next Post

"SPIRITUAL RETREAT": MENYEPI BERSAMA ALLAH

Fri May 19 , 2023
Jurnal […]

Kajian Lainnya