RELIGION IS TECHNOLOGY

Jurnal Suficademic | Artikel No.64 | Mei 2023

RELIGION IS TECHNOLOGY
oleh Said Muniruddin | RECTOR | The Suficademic

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIEM. Anda tidak bisa membantah, dunia semakin maju dikarenakan kemajuan sains dan teknologi. Artinya, manusia memang mengejar kemajuan secara empirik. Sesuatu yang tidak membuat mereka maju, itu perlahan akan ditinggalkan. Agama juga begitu. Kalau tidak membawa kepada pengalaman dan kemajuan, itu akan dianggap sebagai “dogma”. Agama harus punya dimensi teknologis, untuk dapat diterima sisi kebenaran praktisnya.

Melalui kajian ini, pertama, kami akan menjelaskan secara singkat definisi teknologi. Kemudian kita akan membahas, bagaimana agama harus bisa di up-grade, dari level teori ke teknologi, agar jelas manfaat praktisnya bagi kemajuan manusia. Terakhir, kita akan uraikan bentuk dari teknologi spiritual.

Definisi Teknologi

Berikut beberapa definisi teknologi. “Technology is the application of scientific knowledge to the practical aims of human life” (Oxford Dictionary, 2023). Teknologi adalah aplikasi dari pengetahuan saintifik untuk tujuan-tujuan praktis dalam kehidupan manusia. Technology refers to methods, systems, and devices which are the result of scientific knowledge being used for practical purposes (Britannica, 2003). Teknologi merujuk kepada metode, sistem, dan peralatan yang dihasilkan dari pengetahuan saintifik yang digunakan untuk berbagai tujuan praktis. “Technology is the product of transferring scientific knowledge to practical use” (Merriam-Webster, 2023).

Jadi, teknologi adalah sesuatu yang melampaui dogma dan teori. Teknologi adalah “practical application of knowledge”. Teknologi adalah aplikasi, metode, sistem, ataupun peralatan yang lahir dari sebuah bangunan pengetahuan, dan tentunya bernilai praktis bagi manusia. Karena itulah, teknologi sangat digandrungi. Di Barat, orang lebih menyukai teknologi daripada agama. Teknologi membawa kemudahan, kemajuan dan kepraktisan dalam hidup. Manfaat praktis dan pragmatisnya nyata. Agama belum tentu begitu. Agama hanya menawarkan dalil, ide, keyakinan, fadhilah dan janji-janji yang sangat abstrak (i.e., pahala, surga, neraka, dan sebagainya). Karenanya, agama dianggap beban.

Agama, dari Teori ke Teknologi

Memang, pengetahuan -baik sains maupun agama- punya dua dimensi. Pertama, dimensi “filosofis-teoritis”. Kedua, dimensi “praktis-pragmatis” (teknis/metodologis). Ada hal-hal (bentuk pengetahuan) yang murni bernilai etis-filosofis. Artinya, belajar logika dan filosofi tentang sesuatu, itu memang dapat membangun keyakinan dan struktur berfikir yang benar. Tapi, manusia bukan sekedar makhluk berfikir. Manusia adalah juga makhluk yang diserahkan tanggungjawab untuk berinteraksi dengan alam. Karenanya, diperlukan kecerdasan aksiologis (teknis metodologis) untuk mengelola dan menundukkan alam. Karena itulah teknologi berkembang.

Alam ada dua jenis. Pertama, “alam fisika”. Kedua, “alam metafisika”. Alam fisika adalah segala wujud ontologi yang bernilai material/fisikal (“bumi”). Sedangkan alam metafisika adalah berbagai objek ontologi yang bernilai immaterial/spiritual (“langit”). Semua benda semesta yang memiliki unsur atomik disebut alam fisika. Semua benda ini terikat dengan hukum-hukum fisika (law of physics). Teknologi diciptakan untuk memanfaatkan hukum-hukum fisika tersebut. Sehingga lahirlah berbagai alat, produk, aplikasi, mesin dan teknologi yang memiliki fungsi praktis bagi kehidupan manusia. Dengan teknologi empirik ini manusia mampu menembusi penjuru “bumi” (alam material).

Sementara, untuk menjangkau dimensi “langit” (ontologi spiritual), ada hukum lain yang harus dikuasai. Ada tools dan teknologi tersendiri untuk digunakan guna menjangkau aneka ide dan wujud yang bersemayam di dimensi “langit”. Allah, malaikat, Kitab, Rasul/Ruh, surga dan neraka; semuanya dimensi “langit” (gaib/spiritual/tidak kasat). Selama ini, kita sibuk berteori tentang keberadaan aneka wujud spiritual. Agama hanya menawarkan hipotesa (kepercayaan/keyakinan) bahwa rukun iman itu benar adanya. Tapi tidak pernah menawarkan teknologi (“sultan”) untuk menjangkau wujudnya.

Dalam hal ini, agama kalah dengan sains. Sains, selain membangun hipotesa tentang berbagai fenomena alam, juga menawarkan metodologi/teknologi untuk menjangkau objek-objek pengetahuan yang diyakininya ada. Sementara agama mentok di “iman”. Kita hanya disuruh percaya bahwa Allah dan malaikat itu ada. Tapi tidak pernah ditawarkan metodologi/teknologi untuk menjangkau itu semua. Agama, tanpa metodologi dan teknologi, seketika berubah menjadi “dogma”.

Mesti ada metode dan teknologi yang dapat membawa kita terbang untuk berjumpa Allah. Harus ada alat yang membuat kita mampu melihat dan berkomunikasi dengan para malaikat. Sains saja sudah mampu menyediakan teknologi yang mampu membawa manusia ke alam virtual (metaverse). Bagaimana dengan agama, bisakah membawa kita “mikraj” ke alam yang lebih indah, seperti alam arwah dan alam Rabbani? Apakah ada alat untuk membuka algoritma bashirah kita, sehingga bisa menjangkau alam yang lebih nyata daripada dunia yang fana?

Tanpa dukungan metode dan teknologi, agama menjadi pincang dan ketinggalan zaman. Sejatinya, agama adalah sebuah bangunan pengetahuan yang sempurna. Selain menawarkan teori dan filosofi, juga memiliki perangkat teknologi yang dapat mengantarkan kita ke berbagai esensi esoteris yang kita imani. Teknologi spiritual inilah yang seharusnya mengantarkan kita kepada bentuk-bentuk “liqa” dengan Allah. Sehingga, Realitas-Nya dapat dicerap secara empiris-eksperiensial (dhahir-batin).

Sebenarnya ini bukan mengada-ada. Coba perhatikan. Para nabi selalu muncul disetiap zaman. Tujuannya untuk membuktikan, bahwa ada “teknologi” yang dapat membawa mereka sampai kepada perjumpaan dengan Tuhan. Hal ini terus berulang selama ribuan tahun. Mulai dari era kuno Adam, Idris, Nuh sampai Muhammad SAW; semua nabi menguasai teknologi yang dapat membawa mereka berjumpa dengan Tuhan. Lalu kenapa kita sekarang tidak bisa melakukan hal yang sama? Apakah agama kita tidak sama dengan yang dianut para nabi terdahulu?

Agama kita dengan agama para nabi terdahlu, itu sama. Secara teoritis sama. Sama persis. Sama-sama percaya kepada Allah. Cuma ada sedikit perbedaan. Para nabi, selain menguasai teori, juga memiliki teknologi untuk menjangkau Tuhan. Mereka mampu menembusi berbagai alam untuk berjumpa dengan Allah dan para malaikatnya. Mereka bisa menjangkau surga dan neraka. Semua yang gaib bisa mereka lihat melalui teropong tertentu (mata bashirah). Agama dapat mereka alami secara empiris-iluminatif. Rukun iman dapat diverifikasi kebenaran wujudnya secara objektif. Agama, bagi para nabi, bukan hafalan teori. Melainkan sesuatu yang faktual.

Inilah kelemahan semua agama sekarang. Agama telah kehilangan teknologi pendukungnya. Yang tersisa hanya buku/kitab hafalan. Agama telah kehilangan power (mukjizat) yang dapat mengantarkan manusia kepada Tuhan. Ada dari kita yang berdiri, rukuk dan sujud lima kali sehari. Tapi tidak ada teknologi yang dapat membawanya mikraj ke sisi Tuhan. Ibadah tanpa teknologi, tidak membuat amalan kita naik kesisi Tuhan. Dengan apa Anda akan mengantarkan semua amalan sehingga sampai kehadirat-Nya?

Teknologi Spiritual

Ada perbedaan antara “teknologi fisika” dengan “teknologi metafisika”. Teknologi fisika adalah produk-produk bernilai praktis yang lahir dari kreatifitas sains. Misalnya mobil, pesawat, komputer, gadget, internet, artificial intelligence (AI), alat kedokteran, dan lain sebagainya. Semua alat ini digunakan manusia untuk memudahkannya memahami, menjangkau dan membangun relasi dengan alamnya.

Sementara,”teknologi metafisika” adalah diri manusia itu sendiri. Melalui proses dan metodologi empowerment tertentu, manusia dapat dibuat memiliki power dan nilai kepraktisan untuk melakukan atau mengalami sesuatu. Jadi, yang dirakit adalah “struktur” kemanusiaannya. Karena objek yang ingin dijangkau adalah esensi-esensi spiritual, maka yang dibangun adalah kekuatan ruhnya. Ruh yang telah aktif dan berpower inilah yang mampu melakukan berbagai inovasi dan pengalaman spiritual.

Teknologi ruh inilah kekuatan inti dari agama. Segala teori dalam Quran dapat dibuktikan kebenarannya, ketika teknologi ruh ini telah teraktivasi. Proses menghidupkan orang mati, menyembuhkan orang sakit, mikraj ke “langit”, berbicara dengan malaikat, melihat surga dan neraka, membaca informasi/rahasia (takdir), membelah laut, dan lain sebagainya; dapat disimulasikan melalui teknologi ini. Berbicara dengan orang yang jauh berada di negara lain pun, itu ada teknologi yang dapat menyambungkannya. Begitu pula berkomunikasi dengan Allah yang laitsa kamislihi dan entah ada dimana, juga ada teknologi spiritualnya.

Kesimpulan

Agama meneguhkan keberadaan dunia sains dan alam spiritual. Disatu sisi, Quran mengandung banyak sekali teori (ayat-ayat) tentang “alam semesta”. Karena itu, diperlukan teknologi fisika untuk menguasai alam ini. Selain itu, Quran juga kaya dengan kandungan teori (ayat-ayat) tentang “jiwa”. Untuk itu, diperlukan langkah-langkah metodologis untuk membuat jiwa lebih berdaya. Sehingga ia memiliki energi untuk melakukan perjalanan yang melampaui dunia materi, untuk kembali ke asal kita.

Benar. Teknologi fisika membuat kita mampu menguasai dunia. Tapi, Allah sebagai wujud tertinggi dari semua eksistensi, hanya bisa didekati melalui perantaraan teknologi ruh. Karenanya, ditengah kesibukan umat mengejar dunia dengan berbagai teknologi material, para nabi selalu hadir untuk menyadarkan mereka akan urgensi teknologi ruh. Para nabi sama seperti kita. Mereka bekerja dan berbisnis untuk memajukan masyarakatnya. Namun juga tau cara dekat dengan Allah.

Para nabi membuktikan, melalui berbagai meditative practices, manusia bisa sampai ke dimensi “akhirat” (The inner-self). Zikir, seperti yang rutin dipraktikkan nabi di Gua Hirak, adalah salah satu tool untuk proses inner engineering untuk mencapai state of blisfullness (perjumpaan hakikat). Kebahagiaan ini yang tidak diperoleh dalam segala pencapaian duniawi. Metodenya tentu sangat ketat, dan lama pula, sehingga memperoleh hasil yang luar biasa. Tidak ada yang jadi nabi tanpa menguasai teknologi zikir. Karenanya, religion is not a mere theory. Religion is technology.

Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa Aali Muhammad.

#powered by SUFIMUDA
___________________
FOLLOW US
:
SAID MUNIRUDDIN | The Suficademic
Web: 
saidmuniruddin.com
YouTube: youtube.com/c/SaidMuniruddin
TikTok:
tiktok.com/@saidmuniruddin
IG: instagram.com/saidmuniruddin/
Facebook: facebook.com/saidmuniruddin/
Twittertwitter.com/saidmuniruddin
Join Grup WA: The Suficademic-1
Join Grup WA: The Suficademic-2

3 thoughts on “RELIGION IS TECHNOLOGY

Comments are closed.

Next Post

SPIRITUAL ENLIGHTENMENT

Sun May 28 , 2023
Jurnal […]

Kajian Lainnya