WAHABISME, MALAIKAT YANG BABLAS

Wahabisme, Malaikat yang Bablas
Oleh Said Muniruddin | Rector | The Zawiyah for Spiritual Leadership

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIEM. Kalau ingin tau bagaimana bentuk tauhid sejati, belajarlah dengan saudara-saudara kita yang Wahabi. Mereka pantang sujud kepada manusia. Walau Tuhan sendiri yang memerintahkannya. Iblis itu kelompok malaikat, “golongan orang-orang” yang menolak sujud kepada manusia. Sebagaimana firman-Nya:

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَٰٓئِكَةِ ٱسْجُدُوا۟ لِءَادَمَ فَسَجَدُوٓا۟ إِلَّآ إِبْلِيسَ أَبَىٰ وَٱسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ ٱلْكَٰفِرِينَ

“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam,” maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir” (QS. Al-Baqarah: 34; ayat serupa ada di Al-Isra: 71; Al-Kahfi: 50; Thaha: 16).

Meskipun Allah itu satu-satunya Tuhan yang patut disembah, perintah sujud kepada manusia biasa (“adam”) juga ada. Sujud dapat bermakna macam-macam. Mulai dari takzim atau penghormatan biasa; sampai kepada bentuk ikrar, sumpah kepatuhan dan kepengikutan (syahadat).

Pada bentuk yang terakhir ini, orang yang disujudi sudah menjadi “representasi Tuhan”, rasul, khalifah, nabi, warasatul anbiya, wali, washi, ulil amri, imam atau waliyammursyida. Mereka menjadi pusat orbit, kiblat ruhaniah, fokus ingatan, titik rabithah, tali washilah, atau sumber frekuensi ilahiyah. Orang-orang ini dishalawati oleh Allah (QS. Al-Ahzab: 56) karena mereka merupakan pancaran Diri-Nya sendiri. Ada unsur Diri-Nya dalam wujud manusia-manusia biasa (adam) ini.

Orang-orang seperti ini menjadi “mulia” (membawa mukjizat, karomah atau unsur-unsur Ketuhanan) karena mujahadah mereka yang mencapai maqom makrifat. Dalam bahasa Alquran, mereka ini menjadi berpower (Agung Akhlaknya) setelah “diajarkan”, “diberikan”, “diturunkan”, atau “diijazahkan” Asma-Asma Tuhan. Dalam diri mereka terkandung batin Alquran, Kalimah, yang sesungguhnya adalah Dia sendiri:

Allah SWT berfirman:

وَعَلَّمَ اٰدَمَ الْاَسْمَاۤءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلٰۤىِٕكَةِ فَقَالَ اَنْۢبِـُٔوْنِيْ بِاَسْمَاۤءِ هٰٓؤُلَاۤءِ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ

“Dan Dia ajarkan kepada Adam semua Asma, kemudian Dia perlihatkan kepada para malaikat, seraya berfirman, “Sebutkan kepada-Ku nama semua (benda) ini, jika kamu yang benar!”” (QS.Al-Baqarah: 31)

Ketika seorang ‘adam’ diberi pengetahuan “semua” Nama (Asma), jadilah ia sebagai citra-Nya. Pada tingkatan ini, seseorang sudah memiliki “basmallah yang hakiki” (mampu bertindak dan berkehendak atas Nama Allah). Qudrah iradahnya merupakan bagian dari ilmu dan “quwwah” Allah itu sendiri. Telinga, mata, tangan, dan kakinya merupakan representasi dari daya Sang Ilahi. Perkataannya menjadi suci. Gerak-geriknya menjadi maksum (bernilai sunnah):

تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيهِ ، وَمَا يَزالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ ، فَإِذَا أحْبَبْتُهُ ، كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ ، ويَدَهُ الَّتي يَبْطِشُ بِهَا ، وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا وَإنْ سَألَنِي أعْطَيْتُهُ ، وَلَئِن اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ

“Dan tidaklah seorang hamba mendekat kepada-Ku; yang lebih aku cintai daripada apa-apa yang telah Aku fardhukan kepadanya. Hamba-Ku terus-menerus mendekat kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah hingga Aku pun mencintainya. Bila Aku telah mencintainya, maka Aku pun menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatannya yang ia pakai untuk melihat, menjadi tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan menjadi kakinya yang ia pakai untuk berjalan. Bila ia meminta kepada-Ku, Aku pun pasti memberinya. Dan bila ia meminta perlindungan kepada-Ku, Aku pun pasti akan melindunginya” (HR. Bukhari).

Orang-orang (adam) yang seperti ini sudah menyatu dengan Tuhannya. Sudah fana dan baqa dalam dimensi Ketuhanan. Dimana ada dia, disitulah Allah berada. Sujud kepadanya, adalah hakikat sujud kepada Allah ta’ala.

Inilah yang gagal dipahami wahabisme. Dengan menggunakan logika sederhana: “Adam itu kan terbuat dari Tanah? Untuk apa aku sujud kepadanya? Dia bukan Tuhan. Tuhan tidak ada pada wujud materi”.

قَالَ ءَأَسْجُدُ لِمَنْ خَلَقْتَ طِينًا

“… Apakah aku akan sujud kepada orang yang Engkau ciptakan dari tanah?” (QS. Al-Isra: 61)

Iblis melihat sesuatu dari dimensi lahiriah. Ia tidak mampu menjangkau hakikat kebendaan. Ia enggan melihat kehadiran Tuhan dalam wujud semesta. Ia memandang, bahwa Tuhan ada diluar sana. Tidak pernah ada disini. Sehingga, ia menolak kehadiran Ruh Ketuhanan (para rasul/ruhullah/arwahul muqaddasah) di tengah-tengah mereka.

Atas nama Tauhid, Iblis membangun agama. Atas nama Tauhid, iblis menyembah Tuhan. Atas nama Tauhid, iblis mengingkari keberadaan manusia-manusia mulia. Atas nama Tauhid, iblis meruntuhkan semua bangunan yang dianggap suci. Dan atas izin Tuhan pula, sampai kiamat iblis berjanji akan terus mengajak manusia kepada pandangan lahiriahnya.

Iblis itu orang-orang yang taat. Para malaikat. Tidak pernah meninggalkan shalat. Selalu berjamaah. Menguasai isi kitab. Tapi bersikap bablas. Mendesakralisasi para utusan Tuhan, mulai dari nabi terawal sampai kepada wali-wali akhir zaman. Mungkin Iblis ada benarnya juga. Kelihatannya ia takut kalau kita menjadi musyrik, gara-gara sujud kepada Adam. Hebatnya iblis, ia melawan Tuhan, untuk mempertahankan ketauhidan!

Sebenarnya, secara tauhid tindakan iblis sudah benar. Tetapi secara adab, ia total salah. Ia berani menentang. Pada tahap ujian spiritual tertinggi, orang-orang jatuh bukan karena ia tidak bertauhid. Melainkan karena masih menggunakan akal (kesombongan intelektual) saat menerima perintah Tuhan yang sering tidak rasional. Pengetahuan, bacaan dan hafalan yang kita miliki; sering menjadi hijab bagi kita untuk patuh.

Sebagaimana tidak ada ujian yang lebih berat bagi Ibrahim selain diperintahkan untuk membunuh anaknya; maka tidak ada ujian yang lebih berat bagi malaikat, selain sujud kepada Manusia. “Sujud” kepada para nabi, wali-wali dan utusan Tuhan lainnya (mungkin termasuk Al-mahdi) akan menjadi ujian terberat bagi akal kita. Walau pada hakikatnya, bukan anaknya yang harus dibunuh, tapi egonya. Bukan manusia yang disujudi, tetapi Allah.

Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa Aali Muhammad.*****

💥 powered by PEMUDA SUFI
___________________
SAID MUNIRUDDIN
The Zawiyah for Spiritual Leadership
YouTube: https://www.youtube.com/c/SaidMuniruddin
Web: saidmuniruddin.com
fb: http://www.facebook.com/saidmuniruddin/
Twitter & IG: @saidmuniruddin

Next Post

TERBANGLAH KALIAN SEMUA, SEBAGAI SYUHADA

Sun Jan 10 , 2021
TERBANGLAH […]

Kajian Lainnya